Kirana memasuki kamar kosnya yang kosong dengan perasaan campur aduk. Kamar yang rapi—kasur single yang telah ditata, barang-barang yang kembali pada tempat semula—menandakan Amira telah pergi. Ada sedikit kelegaan, tapi juga rasa sepi yang tak terhindarkan. Dia menjatuhkan tubuhnya ke kasur, matanya menerawang ke langit-langit kamar yang putih. Napasnya perlahan mulai tenang, namun senyum kecil tidak bisa disembunyikan. Seharian penuh bersama Yudistira tanpa gangguan terasa seperti mimpi indah yang tak ingin diakhiri. Dengan gerakan malas, dia mengeluarkan ponsel yang sempat dinonaktifkan satu harian itu. Begitu dihidupkan, deretan notifikasi langsung membanjiri layar—panggilan tak terjawab, pesan chat, dan notifikasi aplikasi berjejalan. Jemarinya membuka daftar panggilan tak terjawab