Sepanjang sisa siang hingga menjelang sore, Kirana bekerja dalam mode autopilot. Jari-jemarinya menari di atas keyboard, tetapi pikirannya jauh terbenam dalam pusaran rasa malu, marah, dan kekesalan. Setiap tawa yang terdengar dari kubikel lain seolah menyindirnya. Setiap pandangan yang sekilas melirik ke arahnya terasa seperti penghakiman. Dia ingin sekali kabur. Melupakan segalanya dan pergi dari tempat itu. Tapi tanggung jawabnya pada proyek Kartana Residence mengikatnya. Dia bukan orang yang lari dari kewajiban, seberat apapun itu. Pikiran untuk meminta mutasi ke divisi lain sempat melintas, tetapi langsung ditepisnya. Itu hanya akan membuatnya dicap sebagai ‘pegawai manja’ yang hidupnya dimudahkan oleh atasan. Gosip bahwa Yudistira yang mengistimewakannya akan semakin menjadi-jadi,