Sangat memalukan.
Kening Helena mengernyit dalam dan dia menggigit bibirnya sambil terus meruntuki kondisi fisiknya yang tidak mau diajak kompromi. Bagaimana tidak, perutnya yang sedari tadi memang belum terisi sama sekali dengan mengejutkan mengeluarkan suara keroncongan yang sangat keras dan pastinya bisa didengar oleh pria yang masih berada di sampingnya.
Dan benar saja, pria itu mendengarnya kemudian sampailah mereka di sini. Di sebuah resto dekat hotel berbintang tempat Helena tadi hendak menginap sebelum akhirnya ia sadar bahwa tak membawa uang sepeser pun. Lalu untuk kesekian kalinya pria ini lah yang membantunya. Sudah seperti ini mau tak mau membuat Helena terpaksa menurunkan harga dirinya dengan berhutang kepada laki - laki itu.
Beli makanan_ karena bagaimanapun ia lapar dan nantinya dia harus meminjam uang kepada laki - laki itu untuk biaya menginap. Tidak mungkin bukan dirinya meminta secara cuma - cuma?
Duh benar - benar memalukan. Seumur hidup, ini pertama kali dia berhutang.
Helena menduga bahwa Daniel sekarang pasti sedang menertawakannya dalam hati dan diam - diam pasti menganggapnya menyusahkan.
Benar - benar.
"Tidak diminum?"
Lamunan Helena buyar ketika Daniel tiba - tiba duduk di sebelahnya lalu menegurnya.
Perempuan yang sedari tadi berpikir sembari menggenggam s**u cokelat hangat itu sontak tersentak lalu menoleh dan menjawab, "Menunggu dingin. Masih panas."
"Tapi dokter~" Daniel menimpali. Pria yang sedari tadi mengamatinya itu mengimbuhkan, "Anda tampak menggigil kedinginan. Sebaiknya minum selagi masih panas untuk menghangatkan tubuh."
Kata - kata Daniel barusan itu diucapkan dengan nada biasa yang hangat. Pun dengan ekspresi Daniel yang tenang dan sama sekali tidak terlihat mempunyai maksud apa - apa. Tidak ada gurat matanya yang menyusut atau sudut bibirnya yang berkedut untuk mencemooh. Tetapi Helena yang selalu berpikir negatif pada Daniel menganggap bahwa laki - laki itu sedang ingin meledeknya.
"Panas? Kau ingin membuat bibirku melepuh?"
Kali ini Daniel tersenyum. Entah kenapa dia sama sekali tak sakit hati dengan sikap tak bersahabat perempuan yang berkali - kali ditolongnya. Daniel tiba - tiba mendekat kemudian menyentuh cangkir berisi s**u cokelat yang Helena genggam membuat gadis itu terkesiap.
"Dokter, jika ini benar - benar panas_ anda tak akan menggenggamnya seperti ini bukan?"
"Ini hangat."
Benar, s**u ini hangat. Helena merasa tertohok, apalagi dia sempat tersentak ketika Daniel tiba - tiba menyentuh cangkirnya_ yang ia pikir laki - laki itu sengaja untuk menyentuh tangannya.
Helena tidak bisa berkata apa - apa lagi dan pada akhirnya perlahan meneguk s**u cokelat itu dengan nikmat. Lalu saat sandwich pesanannya tiba_ dia menahan lidahnya untuk tak tertelan. Bersikap elegan di depan laki - laki asing tentunya harus ia lakukan apalagi setelah beberapa insiden memalukan yang tak sengaja ia tunjukan kepadanya.
Tidak ada yang tahu bagaimana jalan pikiran laki - laki itu sekarang padanya. Setelah malam bersama yang intens dulu, hanya ada dua kemungkinan yang ada di pikiran semua pria yang secara tak terduga bertemu lagi dengan pasangan one night stand mereka. Pertama akan acuh tak acuh alias tak peduli. Atau kedua membuat sebuah kesempatan dalam kesempitan dengan artian tertentu.
Dia harus tetap waspada.
"Berapa?"
"Lima puluh dollar, tuan."
Lamunan Helena buyar ketika mendemgar percakapan antara pelayan resto dan Daniel. Tanpa sengaja dia melihat Daniel membuka dompetnya dan mengetahui hanya ada tiga lembar uang di sana.
Laki - laki itu sempat diam sejenak sebelum kemudian memgambil selembar uang lalu memberikannya kepada pelayan resto.
"Makanlah dokter!" Daniel menuntun sambil tersenyum ke arah Helena dan perempuan itu mengerjap sebelum kemudian melengos lalu segera menyambar sandwichnya. Daripada perutnya tiba - tiba berbunyi lagi, dia memutuskan harus segera mengantisipasinya dengan cara mengisinya secepat mungkin.
Sementara itu Daniel hanya memandangi Helena kemudian menarik sudut bibirnya saat perempuan itu tengah tersedak makanannya.
"Pelan - pelan dokter!"
Helena tak menanggapi. Memilih berkonsentrasi pada makanannya meskipun dalam hatinya kembali malu luar biasa.
Dia adalah Helena Brooks. Puteri pemilik rumah sakit Brooks yang terkenal di kota ini. Dia harus bersikap elegan dan terhormat. Akan tetapi hari ini rasa - rasanya tingkahnya sudah sangat konyol.
Memalukan. Benar - benar memalukan.
Helena terus meruntuki dirinya. Akan tetapi karena sudah terlanjur kepalang basah, perlahan - lahan ia mulai menurunkan egonya.
Daniel menggeleng kecil dan tersenyum di balik mata abu - abunya yang tampak cerah. Lelaki itu kemudian menikmati secangkir kopinya sambil menunggu perempuan itu menghabiskan makanannya.
"Jika masih ingin, anda bisa tambah lagi dokter!"
Tawaran itu membuat Helena nyaris tersedak makanannya. Wanita itu mendongak menatap Daniel yang memasang ekspresi biasa saja sebelum kemudian menggeleng.
"Tidak." Bagaimana aku bisa tambah, jika kau hanya punya dua lembar uang di dompetmu. Bisa - bisa uangmu habis hanya untuk makan dan tidak bisa untuk biaya menginap. Ini tempat mewah dan pasti biayanya akan sangat mahal tahu?
Helena berkata dalam hati. Dia mendengkus, sementara Daniel masih tampak santai.
"Tidak apa - apa dokter! Aku memberikannya gratis."
Helena langsung menatap Daniel galak, "Dokter, dokter, dokter. Namaku bukan dokter." Jawab Helena ketus.
Kali ini Daniel terkekeh, dia bertopang dagu menatap Helena, "Kalau begitu aku akan panggil namamu."
"Lena bagaimana?"
Deg.
Mata Helena melebar. Jantungnya seolah disentak. Panggilan itu terasa familiar sekali. Mengingatkannya kepada kekasihnya. Jack_ pria yang sudah lama tiada.
Jack juga biasa memanggil dirinya dengan Lena. Nama belakangnya.
"Dokter Helena. Bisakah aku memanggilmu dengan Lena?" Tanya Daniel sekali lagi dan sedetik kemudian Daniel terkesiap saat bulir bening tiba - tiba jatuh dari mata gadis itu.
"Dokter, anda baik - baik saja?" Daniel bertanya khawatir. Tetapi Helena segera menggeleng kemudian mengusap air mata yang tanpa sadar jatuh membasahi pipinya.
"Ahh, tidak! Aku tidak apa - apa. Hanya kaki ku tiba - tiba sangat sakit." Jawab Helena bohong. Wanita itu lalu berdiri diikuti Daniel yang juga beranjak dari kursinya.
Mengenang Jack_ hatinya selalu saja perih.
"Bi... Bisakah antar aku ke hotel sekarang?"
Daniel mengangguk tanpa bertanya lagi. Lalu hati - hati menuntun Helena yang berjalan tertatih. Namun saat hendak masuk ke lobby Hotel, Helena segera menarik lengan baju Daniel kemudian berkata,
"Jangan di sini!"
Daniel menoleh lalu mengernyit, menunggu Helena menyelesaikan ucapannya.
"Ke hotel lain yang lebih sederhana." Imbuhnya. Ya, bagaimanapun dia tidak mau lebih merepotkan daripada ini. Lagipula dia juga tahu bahwa laki - laki itu tidak memiliki banyak uang. Dan menginap di hotel ini tentunya bukan pilihan yang tepat apalagi dirinya harus meminjam uang bukan hanya sekedar untuk menginap saja melainkan untuk ongkosnya besok ketika dia memutuskan untuk pulang.
***