Kania merenungi nasibnya ketika ruang BK sepi. tak ada guru lain, tak ada siswa yang butuh bimbingan. Dia sendirian sekarang. Setiap hari dia menerima bunga dari Juna. tapi tak pernah sekalipun dia membawanya pulang apalagi untuk disimpan. satu-satunya tempat untuk bunga itu adalah tempat sampah. Bagi Kania tidak ada yang lebih pantas dari tempat sampah untuk pemberian orang yang b***t seperti Juna. Haruskah Kania memaafkan kesalahan Juna? Kania akan menjawabnya dengan tegas "TIDAK AKAN".
"Siang bu Kania.." mang udin tiba-tiba saja berdiri dipintu masuk.
"eh.. iya mang ada apa?" Kania terbangun dari lamunannya.
"Bu Kania ini dapat surat dari laki-laki bu. tapi dia tidak mau menyebutkan namanya"
"Terimakasih mang.maaf ya merepotkan."
"tidak apa-apa bu Kania"
Kania membuka amplop berwarna coklat. didalamnya ada sebuah surat.
"Aku tunggu jam 4 sore di restoran depan sekolahmu. aku hanya ingin menjelaskan semuanya Kania.tolong berilah kesempatan padaku. semoga tidak ada kata terlambat untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku. tapi jika kamu ingin bertemu di tempat lain silahkan hubungi aku di no.0817xxxxxxx. Jika kamu tidak datang jangan salahkan jika besok aku terpaksa menemui di sekolah"
Kania meremas surat itu. laki-laki itu beraninya mengancamnya.
"coba saja kalau dia berani datang ke sekolah. sampai kapanpun aku tidak akan menemuimu Juna"
ucap Kania dalam hati.
Jam pulang sekolah telah tiba. Kania bergegas pulang sebelum Juna nekat menemuinya di sekolah. sampai kapanpun dia tidak akan memaafkan Juna. kalau bukan karena Juna yang memperkosanya, segala kerumitan dalam hidupnya tidak akan terjadi. Tapi Kania lupa bahwa sebagian rizki yang ia terima adalah karena kehadiran anak. dia belum bisa menerima takdirnya sepenuhnya. Kania berjalan menuju tempat biasa angkot menunggu penumpang.
Juna tahu kalau Kania tidak akan mau menemuinya. oleh sebab itu hari ini dia sengaja membawa motor untuk membuntuti Kania. dari kejauhan dia mengamati pergerakan Kania. Dia melihat Kania naik angkot. Juna buru-buru mengambil motornya.wajahnya ditutup helm dan masker. Setelah perjalanan kira-kira lima belas menit angkot menurunkan Kania di depan gang sempit. untuk menuju ke kontrakan, Kania menggunakan ojek. Juna tetap menjaga jarak aman agar tidak terlihat oleh Kania. untuk beberapa saat ojek itu berhenti didepan sebuah rumah. tiba-tiba ada anak kecil kira-kira berumur 8/9 tahunan, memeluk Kania dan menciunnya.
Deg...
Tiba-tiba jantung Juna berdetak keras. ada rasa haru ketika melihat kebersamaan Kania dan anak kecil itu. dalam hati Juna berkata " Apa itu anak Kania?" Juna menghitung brapa lama kejadian waktu itu dengan umur anak tadi. kalau anak itu berumur 9th, berarti benar dia adalah anakku. Juna akan menyelidikinya. Kania dan anak itu kemudian berjalan lagi. mereka berhenti di sebuah rumah berukuran tidak terlalu luas. Kania dan anak itu masuk ke dalam rumah. Juna bisa memastikan itu tempat tinggal mereka. setelah Kania dan anaknya masuk, Juna mendekati rumah itu. dia tidak akan bertamu. sudah bisa dipastikan Kania akan mengusirnya.
"Kalau hatimu tidak bisa kusentuh, maka aku akan menyentuh hati anak kita dulu Kania". Juna tersenyum. dia kini tinggal memikirkan bagaimana caranya agar bisa dekat dengan anak itu. dia akan mencari tahu dimana anak itu sekolah. Juna kembali kekantor dengan perasaan bahagia. setidaknya hari ini dia tidak pulang dengan tangan hampa.
"Mikirin apa Pak Juna koq senyum-senyum sendiri?" Tanya Romi bawahannya tapi sudah seperti teman baik.
"Akhirnya aku bertemu dengannya Rom" Romi tampak berfikir sesuatu.
"Dengan siapa Jun?"
"Wanita yang aku cintai dari dulu hingga kini." Juna tersenyum sendiri. sedangkan Romi tampak bingung melihat atasannya yang mendadak jadi gila karena senyum-senyum sendiri.
"Au ah Jun. ga ngerti. seneng sih seneng. tapi jangan sampai kayak orang gila gitu"
"Besok aku cuti sehari ya Rom. kamu handel semua kerjaan aku besok ya. besok aku ada perlu."
"Iya bos siap".
*****
Keesokan harinya Juna sudah siap dari jam enam pagi. Hari ini dia akan menyelidiki anaknya Kania. Dia menunggu didepan gang rumah Kania. Beberapa saat dia melihat Kania bersama anak itu berjalan kaki menuju sekolah dasar. sekolahnya hanya lima menit dari rumah Kania. Sekarang Juna tahu dimana anak itu bersekolah. Tak lupa dia mengambil foto mereka dari jarak jauh.Dia akan mencari tahu apa betul itu anaknya atau bukan.
Kalo langsung tanya ke sekolah tentu pihak sekolah tidak akan mau memberikan informasi apapun pada Juna. Karena banyaknya kasus penculikan anak sekolah akhir-akhir ini. Juna harus berfikir bagaimana caranya mendapatkan informasi dari Sekolah tentang anak itu.
Lama Juna berdiri di dekat sekolah sambil memikirkan caranya agar bisa masuk ke Sekolah itu. Tiba-tiba ada seseorang yang ia kenal keluar dari sekolah itu. Laki-laki yang sepantaran dengannya. Namanya Indra dia menggunakan seragam guru. Juna berfikir mungkin indra guru di sekolah itu.Indra hendak keluar dari sekolah menggunakan motornya. sebelum akhirnya Juna menghentikannya.
"Indra..." panggil Juna.
"Juna? heh bro gimana kabar lo? lama ya kita ga main basket bareng". untunglah indra masih ingat dengan Juna.
"ndra? lo guru disini?" tanya Juna antusias.
"Iya.. gue ngajar olahraga dsini.emang kenapa bro?" sepertinya dewi fortuna sedang berpihak pada Juna kali ini. Juna yakin niat baik pasti akan ditolong sama Allah.
"Gue butuh bantuan lo. tapi ikut gue sebentar ya. gue mau ceritain sama lo. gue harap lo bisa bantu gue."
Indra bertanya-tanya ada apa sebenarnya dengan Juna? seperti ada hal penting sekali. Indra yang harusnya akan membeli bola mengurungkan niatnya dan memilih mengikuti Juna ke salah satu kedai kopi agar mereka bisa berbincang-bincang dengan leluasa.
Juna memesan dua cangkir kopi untuk dia dan Indra.
"Sepertinya ada hal penting yang mau lo bicarain."
"lo tahu anak ini ga ndra?" Juna memperlihatkan foto diponselnya.
"Kalo ga salah ini Bima anak kelas tiga bro. emang kenapa?"
"Bima ya namanya?"
"iya Abimanyu biasanya dipanggil bima"
"Gue cuma mau mastiin dia anak gue apa ga ndra".
"uhuk uhuk... " indra yang sedang menyeruput kopinya mendadak tersedak saat mendengar perkataan Juna.
Juna lantas menceritakan semuanya pada indra. Indra mau membantu Juna. nanti dia akan mengambil sampel rambut dari Bima. tapi sebelumnya Indra akan mengajak Juna memastikan anak yang dimaksud juga benar Bima atau bukan. karena fotonya diambil jarak jauh jadi kurang jelas.
Indra dan Juna kembali ke sekolah dasar itu. kebetulan sebentar lagi jam pulang sekolah. Indra membawa Juna ke dalam sekolah berdiri didepan kelas Tiga. indra membisiki Juna kalo Bima akan keluar.
"Iya betul itu ndra" kata Juna.berarti besok Indra bisa mengambil sampel rambut Bima untuk dibawa Juna tes DNA. tidak penting identitas anak itu. Juna hanya perlu tahu itu anaknya atau bukan.
"Kalo Bima benar anakku. kamu tidak akan bisa menolakku lagi Kania. aku akan merebut hati Bima agar kamu mau menerimaku". Batin Juna.
Juna akan kembali ke sekolah besok pagi untuk mendapatkan sampel rambut Bima yang akan diambilkan oleh Indra besok pagi. Juna tak sabar lagi menunggu hari esok.
**********