8. Firasat Buruk (A)

1606 Kata
Entah kenapa firasatnya mendadak menjadi semakin tidak enak. Helena berjalan memasuki rumah sakit dan disambut dengan tatapan terkejut para pekerja 'B Hospital_ rumah sakit tempatnya bekerja sekaligus rumah sakit milik keluarganya. Tak peduli beberapa pasang menatapnya dengan ekspresi seperti itu, Helena terus melangkah memasuki ruang kerjanya di lantai dua. Dia sudah bisa menebak, bagaimanapun berita mengenai kaburnya dirinya dari pertunangan itu sudah merebak dan pastinya menimbulkan sebuah headline news ke seluruh rumah sakit ini. 'Helena Brooks telah membuat malu muka ayahnya.' Begitu mungkin judul berita piciknya. Orang - orang tidak akan menyoroti hal utama yakni fakta bahwa dirinya tidak tahu mengenai pesta pertunangan yang tiba - tiba terjadi di tengah acara pesta peresmian. Bagaimana pun Helena juga tahu bahwa Grup Parmas merupakan salah satu Mitra penting ayahnya. Oleh sebab itu berita seperti ini pasti akan tersebar begitu cepat dan dia akan menjadi orang yang paling disalahkan. Apalagi orang - orang yang menghormati ayahnya dan mendukungnya sangat banyak. Mungkin hampir seluruh rumah sakit ini mengingat reputasi ayahnya yang sangat baik. "Astaga Helen. Itu kau?" "Kau kemana saja?" Seorang dokter wanita berambut sebahu berteriak histeris menghampiri Helena. Perempuan itu terbelalak melihat penampilan rekannya yang tampak.... Seperti gelandangan. Helena mendengkus, "Menurutmu?" "Kau tahu ayahmu mencarimu kemana - mana. Bahkan malam - malam orang - orang suruhan ayahmu menyatroni rumahku lalu memberondong banyak pertanyaan. Tak hanya itu mereka juga memaksa masuk rumahku tahu? Menggeledah rumahku. Mereka kira aku menyembunyikanmu." "Anakku sampai menangis ketakutan." Ocehan Gisel hanya dibalas dengkusan olehnya. Setelah berhasil membuka pintu ruangannya, Helena segera melepas jaket yang sedari tadi ia kenakan kemudian melepas gaun yang sudah satu harian lebih ia gunakan. "Kau benar - benar tidak seperti Helena yang ku kenal." Komentar Gisel mengikuti Helena masuk ke ruangannya. Ya, Helena yang ia kenal selalu berpenampilan rapi, modis dan tampak selalu segar. Berbeda dengan Helena yang sekarang. Gaun wanita itu terlihat kusut, rambut panjangnya yang bergelombong dan selalu halus serta wangi entah kenapa kini juga terlihat lepek. Dan yang lebih membuatnya kentara ialah Helena yang sedari tadi berjalan sambil menenteng sepatu hillnya tanpa mengenakan alas kaki apapun. Ada perban yang membalut telapak kaki kanan wanita itu. "Apa kau habis berlari - lari melewati hutan belantara?" "Hahaha. Imajinasimu masih sangat bagus." Helena tertawa datar menanggapi berondongan pertanyaan kawannya yang cerewet itu, "Aku kabur dari pesta dan menginap di hotel tanpa membawa apapun." Malah rencananya dia ingin menginap selama dua hari. Tetapi dia mendapat firasat yang buruk apalagi hotel tempatnya singgah sangat tidak nyaman ditambah dengan fakta bahwa dirinya sama sekali tak membawa pakaian ganti. Helena kemudian membuka almari lalu mengambil pakaian yang sempat ia simpan sebagai cadangan jika dirinya terkena sift malam. Helena bersyukur bahwa dia menyimpan beberapa pakaian ganti di rumah sakit ini. Wanita itu tanpa memedulikan ocehan temannya pergi ke kamar mandi membersihkan tubuhnya. Beberapa menit kemudian Helena sudah kembali segar dan wanita itu menyimpit saat rekannya masih berada di ruangan kerjanya. Duduk santai sambil mengotak - atik majalah. “Haa, apa kau tidak punya kerjaan?” Yang diajak bicara nyengir, “Nanti. Sekarang aku lebih ingin mendengar ceritamu. Ayo ceritakan apa yang terjadi kemarin? Ayo ceritakan! Ceritakan!” Gisel menutup majalah lalu mendekat heboh memaksa temannya itu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat heboh rumah sakit hanya dalam waktu kurang dari dua hari. Helena menghela nafas. Dia duduk merebahkan punggungnya yang terasa kaku, “Aku yakin kau sudah mendengar ceritanya.” “Tapi aku ingin mendengarnya secara langsung darimu.” Jeda sejenak Gisel menambahkan, “Aku yakin ceritanya akan sedikit berbeda dari berita yang tersebar.” Sebelah alis Helena terangkat. Dia menoleh menatap sahabatnya, “Memangnya berita apa yang tersebar?” “Kau telah membuat malu keluargamu di depan umum.” Benar kan dugaanannya. “Ya, itu benar.” Helana tak menampik. Gara - gara dirinya kabur, ayahnya pasti sangat marah. Ahh.. ketimbang marah, perasaan malu jauh lebih besar. “Haa… jadi itu benar? Kau dengan tega kabur saat acara pertunanganmu berlangsung? Oh ya ampun Helen… kau benar - benar ya!” Gisel menggeleng tak habis pikir. Sahabatnya ini memang adalah tipe keras kepala dan perempuan independen yang kaku tetapi dirinya tak menyangka bahwa sahabatnya itu bisa melakukan tindakan yang membuat malu keluarga besarnya. Bagaimanapun orang - orang kaya seperti mereka sangatlah menjunjung kehormatan keluarga dan sebisa mungkin bersikap sopan walaupun sebenarnya dalam lubuk hati sangat enggan. Hal itu guna menjaga martabat, harga diri keluarganya di depan kalayak. Terlebih di depan kolega - kolega penting. Seharusnya Helena tidak perlu bertindak kekanakan seperti itu. Jikalau dia tidak mau, bukankah seharusnya dia menolak sebelum acara itu? “Mereka yang lebih dulu membuatku malu.” Helena menjawab dengan raut kecewa yang tak ditutupi, “Mereka menjebakku.” “Apa maksudmu?” Lalu Helena menceritakan semuanya. Tentang acara peresmian perusahaan yang tiba - tiba berubah menjadi acara pertunangan. Helena bahkan tidak tahu sebelumnya kalau akan ditunangkan pada malam itu. Dan dirinya bahkan tidak tahu akan bertunangan dengan siapa. Sebelumnya dia hanya tahu nama pria yang hendak dijodohkan padanya, tanpa tahu seperti apa penampilannya, wajahnya dan sebagainya. “Astaga, astaga. Jadi seperti itu? Ku pikir kau sudah tahu sebelumnya kalau itu adalah pesta pertunanganmu juga. Kalau begitu keluargamu benar - benar…” Kini Gisel menggelang tak habis pikir dengan cara pikir orangtua sahabatnya. “Dan apa kau tahu siapa pria yang dijodohkan denganku?” Helena menoleh menatap Gisel yang memandangnya serius, “Dia adalah Peter.” “Peter?” Gisel menelengkan kepala tak mengerti. Namun sedetik kemudian sebuah suara ketukan pintu menyentak atensi keduanya. Gisel yang berseru agar siapapun yang di sana untuk masuk. Dan begitu pintu terbuka, mata keduanya langsung membeliak terkejut saat seorang pria sudah berdiri di depan ruangan dengan sebucket bunga serta senyuman lebar menghiasi wajahnya. “Halo Lena. Akhirnya kau kembali.” Jantung Helena seperti disentak dan Gisel memutar kepalanya menatap rekannya tak percaya, “Hah.. Peter? Peter yang ini?” Sekarang Gisel menyimpulkan bahwa ayah Helenalah yang benar - benar sudah gila sekarang. *** Peter Hopskin. Dahulu ketika Helena masih belia ada sebuah peristiwa yang sangat menghebohkan. Awalnya masih berada di hal - hal kecil yang biasa, tetapi makin lama hal kecil itu semakin besar dan melebar. Love. Love. Love. Seseorang selalu menyukai setiap status yang ia unggah pun dengan foto yang selalu ia uplod ke akun sosmednya. Sebagaimana remaja pada umumnya, Helena juga aktif ke dalam jejaring sosial. Bencengkerama dan saling bertukar cerita bersama teman - temannya. Helena dulu merupakan salah satu siswi populer. Jadi tak heran bila banyak sekali orang yang menginginkan pertemanan dengannya pun juga menyukai serta berkomentar di setiap apapun yang ia unggah. Tetapi Helena juga bukan wanita narsis. Hanya menanggapi hal - hal yang perlu ditanggapi sebagai sopan santun dan enggan menanggapi setiap pesan yang masuk ke akunnya terlebih orang yang tidak ia kenal. Hingga perlahan - lahan pria - pria asing yang ingin mengenalnya menjadi sedikit menjauh. Tetapi tidak dengan akun bernama Mr.P dengan foto bunga Lily. Bunga favoritnya. Helena bahkan tidak tahu sejak kapan mulai berteman dengan Mr. P itu, namun yang jelas Mr. P selalu menyapanya. “Helen.” “Bagus sekali.” “Cantiknya.” “Kau pantas memakai warna apapun.” Puluhan emoticon love dan emoticon smile membanjiri komentarnya pun dengan kolom inbox. Kening Helena berkerut. Meski tak jarang ia tanggapi, ‘Mr. P’ itu akan selalu ada setiap dirinya online. Ada kalanya Helena akan membalasnya seperti menlike balik maupun mengucapkan terimakasih sebagai timbal balik seseorang mau mengapresiasi apa yang dia posting. Tetapi makin lama, hal seperti ini membuatnya tidak nyaman karena pesan - pesan yang Mr.P kirimkan padanya semakin aneh. Seperti kata - kata romantis, kalimat pujian yang terlalu, menanyakan kabar seolah mereka sudah kenal dan terlebih kalimat - kalimat perhatian yang membuat dirinya merasa geli sendiri. Dan yang paling ekstream Mr. P ini entah kenapa seolah tahu segala macam aktivitasnya. Oleh karena itu Helena memutuskan untuk hiatus sementara dari sosmednya sampai dirinya masuk ke universitas. Tahun pertama dan kedua semua berjalan lancar dan masih terlihat baik - baik saja. Akan tetapi menginjak tahun ketiga, sesuatu yang membuatnya tidak tenang hadir. Sekuntum bunga mawar selalu berada di lokernya setiap pagi pun dengan sebuah surat pernyataan. Helena mencoba mengabaikan, karena fokusnya adalah belajar. Tetapi kemudian saat dirinya berada di kantin bersama temannya, datanglah seorang pemuda yang dengan percaya diri berdiri di depannya kemudian menyodorkan sebucket bunga mawar dan lily ke arahnya. Pria itu tersenyum dan berkata, “Halo Helen, apa kabar? sudah lama aku menyukaimu. Jadi maukah kau berkencan denganku?” Hal itu tentu saja membuat heboh seisi kampus. Helena hanya bisa melongo tak habis pikir dan dirinya pada akhirnya menolak ajakan lelaki itu dengan sopan. Akan tetapi rupanya hal itu tidak akan menjadi yang terakhir kali. Ini hanyalah permulaan. Lelaki yang diketahui bernama Peter itu menjadi begitu gencar untuk menyatakan cinta padanya bahkan tak tanggung - tanggung di depan seluruh mahasiswa membuat kehidupan Helena terganggu. Dan dari sini Helena baru mengetahui bahwa Peter merupakan pemilik akun Mr.P. Jadi sudah lama Peter menargetkannya? Helena bahkan tidak habis pikir ketika dirinya tengah berjalan - jalan bersama temannya, lelaki itu selalu mengirim pesan padanya dan kali ini berkata. “Potongan rambut itu cocok sekali denganmu, kau tampak sangat cantik.” Tubuh Helena menegang. Manik kelamnya sontak memutar pandang dengan was - was. Tiada yang tahu dirinya pergi ke mall memotong rambut dengan Gisel. Tetapi kenapa dia bisa tahu? Lebih dari itu dari mana lelaki itu tahu nomernya? Tak berselang lama, sebuah pesan muncul kembali. Kali ini bukan kata - kata, melainkan sebuah foto. Foto dirinya yang tengah terkejut mentapi layar ponsel. ‘Meski terkejut wajahmu masih terlihat cantik, my Prince.’ Gisel yang melihat itu sontak ikut bergidik, “Apa - apa’an dia? Helen, ini sudah meresahkan.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN