Tawa renyah itu terdengar di sepanjang koridor. Perempuan yang duduk menyilangkan sebelah kakinya dengan cantik di atas meja itu bertepuk tangan dengan riang. Sesekali ia mengusap iluh matanya yang nyaris keluar ketika tawanya terus menggema.
“Menggelikan.” Sheila tampak sangat terhibur, “Ekspresi kakak saat berduaan dengan calon suaminya benar - benar menarik. Hahaha.” Dia masih terus mengingat bagaimana reaksi kakak tirinya itu saat Peter mulai bekerja di rumah sakit serta hari - hari dimana lelaki itu terus berusaha untuk mendekatinya serta menarik perhatian kakaknya membuatnya benar - benar terpingkal.
Ia merasa hal itu adalah tontonan menarik. Dirinya sudah menduga bahwa setelah kabur, kakak yang berbeda ibu dengannya itu tidak akan langsung pulang ke rumah dan lebih memilih datang ke rumah sakit. Ia sendiri yang tak jarang mampir ke rumah sakit untuk mengunjungi suaminya juga sengaja datang untuk melihat muka Helena yang syock dan pastinya terganggu lantaran tiba - tiba Peter bekerja di sana.
“Lalu apa? Mencari sendiri?” Sheila bertanya dengan semangat meremehkan, “Kakak bilang akan menikah tetapi mencari sendiri?”
“Mana bisa?” Hahaha… kembali, Sheila tertawa. Tampak sangat jelas sebuah ketidak percayaan dibalut ejekan. Dia tadi pulang lalu mendengar gosip dari para pekerjanya bahwa Helena dan ayahnya bertengkar hebat kemudian pertengkaran itu berakhir dengan kakaknya yang memastikan bakal menikah.
Sang ibu yang duduk di sofa terdekat hanya terdiam tenang menatap puterinya sembari meneguk anggur favoritnya, sementara puterinya masih terus tertawa dengan bahagia sampai sebuah suara menyentak atensi keduanya, dan Sheila seketika menghentikan tawanya lalu bangkit dari meja menyambut suaminya.
“Sayang, kamu sudah pulang.” Sambut Sheila sembari merangkul lengan suaminya lalu menciumnya mesra. Akan tetapi suaminya malah mendengkus dan melengos mengabaikan sambutan hangat istrinya. Alex hanya berlalu pergi begitu saja setelah menyapa ibu mertuanya.
Dan tentu saja hal itu membuat Sheila kesal. Dia pada akhirnya mengejar suaminya yang tengah menaikki tangga.
“Ada apa denganmu sayang?”
Alex melirik sekilas Sheila, “Kau yang ada apa.” Setelah masuk ke kamarnya, pria itu melepas jas yang dipakainya kemudian menyelampirkannya ke gantungan.
“Aku? Kenapa denganku?” Kening Sheila mengkerut. Dia mendekati suaminya yang baru akan melepas kancing kemejanya.
Alex mendengkus. Dia balik menatap Sheila dengan ekspresi yang membuat wanita itu tidak nyaman.
“Apa kau begitu senang menertawakan orang lain seperti itu?” CK. Alex berdecak. Pria itu kemudian berjalan ke arah kamar mandi.
“Memangnya kenapa? Apa masalah?” Sheila setengah berteriak. Sementara Alex menghentikan langkahnya_ melirik Sheila sekilas sebelum kemudian kembali berjalan memasuki kamar mandi lalu menutupnya mengabaikan pertanyaan kesal istrinya.
Di sana Sheila menggigit ujung bibirnya sembari mengepalkan tangannya kesal.
Dia sebenarnya bisa menebak mengapa suaminya tiba - tiba terlihat jengkel. Akan tetapi hatinya menutupi itu, bahwa semua ini karena Helena. Fakta bahwa sebelum mereka menikah suaminya serta kakak tirinya itu pernah menjalin kedekatan membuatnya cemburu.
Akan tetapi, Alex_ dokter idola di rumah sakit itu kini telah menjadi miliknya membuatnya bungah. Dia merasa di atas angin.
Bagaimanapun sekarang, apapun yang terbaik telah berbalik menjadi miliknya. Bukan Helena.
Perempuan itu pantas mendapatkan yang lebih rendah darinya.
***
Sebenarnya jika Helena mau, dia bisa memperoleh pria manapun dalam waktu dekat. Dia tidak jelek, tubuhnya bagus, kulitnya terawat, meski ada yang lebih cantik daripada dirinya, tetapi Helena memiliki paras yang tidak bisa membuat orang berpaling. Hanya saja dirinya sangat enggan. Terlebih dia juga menjadi sedikit galak terutama pada lawan jenis. Mungkin apa yang dikatakan orang - orang padanya itu benar, bahwa dia belum bisa move on dari kekasihnya dulu, yakni Jack.
Helena duduk terpengkur di sebuah cafe. Seorang pelayan wanita datang kemudian meletakkan jus wortel yang ia pesan pun dengan cappucino panas yang dipesan oleh pria yang kini duduk di depan Helena.
Sang pelayan wanita itu mengerutkan keningnya saat menatap Helena, namun dia tidak mengatakan apapun dan memilih pergi untuk melanjutkan pekerjaannya kembali.
Ya, kalau dihitung sepertinya ini sudah ketujuh kali perempuan itu mengunjungi cafenya. Bisa siang, sore, atau kebanyakan malam hari seperti sekarang ini. Hanya saja dia merasa laki - laki yang datang bersama perempuan itu berbeda dari sebelumnya.
Ahh… tidak perasaannya, tetapi ini benar - benar perempuan yang sama tetapi dengan laki - laki yang berbeda. Sang pelayan wanita itu membatin dan menggeleng tak kentara.
‘Perempuan sekarang benar - benar ya.’
“Lalu, bagaimana tentangmu?”
Suara lelaki di depannya menyentak lamunannya. Helena mengerjap sebelum kemudian meraih gelas jusnya lalu menyeruputnya sejenak, “Ahh… ya. Tidak ada yang spesial mengenai diriku.” Balasnya. Sebenarnya dia agak malas melakukan kopi darat seperti ini. Jika bukan karena usulan temannya dan juga janjinya pada ayahnya, Helena dangat enggan berkencan buta. Mengenal pria - pria random yang bahkan sebenarnya dia tidak tertarik.
Ini sudah ketujuh kalinya dalam beberapa hari ini dia melakukan kencan buta. Pria - pria yang ditemuinya itu merupakan rekomendasi dari berbagai pihak. Tentunya pihak dari Gisel_ teman dekatnya. Hanya saja Gisel selalu mengatakan bahwa,
‘Anak teman ibuku masih lajang dan mencari istri. Dia baik, kebapak’an.’ lalu dia juga berkata, ‘Ini_ temannya dari kenalanku. Ketemu di aplikasi kencan. Model, katanya dia cukup tampan. Cocok denganmu.’
‘Teman kantor suamiku ada yang masih lajang. Namanya Felix_ dari fotonya dia cukup bagus_ tinggi tegap dan berotot. Hot sekali bukan?’ Ujar Gisel semangat menunjukkan foto teman sekantor suaminya.
‘Memang aku belum pernah bertemu dengannya tetapi kata suamiku dia baik.’
‘Lalu ini Samuel. Dia terlihat rapi, pengacara. Tidak jelek kan. Anak tunggal lagi. Pasti cocok denganmu.’ dan masih banyak lagi.
Begitulah kata - kata sahabatnya itu setiap merekomendasikan laki - laki padanya. Tetapi dari semua yang dia temui, tidak ada yang membuatnya tertarik. Malahan merasa hampir sebagian dari pria - pria itu tidak ada yang beres.
Pria pertama yang direkomendasikan Gisel sebagai karakter kebapak’an ternyata adalah duda cerai dengan empat anak. Tak perlu berpikir lagi, Helena langsung mencoretnya dari daftar.
Duda dengan anak sebenarnya sedikit tak masalah kalau satu atau dua. Akan tetapi yang membuatnya masalah ialah status cerai. Tidak ada yang tahu sebab mereka cerai. Yang bermasalah bisa jadi pihak wanita atau malah pihak laki - lakinya bukan?
Lalu laki - laki kedua yang berprofesi sebagai model adalah tipe pria yang narsistik. Sangat membuatnya ilfill. Kemudian pria ketiga si Felix_ yang dikatakan Hot memang memiliki penampilan tinggi tegap dan berotot. Saking berototnya Helena sampai ngeri jika membayangkan dipeluk laki - laki itu dengan badannya yang luar biasa kekar. Ibaratnya dia adalah kelinci yang mungil kemudian bersama dengan kanguru raksasa pasti dirinya akan remuk berada dipelukkannya. Apalagi ternyata laki - laki itu lebih tertarik pada laki - laki juga.
Heuuu…
Lalu pria keempat adalah laki - laki tua m***m yang tidak tahan menikah untuk yang ketiga kalinya. Kemudian dia bertemu dengan pria yang lebih muda darinya. Saking mudanya dia masih kuliah di semester enam. Hell…. Gisel benar - benar laknat.
Dirinya bukan tante - tante yang akan berkencan dengan pria yang usianya seperti keponakannya sendiri.
Lalu pria keenam adalah pria yang lebih tua dua tahun darinya. Dari fotonya dia lumayan, tetapi pada kenyataannya pria itu….
Helena sampai membatin. ‘Apakah dirinya sangat jelek hingga temannya mengenalkannya dengan pria ini?’ Lebih dari itu dia memiliki kepribadian percaya diri luar biasa. Sebelas dua belas dengan Peter hingga membuatnya risih.
Benar - benar tidak ada yang beres. Helena sampai ingin menyurutkan langkahnya. Tetapi memikirkan konsekuensinya membuatnya tetap harus berusaha mencari pasangan sendiri. Pada akhirnya untuk ke-tujuh kalinya, di tempat yang sama dengan minuman yang sama dia menghadiri kencan. Malas sekali mencari cafe lain.
Pria ketujuh ini adalah Samuel_ si pengacara. Setidaknya dia cukup bagus dari yang lainnya. Kelihatannya normal.
“Hmm…. kok tidak ada yang spesial?” Lelaki itu menegakkan punggungnya. Mengatur dasinya yang sudah terpasang rapi. “Katanya kau dokter.”
Helena nyaris tersedak minumannya sendiri. Selama kencan berlangsung, dia tidak pernah mengijinkan siapapun termasuk Gisel untuk menyebutkan profesi sebenarnya. Tetapi laki - laki ini tahu kalau dia dokter. Hmmmm… pasti mulut Gisel mulai ember.
Helena terpaksa mengangguk, “Ya, begitulah.”
Senyum laki - laki itu mengembang bersamaan dengan jawabannya. Pria itu lalu mencondongkan tubuhnya dengan sikap bersahaja, “Kau bekerja di rumah sakit B Hospitol sekaligus puteri pemilik rumah sakit itu kan?”
Helena mengernyit. Tetapi dia tidak membantah.
Lelaki itu tampak semangat, “Dan aku adalah pengacara. Orangtua ku memiliki firma hukum, aku di sekolahkan di universitas luar negeri bergensi dan aku anak tunggal.”
Sebelah alis Helena terangkat. ‘Lalu?’ Batinnya.
“Aku dibesarkan dari keluarga terhormat. Menjunjung adat istiadat dan sikap keanggunan yang elegan. Dan tentunya tak sembarangan bertemu dengan orang.”
Helena tidak mengerti apa maksudnya.
“Selama tiga puluh tiga tahun hidupku dengan silsilah keluarga seperti itu dan pekerjaan yang bagus, tidak sedikit wanita yang mengejarku.”
Helena hanya menyimak.
“Tetapi aku belum menemukan yang pas.” Jeda sejenak laki - laki itu kembali merapikan jasnya yang sudah rapi, “Namun tidak kali ini, sepertinya kita akan cocok.” Ucapnya.
“Kau adalah anak pemilik B Hospitol. Sementara aku adalah anak pemilik salah satu firma hukum. Kau dokter, aku pengacara. Sama - sama memiliki pekerjaan yang bagus. Lalu kelak aku akan mewarisi firma hukum orangtuaku sementara kau pasti juga akan mewarisi rumah sakit ayahmu kan. Jadi~” Laki - laki itu bertepuk tangan sekali seolah idenya brilian.
“Kita sangat cocok. Terlebih nilai wajahmu 8,5 masih di atas standar. Ibuku juga akan suka. Kau juga berasal dari keluarga yang layak.”
Baiklah. Helena sudah bisa menangkap apa maksud pria ini.
Sudut bibir Helena kemudian terangkat, dia menyandarkan punggungnya tenang, “Ya, kau benar. Tetapi perlu kau tahu bahwa wajahku ini sebenarnya tidak alami. Aku sudah melakukan operasi berkali - kali dan rencananya aku akan melakukannya lagi. Mempermak habis semuanya supaya seperti barbie.”
Pria di depannya tampak ternganga.
“Dan aku bukan wanita yang baik. Aku suka keluar masuk bar, berpesta ria, pecandu alkohol. Dengan kata lain aku sama sekali tidak elegan.”
Wajah pria di depannya menjadi tidak nyaman.
“Lalu perlu kau ketahui bahwa B Hospitol tidak seperti dulu. Rumah sakit ayahku sebenarnya mempunyai masalah keuangan.”
“Bahkan kami harus menjual beberapa aset dan berhutang ke sana - kemari untuk mencari dana.” Helena lalu bertepuk tangan sekali kemudian tersenyum, “Dan kau_ memang cocok sekali untuk mengatasi masalahku.”
“Dengan kita menikah, tidak hanya rumah sakitku yang selamat bahkan masa depan keturunanku juga akan selamat karena wajah mereka kelak tidak akan menjadi buruk. Setidaknya perpanduan antara diriku di masa lalu dengan dirimu yang bagus ini.”
“Dan~”
“Cukup!” Pria bernama Samuel itu seketika menghentikan kalimat apapun yang masih Helena ingin ucapkan. Tidak tahan. Wajahnya tadi sudah semakin pias seiring pengakuan demi pengakuan Helena.
“Ku rasa hari ini sampai di sini. Aku ada pertemuan penting.” Laki - laki itu berdiri, mengetatkan dasinya lagi yang sebenarnya sama sekali tidak longgar. “Minuman ini aku yang akan membayarnya.”
Pria itu kemudian melangkah, tetapi sebelum pergi dia kembali berbalik menatap Helena.
“Dan jangan hubungi aku! Oke! Sampai jumpa.” Ahh… tidak selamat tinggal lebih tepatnya. Batin lelaki itu dalam hati. Tidak mau berurusan lagi dengan wanita buruk yang bahkan ternyata tidak sederajat dengannya.
Helena menghela nafas. Dia tersenyum lega. Akhirnya pria matrealistik itu pergi darinya. Dan tentu saja apa yang ia katakan tadi sebagian adalah kebohongan seperti halnya wajahnya yang mendapat operasi.
CK. Benar - benar tidak ada yang beres.
Sementara itu di belakang kursinya_ sedari tadi duduk seorang pria. Sudut bibirnya terangkat ketika tak sengaja mendengar segala ucapan pengunjung yang juga duduk membelakingi dirinya.
Daniel tentunya bisa menebak siapa pengunjung perempuan itu.
Dokter dan juga puteri dari B Hospital.
Helena.
“Kau benar - benar pecandu alkohol ya?”
Suara itu sontak menyentaknya membuat Helena kaget luar biasa.