10. Kesepakatan Masa Lalu

1085 Kata
Keesokan paginya Clarie bangun kesiangan akibat semalam. Beruntung hari ini weekend sehingga dia tidak perlu panik berangkat ke kantor menyiapkan tugas satu hari penuh untuk bosnya. Clarie menggerakkan tangannya ke samping, namun tidak ada Lucas di sana. Dia bangkit terduduk dengan melilitkan selimut pada tubuh polosnya. Sebuah paper bag dengan merek toko pakaian ternama di kota ini tergeletak manis di sebelah ranjang king size milik pria itu. Sebuah kartu ucapan tersangkut di leher paper bag itu. Clarie pun mengambil kartu ucapan itu dan membukanya. “Selamat pagi, Miss Evans. Maaf aku harus pergi, karena ada keperluan mendesak. Aku membelikanmu satu set pakaian, kuharap kau menyukainya.” Lucas. Bibirnya melengkungkan senyum tatkala Clarie membaca pesan dari pria itu. Clarie langsung melihat apa yang ada di dalam paper bag itu dan mengeluarkan isinya. Sebuah dress V neck berbahan shiffon berlengan pendek warna merah muda yang lembut. “Cantik,” ucap Clarie dengan senyum terukir di bibirnya. Usai membersihkan diri, Clarie mematut diri di depan cermin panjang yang ada di kamar Lucas. Gadis itu berulang kali memutar tubuhnya, dress itu sangat pas di tubuhnya yang sedikit berisi. Pria itu benar-benar bisa memilih pakaian yang cantik dan sangat pas di tubuhnya. Clarie meninggalkan apartment Lucas dan kembali ke flatnya. Kurang dari tiga puluh menit taksi yang ditumpangi Clarie sampai ke flat-nya. Gadis itu turun dan langsung masuk ke bangunan bertingkat lima itu dan naik ke lantai tiga di mana tempat tinggalnya berada. Daniele tidak ada di rumahnya saat ini, dia merasa tenang sehingga tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawabnya untuk sahabatnya itu. *** Saat ini Lucas sedang berada di sebuah acara pertemuan keluarga besarnya di kediaman Henderson. Dia sengaja tidak membangunkan Clarie tadi dan membiarkan gadis itu untuk beristirahat setelah malam yang mereka lewati. “Hai, Luke kau datang?” sapa Jessica, adik kandungnya. Lucas hanya menaikan alisnya. “Sendirian?” tanya Jessica lagi. “Seperti yang kau lihat,” balasnya santai. “Nikmati harimu, Luke,” kata Jessica seraya menjauh meninggalkannya untuk menyapa kerabat lainnya. Marion memang jarang sekali menghadiri acara keluarga seperti ini, karena kesibukannya menjadi seorang model ternama sangat menyita waktu wanita itu. Keluarganya pun sama sekali tidak keberatan dengan profesi yang sudah lama digeluti oleh Marion. Sementara Lucas mengikuti apa yang di inginkan keluarganya. “Hai, Sayang.” Rose Henderson memeluk putra sulungnya hangat. “Hai, Ma bagaimana kabarmu?” tanya Lucas pada wanita yang sangat dicintainya itu. “Aku senang kau datang, walaupun tanpa Marion. Omong-omong kapan dia pulang?” Lucas mengangkat bahu. Sejujurnya dia pun belum tau pasti kapan istrinya itu akan pulang, terakhir mereka berbicara melalui telepon itu, Marion mengatakan akan pulang setelah weekend ini. “Mungkin lusa, ” katanya tak yakin. “Mama sudah sangat merindukan dia,” kata Rose dengan senyum mendamba. “Maksudnya Mama tidak akan meminta cucu dari kami, ya, kan?” tuding Lucas. “Ayolah, Luke. Kalian sudah menikah selama dua tahun kenapa masih belum bisa memberi mama cucu yang lucu dan menggemaskan?” Lucas berdecak. “Bukankah Jessica sudah memberikan bayi untuk mama? Apa itu saja masih kurang?” tanya Lucas dengan mata memicing. “Hei! Itu berbeda.” “Apa bedanya?” tantang Lucas. “Ah! Sudahlah mama lelah bila bicara denganmu, biar mama tunggu Marion pulang saja.” Rose melangkah menjauh dari putranya itu. Lucas hanya tersenyum miring karena berhasil mengecoh sang mama. Lagi pula, Marion sama sekali tidak menyukai anak-anak, itu yang dikatakan oleh wanita itu pada tahun pertama mereka menikah. Dan, pernyataan itu mampu membuat Lucas sedikit syok. Dia merasa aneh dengan pernikahan yang di jalaninya selama ini. Dua tahun lalu ... Ayahnya meminta dia untuk menemui gadis yang akan dijodohkan padanya di sebuah restoran mewah. Awalnya Lucas menentang perjodohan itu, dia sempat menolak. Namun, setelah mengetahui siapa gadis yang akan dijodohkan padanya dia langsung ingin menemuinya. Kemudian di sinilah dia, bertemu langsung dengan wanita itu. Lucas memandang sosok wanita bermata hijau itu dengan tatapan yang sama sekali tidak bisa dia artikan. Marion Larsen, seorang model cantik ternama yang wajahnya sudah sering menjadi sampul majalah terkemuka dan sering menjadi bintang tamu di sebuah acara TV, kini duduk di hadapan Lucas membahas tentang perjodohan yang sudah diatur oleh orang tua mereka. “Aku setuju dengan perjodohan ini, tetapi ....” Wanita itu menjeda kalimatnya. “Apa?” tanya Lucas tak sabar. “Biar kutanya dirimu.” “Silakan.” “Apa kau bersedia menerima perjodohan ini?” tanya Marion dengan mimik wajah yang menggemaskan. “Kenapa tidak?” Lucas tau siapa Marion Larsen, seorang model terkenal di negerinya, selain itu ayahnya adalah seorang pengusaha ternama di dalam dan luar kota. Marion cantik dan energik sudah pasti banyak pria yang mengagumi gadis itu tak terkecuali Lucas. “Apa alasanmu menerima perjodohan ini?” tanya Marion lagi. Bagaimana mungkin bila pria itu menerima perjodohan ini? pikir gadis itu. “Aku mengenalmu dan sangat mengagumimu.” “Hanya itu?” tanya Marion lagi. Dia sedikit bangga dengan kejujuran pria itu tentang mengagumi dirinya. “Tentu saja tidak. Aku ingin memiliki keluarga kecil yang sempurna da-” “Tunggu ... tunggu. Keluarga sempurna seperti anak-anak? Begitu maksudmu?” tanya Marion cepat memotong ucapan Lucas. “Benar.” “Aku tidak suka anak-anak, Luke. Dan, aku tidak ingin hamil, apa lagi melahirkan. Tidak!” Lucas mengerutkan keningnya, dia merasa heran dengan gadis ini. Mengapa seorang perempuan bisa menolak hamil dan anak-anak, apakah itu normal? pikir Lucas heran. “Bila kau menyetujui pernikahan ini, kita harus membuat kesepakatan. Bagaimana menurutmu?" tawar Marion. “Kesepakatan macam apa?” tanya Lucas, dia mulai tidak menyukai pembahasan ini. “Kita menikah. Tetapi, kita tidak benar-benar terikat.” Lucas memejamkan matanya lelah. Permainan macam apa lagi ini?! “Dengarkan aku, Luke. Aku sudah memiliki kekasih ....” Pengakuan Marion menyentak kewarasannya. “Kenapa kau tidak mengatakan sejak awal! Kau bisa mengatakan langsung dan menolaknya tidak harus berbelit-belit seperti ini!” hardik Lucas. Dia geram dengan sikap wanita itu yang membuatnya muak. “Masalahnya tidak semudah itu, Luke. Ini rumit dan aku sangat membutuhkanmu. Kita menikah dan aku akan menjelaskan semuanya padamu setelah kita menikah nanti.” “Terserah!” Dan, bodohnya dia mau saja menuruti keinginan wanita itu. ~ Lucas mengendarai mobilnya menuju arah pulang ke apartemen-nya. Dia tau kalau Clarie sudah tidak ada di sana. Bisa saja dia mendatangi tempat tinggalnya dan membuat gadis itu syok ketika mendapati dirinya berdiri di depan pintu flat-nya. Membayangkan itu membuat Lucas tersenyum sendiri. Tapi, tidak untuk hari ini, dia akan membiarkan gadis itu beristirahat setelah dia membuatnya kelelahan tadi malam akibat kecemburuannya terhadap Adam Sandler.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN