Hello, Cinta 11

2418 Kata
"Hayoo kenapa lo pagi-pagi udah senyum-senyum?" Cassandra mencolek pipi Atha yang wajahnya berseri-seri. Atha yang mendapat colekan di pipi membuatnya langsung mengerjap, "Kenapa San?" "Kenapa? Harusnya gua yang tanya. Lo kenapa?" "Gua? Gua nggak apa-apa kok." "Ahhh ... gua tau lo senyum-senyum kaya gini gara-gara tadi pagi di anterin sama cowok ganteng yah? Siapa tuh? Cowok baru lo?" Atha salah tingkah. Padahal dia berusaha supaya orang-orang kantor tidak ada yang tahu jika dia di antar kan oleh seorang pria. Atha menggaruk kening yang tidak gatal, kenapa harus Cassandra yang mengetahuinya? Tapi masih untung wanita itu yang mengetahuinya di banding satu kantor heboh. "Bukan siapa-siapa. Cuman temen gua, San." "Masa temen cium pipi kanan, pipi kiri sih, mana jidat sama bibir dapet kecupan lagi." Wajah Atha langsung memerah saat mendengar ucapan frontal Cassandra. Cassandra yang melihat perubahan wajah Atha langsung tersenyum dengan lebar. Dia yakin pria yang mengantarkan Atha itu bukan hanya sekedar teman. Cassandra tahu jika Atha memiliki banyak teman pria tapi tidak mungkin di perlakukan spesial seperti itu. Atha memang wanita cantik dengan kepribadian yang banyak menarik pria untuk mendekat. Bahkan setelah di kabarkan putus dengan Adit banyak pria kantor yang ingin mendekat. Hanya saja ada kekurangan di diri Atha, wanita itu terlalu tertutup pada kehidupannya. Bahkan Cassandra saja yang sudah lama kenal dengan Atha tidak pernah sekali pun wanita itu mengeluh atau pun curhat tentang sesuatu hal padanya. "San, plis, gua minta tolong sama lo jangan sampe orang kantor tahu kalau gua tadi di anterin sama cowok." ujar Atha sambil memelas. "Kenapa emangnya?" Atha menghembuskan napas, "Pokonya jangan!" "Oke." Cassandra sebenarnya bingung dengan keinginan Atha namun saat matanya tidak sengaja melihat ke arah samping, dia tahu jika wanita ini harus menjaga sikap, jangan sampai ada hati yang terluka akibatnya. Cassandra tersenyum lalu menepuk tangan Atha, "Gua balik ke meja dulu oke. Gua tunggu ceritanya nanti makan siang." Cassandra bangkit berdiri meninggalkan meja milik Atha. Atha mengusap wajahnya, ini semua gara-gara Mail yang ngotot ingin mengantar kan dia pergi ke kantor. Padahal Atha sudah melarang Mail dengan sama ngototnya tapi yang ada Mail malah mengancamnya jika tidak mau di antar itu artinya mereka akan melakukan adegan panas di pagi hari. Sungguh Atha tidak habis pikir, kenapa dia harus kenal dengan pria m***m macam Mail? Apa pikiran pria itu tidak pernah hilang dari s**********n dan d**a? Astaga! Atha tidak tahu harus melakukan cara apalagi supaya dia cepat pergi dari rumahnya. Mana sekarang pria itu ngotot untuk menjadikan dia sebagai pacar, bahkan semalam mereka merayakan hari jadian pertama. Atha tidak bisa memungkiri jika walaupun sifat Mail yang m***m dan menyebalkan, ada rasa bahagia di hatinya. Pria itu bahkan bertingkah konyol di saat mereka sedang makan malam, bernyanyi di pinggir jalan bersama anak-anak jalanan lainnya sampai akhirnya mereka di kejar oleh Satpol PP yang mendadak merazia tempat itu. Atha tersenyum malu. Astaga! Kenapa dia seperti gadis remaja yang baru merasakan cinta. Oh Ya ampun! Atha salah tingkah mengingat semalam. "Hayoo pagi-pagi tuh pipi udah merah gitu." "Oh my cinta! Kemal." kursi dorong milik Atha tertarik ke belakang akibat spontan. Kemal melihat reaksi Atha langsung menegakkan kembali tubuhnya. Dia menggaruk rambut lalu tersenyum melihat Atha yang menatapnya dengan pandangan yang susah di artikan. "Sorry, Tha. Gua nggak maksud buat lo terkejut." "Ehh ... nggak apa-apa Pak. Maaf tadi saya melamun." Atha secepat mungkin bangkit berdiri dari duduknya lalu membungkuk setengah. Atha melakukan ini karena matanya tidak sengaja melihat Pak Sean datang dengan gagahnya bersama dengan beberapa orang lainnya. Kemal yang mendengar ucapan formal dari Atha lalu membalikkan tubuhnya. Kemal melihat CEO perusahaan tempat dia berkerja datang membuatnya langsung menarik senyum. "Selamat pagi, Pak" "Pagi, Kemal." "Selama pagi." Sapaan tengil itu membuat mata Atha membulat. Dia menekan giginya dengan kuat saat melihat senyum m***m itu di tunjukkan padanya. Kemal mengerjap saat rivalnya datang dengan senyum tengil di wajahnya. Pikirannya langsung berkelana, siapakah pria itu? Kenapa dia bisa datang dengan CEO perusahaannya? Apakah dia CEO dari perusahaan lain? Tiba-tiba Kemal mendadak minder jika memang rivalnya itu anak orang kaya. Dengan Adit yang biasa saja dia minder, bagaimana dengan pria itu? Kemal mengusap rambutnya dengan kasar, saat orang-orang itu sudah masuk ke dalam lift. Sedangkan Mail cengengesan sendiri melihat bagaimana wajah rivalnya mendadak pucat. Sungguh dia tidak akan menarik perhatian Atha dengan kekayaan yang di milikinya. Mail akan berlaku dengan adil, tanpa harus membawa kastanya. Kalau pun pria itu terus mendesak Atha agar menjadikan dia kekasih, itu tidak akan mungkin. Sebab sejak semalam wanita itu sudah jadi miliknya. Mail mengepalkan tangannya merasa gemas dengan ekspresi kekasih barunya itu, walaupun dia terpaksa, toh lambat laun pasti akan menerima dengan ikhlas. Plak "Anjing sakit." Mail berteriak saat kepalanya di jitak dengan kasar. "Siapa yang berani mukul gua, hah?" Murka Mail kesal. "Kenapa? Kamu mau marah sama Mama?" Mail mendongak, mulutnya menganga tidak percaya, "Mama? Mama ngapain di sini? Aduh ... Mama tuh yah, kenapa datang nggak di undang pulang nggak di antar. Udah ayo Mail anterin pulang ke rumah. Udah bagus jadi Bu Bos tinggal ongkang angking di rumah, ini ngapain kelayapan?!" Mail menarik tangan Ibu-nya namun langkahnya berhenti saat melihat seorang pria potocopyan nya itu berkacak pinggang. "Lepasin Mama kamu Ismail. Nggak sopan narik-narik Mama kamu." "CK! Mail tuh baik loh Pa sama Mama." "Baik apanya, Mama kamu di seret kaya gitu? Kamu pikir Mama kamu kambing, seenaknya main seret." "Loh kata Papa, Mama itu sapi gelondongan." "Eh, sejak kapan Papa bilang gitu?" "Alah jangan suka pura-pura, Pa. Dulu katanya Papa sebelum nikah sama Mama itu ngata-ngatain Sapi di belakang, terus Papa bilang Mama itu gendutnya kaya sapi ngelontongan. Papa mah suka-suka lupa nih." Bryan memejamkan mata. Jika bukan anak kesayangan sudah dia buang dari semasa kecilnya. Mail ini menjengkelkan sekali menjadi manusia. Berbeda dengan safira yang wajahnya sudah memerah, "Oh gitu yah, Pa. Jadi selama ini Papa suka jelekin Mama di belakang. Oke, Malam ini Papa tidur di luar." Safira langsung pergi berlalu meninggalkan suami dan Anaknya. Bibirnya mengerucut sebal melihat tingkah anak dan Ayah sama-sama menyebalkan. Safira tahu kok kalau dulu dia bukan wanita idaman banyak pria, bukan wanita sexy, bukan wanita cantik, bukan wanita kaya, dia hanya seorang wanita yang beruntung mendapatkan seorang pria idaman di kampusnya dulu, Bryan Kavindra. Safira tahu diri, memang seharusnya Bryan mendapatkan wanita yang lebih, lebih, lebih sempurna darinya. Mail langsung gelagapan melihat Ibunya yang pergi. Dia yakin Ibunya itu pasti akan menangis. Mail melesat pergi meninggalkan Ayahnya sendirian, dia harus menyusul wanita cinta pertamanya itu sebelum nanti malah merajuk dan merembet kemana-mana. Seplayboy, senakal, sebejad, sebrengsek nya Mail jika menyangkut wanita cinta pertamanya itu pasti dia tidak akan tinggal diam. Mail tahu leluconnya sudah keterlaluan, tapi dia hanya shock saja saat tiba-tiba orang tuanya ada di kantor milik perusahaan sahabat Papa-nya. Sean yang melihat Safira pergi di susul Mail hanya mampu menggelengkan kepalanya. Dia memandang Bryan yang menghembuskan napas. Sean tersenyum geli melihatnya. Sahabatnya ini jika menyangkut Safira pasti akan langsung heboh sendiri. Terbukti dari jaman kuliah mereka, hanya Safira lah yang mampu menyentuh hatinya. "Nggak habis pikir kenapa aku punya Anak semacam Mail. Perasaan waktu muda aku nggak senakal dia." "Yakin? Bahkan yang aku perhatiin, sifat Mail itu keturunan dari kamu semua tapi masih mending dia di banding kamu." "Yah aku tahu. Tapi Sean terkadang aku cape ngadepin tingkah laku Mail yang seperti itu." "Inilah dulu yang Mami Rosa dan Papi Ridho rasakan. Sekarang kamu rasakan karmanya. Mail itu fotocopyan dirimu, Bry. Jadi kamu harus bersikap bijaksana, jangan sampai kejadian waktu itu terulang kembali." Bryan mengusap wajahnya mengingat masa lalu mereka memang tidak gampang, menghembuskan napas dia menganggukkan kepalanya. Inilah yang slalu menjadikannya patokan hidup. Putra sematawayangnya itu mengingatkan dia saat masa muda dulu. Masih mending Mail bersikap tengil semacam itu di banding dia yang malah lebih parah dari itu. Sean menarik bahu sahabatnya, "Sudah. Mari kita meeting." Bryan mengikuti langkah Sahabatnya. Terkadang dia slalu berfikir kenapa Sean pria baik itu harus menerima kehidupan yang pahit seperti ini sedangkan dia yang b******k malah mendapatkan kebalikannya. Sean bukan pria sembarangan, bahkan sejak dulu dia slalu bersikap baik pada semua orang, tidak pernah sekali pun menghina atau pun mencela. Walaupun dinginnya mengalahkan kutub Utara. Tapi kenapa hidup Sean harus menderita seperti ini? Bertahun lamanya dia hidup sendirian setelah di tinggalkan oleh alm.istrinya. Setelah itu kabar duka kembali terdengar jika putrinya ikut hilang. 5 tahun Sean hidup dalam keterpurukkan. Bryan bahkan sudah mengerahkan semua anak buahnya untuk membantu mencari putri Sean yang hilang. Namun tidak ada tanda sekali pun. Penjahat itu sangat lihai sampai tidak ada cela sedikit pun untuk mereka mencari tahu. Bryan sempat menawarkan Sahabatnya untuk menikah lagi namun sampai umur mereka yang sudah setengah abad Sean tetap pada pendiriannya menyendiri dalam hidupnya. Bryan berharap sekali jika sahabatnya ini segera menemukan dimana putrinya berada. Kunci dari semua permasalahan ini pun sudah lama tidak sadarkan diri, dan akhirnya Sahabatnya itu terpaksa harus mengubur semua keinginan tahuannya. Bagaimana pun caranya, penculikan ini sudah bertahun lamanya. Jika di buka kembali kasusnya maka banyak orang yang berlomba-lomba untuk berpura-pura menjadi putri Sean yang hilang. ??? Atha masuk ke kamar mandi dengan perasaan campur aduk. Dia ingin berteriak kesal menyebut nama Pria itu dengan amarah yang meluap-luap. Bagaimana bisa dia bertingkah konyol seperti itu di kalah mereka ada di lingkungan kantor? Setidaknya pria itu menjaga Imagenya supaya terlihat berwibawa bukan malah bersikap tengil macem ikan teri. "Dari dulu kenapa sih Bryan slalu nge-hina fisik? Di katain sapi lagi. Ya allah siapa sih yang mau punya badan gemuk kaya gini? semua orang juga maunya sexy, langsing kaya papan cucian. Terus kenapa juga Bryan mau sama Sapi ini sampe ngasilin 3 anak." Atha menatap ke arah samping dimana ada seorang Ibu-ibu yang menggerutu dengan tubuh gemuknya. Sebenarnya sih tidak gemuk, malahan terlihat montok di beberapa tempat. "Apa kamu lihat-lihat? Mau ngatain saya Sapi juga?" "Ehh nggak Bu maaf." Atha tersenyum canggung. Kenapa setiap dia ke toilet slalu berpapasan dengan orang-orang yang galau mempermasalahkan hidupnya. Oh My Cinta! Pikirannya sudah berkelana hilang pergi. "Nama kamu siapa?" "S-saya Atha, Bu." Atha sudah degdegan takut wanita ini salah satu istri petinggi. Bagaimana jika Ibu ini bercerita pada suaminya lalu menyebutkan namanya? Atha kan di sini hanya jadi pendengar tidak ada mengatakan apa-apa selain memperhatikannya. Apa itu salah? "Kamu bagian apa di kantor ini?" Tuh kan. Pasti Ibu ini akan mengadu sampai bertanya di bagian mana dia bekerja. "Admin Officer Bu ."Safira memandang wanita di depannya dengan tatapan meneliti. Dia seakan pernah mendengar suara ini tapi dimana? "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Atha mengerjapkan matanya. Dia menatap wanita di depannya dengan kening berkerut? Apa mereka sempat bertemu? Belum pernah sepertinya. "Sepertinya belum Bu." Safira akan membuka mulutnya namun gebrakan di pintu membuat keduanya sama-sama terkejut. Brak! "Mama? Mail cari-cari malah ngumpet di sini." Suara seseorang membuat kedua Safira melotot. Safira dengan kekesalannya sedangkan Atha dengan pandangan shocknya. Mama! "Ngapain kamu masuk ke kamar mandi cewek, Mail?" "Mau ngintip cewek-cewek yang lagi pipis Ma." "Sana ih kamu keluar. Nggak sopan banget punya anak laki." "Mama udah deh nggak usah ngerajuk. Kenyataan tahu kalau badan Mama itu kaya sapi. Kalau Papa bilang Mama kaya Jennie Blackpink yang sexy itu. Malahan itu fitnah keji." "Anak durhaka. Kamu tuh sama aja kaya Papa, nyebelin. Anak siapa sih kamu?" "Anak Mama sama Papa lah. Aku kan beronjol dari tempat dimana Papa ngasih s****a, masa keluar dari lubang anusnya Papa sih." "KAVINDRA JUNIORRRRR." Atha memijat keningnya. Wanita di sampingnya itu tenyata ibu dari si tengil. Pantas saja mereka cocok orang ibu dan anak sama persis. Safira melemparkan gulungan tisu pada anaknya, "Aduh ... Mama sakit tahu, dasar emak tere." "Apa kamu bilang? Kalau Mama ibu tiri, udah Mama potong p***s kamu sampai habis supaya kamu." Mail meringis mendengar ucapan Mamanya, "Becanda Mama sayang. Emangnya Mama nggak mau gitu punya Cucu dari Mail? Mail kan begini-begini masih keturunan Papa. Kalau Mail nggak punya p***s terus Istri Mail mau di kasih apa nanti? Masa p***s mainan sih." Safira membulatkan matanya, "Mail nyebeliin banget sih kamu." "Kalau aku nggak nyebeliin bukan Anaknya Papa Bryan." Atha menganga tidak percaya mendengar ibu dan Anak mendebatkan sesuatu yang membuatnya malu sendiri. Apakah mereka harus mengucapkannya dengan gamblang seperti itu? Sumpah! Atha tidak ingin terjebak di dalam sebuah keluarga yang membingungkan. "Emmm ... kalau gitu saya permisi, Bu." Atha memilih pergi. Jika dia terus berada di ruangan yang sama, bagaimana jika kedua orang itu saling todong senjata? Walaupun mereka ibu dan anak tapi bisa saja kejadian. "Astaga! Ngapain lo di sini, Non?" Sumpah Atha berharap pria tengil itu tidak melihatnya. Jika dia langsung keluar tanpa permisi itu sama saja tidak memiliki sopan dan santun. Dari tadi Atha bimbang dan ketakutannya sekarang menjadi nyata. Mail langung menyongsong ke depan, Cengar cengir tidakk jelas membuat Atha waspada, "kenapa lo?" "Nggak apa-apa." "Terus ngapain lo senyum-senyum nggak jelas?" "Nggak apa-apa." "Sinting nih cowok. Awas minggir gua mau keluar." "Ehh ... nggak mau nyoba asoy-asoy di kamar mandi gitu?" "c***l! Lo tuh yah pikiranya nggak pernah jauh dari s**********n sama d**a kayanya." "Lohh emangnya gua bilang mau s**********n sama d**a lo, gitu?" Atha memejamkan matanya menahan malu dan amarah. "Ya sudah kalau gitu minggir." "Kecupan basahnya mana?" "Sumpah yah lo cowok c***l yang pernah gua temuin seumur hidup gua." "Dan sayangnya cowok c***l ini akan jadi temen hidup lo sampai kita bikin kesebelasan dan kesebelasan kita memiliki cucu." Atha meninju bahu Mail dengan keras setelah itu kakinya yang memakai Hells menginjak kaki Mail. "Awwwww." "Minggir." Atha langsung mendorong tubuh besar Mail berjalan tergesah. "Non, nanti malam harus bergadang yah tanggung jawab ini?" Atha mengacungkan jari tengahnya tidak peduli dengan ibu dari pria itu yang melongo tidak percaya. "Haduh kalau nggak inget Tuhan udah guaaa ajak mendesah dia." Pletak "Ajg sakittt." Mail mengusap kepalanya saat merasakan timpukan benda berat yang terasa di kepalanya. "Bibir kamu tuh yah Mama gunting juga sekalian. Siapa wanita itu? Pacar One night stay kamu?" "Idih kepooo nih Mama." "Mau Mama pukul?" "Eh atuh jangan Ma." Mail langsung mengangkat tangannya saat ibunya akan memukulnya dengan tas jingjingnya. "Jawab siapa dia?" "Mama mau tahu?" "Iyalah harus." "Sini deh kuping Mama?" Safira lansung mendekat. Mail menahan senyumnya melihat Mamanya yang menuruti keinginanya, "Mama beneran mau tahu?" "Iya Mail. Cepetan deh?!" "Sabar." "Dia ituuu.... " "Diaa ituu.... " Ulang Safira. "Diaaa.... " "Mail Mama sunat lagi yah?" "Hahahah dia itu ... Rahasiaaaaa." Setelah mengatakan itu Mail keluar dari toilet dengan siulan bahagia. Safira menglongo mendengarnya, "MAIL ANAK DURHAKA KAMU YAH BIKIN MAMA PENASARAN."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN