5. Sebuah Tawaran

1259 Kata
Clarie sudah berada di taksi yang akan membawanya pulang ke flatnya. Saat ini sudah pukul sebelas siang, dan dia dilanda kelaparan. Tak sampai tiga puluh menit taksi berwarna kuning itu tiba di depan bangunan flat yang sudah empat tahun ini menjadi tempat tinggalnya. Clarie menaiki tangga menuju ke lantai tiga di mana flatnya berada. Gadis itu merogoh kunci dari dalam tas tangannya, bersamaan dengan pintu di depannya terbuka dan menampilkan sosok sahabatnya. “Daniele!” seru Clarie yang kemudian menerobos masuk tanpa peduli dengan raut keheranan dari wajah sahabatnya itu. “Hei! Dari mana saja kau?!” tanya gadis berambut hitam sebahu itu dan terkejut ketika melihat ada banyak tanda merah di sekitar leher sahabatnya. Clarie mengambil air minum seraya mengangkat satu tangannya yang lain meminta wanita di depannya untuk diam sebentar. Daniele melipat kedua tangan di atas perut menunggu penjelasan dari gadis yang sepertinya tengah dehidrasi. Usai meneguk air, Clarie membuka lemari es di belakangnya dan mencari makanan. Dia ingat masih menyisakan roti kelapa yang kemarin sore dia beli. “Apa kalian bermain hingga pagi, dan pria itu tidak memberimu makan, heh?!” sindir Daniele. Clarie menggigit kecil roti dan menaruhnya di atas meja makan, berniat untuk membalas ucapan sahabatnya itu. “Katakan!” titah Daniele tegas. “Kau yang ke mana? Aku mencarimu semalam,” kata Clarie, seraya bertolak pinggang. Daniele melongo. “Kau lupa, aku sudah mengatakan padamu kalau aku turun ke bawah bersama Erick,” ujar Daniele seraya memutar bola mata. “Setelah aku kembali, kau sudah tidak ada. Ronald mengatakan kau ke toilet dan aku mencarimu ke sana tapi tidak menemukanmu. Jadi, siapa di sini yang sebenarnya menghilang?” kata Daniele sebal. Kali ini wanita itu bertolak pinggang. Clarie menggaruk-garuk kepalanya yang tiba-tiba saja gatal. “Kau bertemu seorang pria kah?” Clarie mengangguk mengiyakan. “Siapa?” “Bosku,” jawab Clarie cepat. “What?! Bosmu? Yang benar?” tanya Daniele lagi meminta penjelasan. Clarie lagi-lagi mengangguk. “Jadi, kau berhasil tidur dengan bosmu yang tampan itu?” tanya Daniele dengan nada tinggi. “Bisakah kau kecilkan suaramu, bodoh!” seru Clarie kesal. Daniele hanya terkekeh kecil. “Ceritakan padaku, Clarie. Aku penasaran bagaimana dia bisa menerobos keperawananmu?" Clarie melotot tajam ke arah Daniele yang berucap spontan tanpa menyaring kata-katanya terlebih dulu. “Ck! Ayolah, ceritakan!” “Tidak sekarang.” Clarie kembali mengunyah sisa roti yang tinggal setengah. Mengabaikan kejengkelan Daniele yang memaksanya untuk menceritakan tentang dia dengan bosnya. “Clarie, ayolah!” pinta Daniele memaksa. “Aku mandi dulu,” ucap Clarie seraya melangkah menjauh dari sahabatnya. Clarie memilih berendam di bathub untuk merilekskan tubuhnya. Dipejamkan matanya mengingat kejadian yang terjadi pagi tadi di apartment pria itu yang tak lain adalah bosnya sendiri. Entah bagaimana jadinya bila mereka bertemu di kantor nanti. Gadis itu membenamkan seluruh tubuh hingga kepalanya ke dalam air. Senin pagi yang cerah seakan menyambut hari pertama Clarie menjadi sekretaris pribadi Lucas Henderson. Dia berharap di hari pertamanya tidak mengalami banyak kesalahan, sebisa mungkin dia akan melakukan yang terbaik dan tidak ingin mengecewakan Rebecca. Apa lagi, setelah kejadian kemarin itu sungguh di luar dugaan. Clarie tengah membereskan ruangan Lucas dari berbagai file yang menumpuk, dan merapikannya ke tempat yang sudah tersedia. Sekiranya sudah yakin tidak ada yang mesti di rapikan lagi, gadis itu keluar menuju mejanya untuk menyusun schedule hari ini untuk bosnya. Gadis itu tengah fokus pada layar persegi di depannya, jemarinya menari indah di atas papan keyboard mengetikan sesuatu. Tanpa dia sadari sepasang mata tengah memperhatikannya lama. Lucas sudah berdiri sejak sepuluh menit lalu dan memandangi seorang gadis yang tampak fokus mengetik. Pria itu mengingat kejadian kemarin, terbangun sendirian tanpa adanya Clarie di ranjangnya. Dia juga berniat untuk mengunjungi gadis itu di flatnya, tapi di urungkan khawatir jika akan membuat Clarie shock begitu mendapati dirinya berdiri di depan pintu flatnya. “Selamat pagi Miss. Evans,” sapa Lucas dengan suara baritonnya yang khas. Clarie yang mendengar itu langsung bangkit berdiri meninggalkan ketikannya dengan spontan. “Selamat pagi, Sir,” balas Clarie menatap pria di depannya dengan raut gugup. “Ke ruanganku, sekarang!” titahnya, lalu masuk ke dalam ruangannya tanpa menunggu sekretarisnya. “Baik, Sir,” ucap Clarie pelan. Clarie menarik napas dalam, lalu membuangnya kasar sebelum mengetuk pintu ruangan bosnya. “Masuk!” Clarie menekan handle pintu dan mendorongnya, lalu gadis itu melangkah masuk ke ruangan atasannya. Lucas yang masih duduk tanpa mengerjakan apa-apa langsung memandang Clarie yang melangkah pelan menuju hadapannya. Hari ini Clarie mengenakan kemeja berwarna kuning pudar berlengan pendek dengan kancing yang memanjang. Untuk bawahannya dia memakai rok span di atas lutut berwarna hitam di padu dengan heels hitam setinggi tujuh senti. Clarie bergerak gelisah karena Lucas tengah memindai dirinya. “Duduklah, Miss. Evans,” perintah Lucas. Gadis itu pun menurut dan mengambil duduk di kursi depannya. “Sebelum memulai pekerjaan hari ini, aku ingin menawarkan kontrak kerja padamu,” ucap Lucas datar. Clarie mengerutkan keningnya. “Kontrak kerja? Maksudnya?” tanya Clarie tak mengerti. Lucas menatap lama ke arah Clarie tanpa mengucap apa pun, membuat gadis itu bergerak gelisah di kursinya di tatap intens sedemikian rupa oleh pria yang telah berhasil menikmati keperawanannya. “Aku ingin menawarkan sebuah kesepakatan padamu, Clarie.” Clarie meneguk ludahnya susah payah. Dalam kepalanya mulai bermunculan banyak pertanyaan. “Kesepakatan untuk saling memuaskan satu sama lain,” ucap Lucas. Clarie menahan napas begitu mendengar tawaran pria di depannya. “Clarie?” panggil Lucas, karena gadis itu sama sekali tidak menanggapi ucapannya. “Apa untungnya buat saya?” tanya gadis itu terdengar lancang. “Aku akan memenuhi kebutuhanmu. Seperti, belanja, apartemen, mobil, apa pun itu. Kau bisa sebutkan yang kau mau,” ucap Lucas santai. “Bagaimana dengan istri Anda, Sir?” Lucas menggertakkan rahangnya. Clarie yang melihat itu menyesali pertanyaannya barusan. Lucas bangkit berdiri dari kursinya, lalu melangkah ke arah jendela memandang keluar pada jalanan kota New York yang pagi ini terlihat sangat ramai. Clarie masih bergeming di kursinya dan menatap nanar pada meja bosnya. “Aku dan Marion tidak pernah bersama semenjak menikah.” Clarie tercengang mendengar ucapan pria itu. “Bagaimana mungkin?” Gadis itu membatin. “Pernikahan kami hanya sebuah topeng, demi sebuah bisnis,” ucap pria itu lagi. Lucas membalikan tubuhnya ke arah Clarie, dan bersandar pada jendela. Pria itu lalu bersedekap menatap gadis yang masih bergeming di kursinya. “Bagaimana, Clarie?” tanyanya lagi. “Aku akan menunggu keputusanmu hingga sore ini, bila kau menolak, aku tidak akan menyentuhmu lagi,” tambahnya. Setelah mengatakan itu, Lucas kembali melangkah duduk di kursinya. “Apa jadwalku hari ini, Miss. Evans?” tanyanya kembali formal. Clarie tergagap, tak lama dia pun mulai menguasai keadaan. Gadis itu bangkit dari kursinya, lalu mulai membacakan jadwal untuk hari ini pada bosnya. Clarie menjatuhkan bobotnya di kursi putarnya. Gadis itu mengembuskan napas berat, mengingat penawaran bosnya yang membuatnya tidak habis pikir. “Apa yang harus aku lakukan? Dia hanya memberiku waktu sedikit untuk berpikir. Menyebalkan!” sungutnya kesal. Pukul lima sore, seluruh pegawai sudah meninggalkan kantor. Clarie berjalan mondar-mandir di depan mejanya, dia gugup. Sore ini dia akan menemui Lucas dan menjawab penawaran pria itu. Lucas masih sibuk di depan layar perseginya bermain permainan poker, menunggu jawaban gadis itu. “Masuklah!” titahnya pada si pengetuk. Gadis itu melangkah masuk ke ruangan masih dengan penampilannya yang menggairahkan. Lucas menelan saliva setiap kali berhadapan dengan sekretaris barunya. Apalagi jika mengingat pagi yang mereka habiskan bersama kemarin. “Selamat sore, Clarie,” sapanya ramah. “Aku ingin mengatakan kalau ... aku bersedia menerima tawaran Anda.” Bibir pria itu terangkat membentuk sebuah senyuman tatkala mendengar kesediaan gadis itu pada tawarannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN