Hello, Cinta 12

2288 Kata
"Hallo." Atha yang sedang makan somay langsung tersedak saat melihat seorang wanita paruh baya menyapanya. Cassandra langsung meraih tissue memberikannya pada Atha, "Hati-hati, Tha." "Saya boleh ikut makan siang bareng kalian?" "Silakan, Bu." Cassandra bangkit berdiri berpindah duduk di samping Atha. Dia tidak tahu siapa wanita paruh baya itu tapi tidak sopan rasanya bertanya langsung. "Kenapa kamu pindah? Takut saya ngabisin tempat duduknya?" "Eh ... nggak Bu." Kenapa Cassandra di tuduh yang bahkan tidak ada maksud apa-apa? "Kirain." Cassandra meringis. Jujur Cassandra pindah duduk itu memang sudah kebiasaanya jika memang ada yang ingin ikut gabung pasti dia akan pindah bukan maksud menyinggung atau bagaimana. Atha masih shock dengan apa yang sekarang ada di depannya. Pikirannya berkelana, apakah Ibu ini akan menuntutnya? Apakah ibu ini akan memarahinya namun dengan secara baik-baik tapi perkataanya pedas? Atau jangan-jangan ibu ini akan melakukan tindakan sesuatu yang dia tidak tahu. Bagaimana ini? Atha mengigit bibir bawahnya, ini semua gara-gara Mail. Jika saja kehadiran Mail tidak membuat rusuh semuanya akan baik-baik saja. Safira tersenyum dengan lebar saat melihat wanita di depannya yang memandang dia dengan gugup. Mungkin Anaknya tidak akan mau mengatakannya tapi jangan di panggil Safira Maharani jika tidak bisa mencari informasi sekecil apapun. "Ayo lanjut makan aja. Saya juga mau pesen ini. Mbak?" ujar Safira mempersilakan dua wanita di depannya. Atha dan Cassandra saling berpandangan. Cassandra mengeluarkan ponsel di dalam sakunya lalu mengetik sebuah kalimat lalu memberikan ponselnya ke tangan Atha. Atha menerima ketikan dari Cassandra. Siapa Beliau? Nanti gua kasih tau. Cassandra menghembuskan napas. Dari awal makan siang mereka mau habis kenapa slalu nanti kata yang keluar dari mulut Atha. Demi apapun Cassandra penasaran dengan apa yang terjadi beberapa hari ini pada Atha. Memang, mereka hanya dekat di kantor bukan sebagai seorang sahabat namun Cassandra merasa jika dia cocok berhubungan dengan Atha. Maka dari itu dia berusaha mendekati bukan karena memanfaatkan tapi memang ke inginan nya. "Saya mau pesen ini sama ini, yah." ujar Safira saat waiters datang menghampiri meja mereka. "Ada lagi, Bu. Ada pesanan tambahan?" tanya Waiters itu. "Nggak ada." "Di tunggu, Bu." Waiters itu berlalu pergi. Safira mengangguk. Matanya kembali memandang wanita di depannya. Dia terlihat cantik dengan rambut bergelombang nya, Alis matanya begitu indah, bulu matanya nyentrik, bola matanya yang berwarna hitam namun terpancar indah, pipinya yang chubby, hidungnya mancung, dan bibirnya tipis namun menggoda. Safira akui wanita ini terlihat sempurna, wajahnya hanya di rias oleh make up natural, terkesan mengatakan jika ini adalah dirinya. Safira yakin wanita ini bukan salah satu mainan anaknya. "Ayo di makan." Saat tidak lama makanan milik Safira datang. Cassandra dan Atha mengangguk dengan canggung. Mereka makan dalam diam. Sampai 35 menit akhirnya makananya yang tersedia di piring habis tidak tersisa. Cassandra menatap jam di pergelangan tangannya, "Tha bukannya sekarang kita ada meeting yah?" "Hah?" Cassandra mencubit paha Atha. "Ah iya, jam berapa sekarang?" Dengan gelagapan Atha bertanya. "13.25." Sambil berbenah Atha melirik wanita paruh baya di depannya yang memperhatikan mereka. Jantung Atha berdetak dua kali lipat. Dia merasa benar-benar seperti mangsa yang di incar. "Ibu apa nggak masalah kalau saya tinggal lebih dulu?" Atha menatap Safira yang juga menatapnya. "Nggak apa-apa. Kalian juga kayanya emang lagi buru-buru." jawab Safira tenang. "Terima kasih Bu. Kalau begitu kami pamit undur diri." Atha bangkit dari duduknya di susul Cassandra. Safira menganggukkan kepalanya. Sampai di luar kafe keduanya bernapas lega. "Thanks Good, San. Gua nggak tahu harus bilang apa lagi sama lo selain makasih." Cassandra tertawa, "Sama-sama. Gua pun sama gelisahnya karena ngerasa canggung. Awalnya gua pikir lo bakal ngomong, emangnya kapan? Was-was gua, tahunya lo gercep banget." Atha hanya tersenyum. Akhirnya setelah 35 menit berada di sana dia bisa bernapas dengan lega. Bahkan Atha sama sekali tidak meresapi makanan favoritenya itu mengingat ada satu orang di depannya yang slalu menatapnya dengan banyak pandangan. Atha berusaha biasa saja, tapi dia jika di tatap intens seperti itu siapa yang tidak canggung? "Gua nggak tahu harus ngomong apa lagi sama lo, San." "Cukup jadi temen gua mulai sekarang." Atha langsung terdiam. Memangnya selama mereka kenal, apakah mereka tidak bisa di katakan teman? Oh Good stupid Atha. Atha mengaruk tangannya yang tidak gatal, "Ahahaha, okelah." Atha tidak tahu jika Cassandra akan meminta hal itu. Selama ini mungkin dia berteman dengan Cassandra hanya sekedar temen SMA. Tidak habis pikir jika Cassandra ingin menjadi temannya. Atha hanya tidak ingin kejadian dulu terulang. Pengkhianatan, kata itu yang paling dia benci. Bahkan dengan Adit saja Atha merasa kecewa namun menutupinya dengan baik-baik saja. Jika boleh jujur memang Atha paling tidak suka dengan orang-orang yang seperti itu. Pengkhianatan tidak akan mungkin terjadi jika kita berusaha sadar dengan apa yang terjadi. Tapi, pengkhianatan itu terjadi karena memang itu keinginan mereka, tidak ada niatan untuk mengedipkan matanya jika apa yang di lakukannya salah. "Pak selamat Siang." ucap Cassandra saat melihat atasannya. Masa atasan ada di hadapan tidak di sapa? Sudah tahu kan mereka sering bertemu di ruang meeting. "Selama Siang, Cassandra. Kamu baru beres makan siang?" "Iya, Pak. Kami baru beres makan siang, ini kami mau balik ke kantor." "Nggak mau makan siang bareng saya gitu?" "Eh? Nggak usah, Pak." Cassandra tersenyum singat. Matanya memandang pria yang ada di belakang tubuh Pak Sean yang menatap Atha dengan pandang... m***m. What The Hell! Pria itu kan yang tadi pagi mengantarkan Atha. Iya! Cassandra yakin jika pria itu yang mengantarnya. "Nggak usah natap saya gitu, Mbak. Saya udah ada yang punya loh, nanti dia ngamuk lagi kalau saya keganjenan sama cewek lain." Celetukan pria itu membuat Cassandra sadar. "Maaf, Pak." Atha mengerjapkan matanya. Astaga! ini sudah ketiga kalinya dalam sehari dia harus bertemu dengan si tengil Mail. Bisakah pria itu menghilang saja tidak usah ada di sekitarnya? Entah kenapa setiap berdekatan pasti ada sesuatu yang terjadi. Bryan menatap Putranya dengan pandangan bertanya. Benarkah putranya sudah memiliki kekasih? Siapa? Bahkan selama ini dia meminta putranya untuk membawanya kejejang yang lebih serius pasti banyak elakan yang anaknya itu katakan. Bryan menatap Mail yang berbinar-binar, untuk kesekian kalianya dia melihat putranya seperti itu. Sean terkekeh, pasti Bryan bingung dengan keadaan Putranya. Apakah Bryan lupa jika dia sudah menceritakan apa yang terjadi dan sepertinya sahabatnya ini lupa dengan ceritanya. "Minggir dong, Pa, ngalangin pemandang ana." Mail dengan kurang ajarnya mengeser tubuh Papanya. "Hi sayang." "Whatt?" "Kangen yah sama gua. Emangnya tadi di kamar mandi belum cukup kayanya buat acara kangen-kangenan? Sini, sini gua peluk." Mail langsung memeluk tubuh mungil di Atha dengan erat menghirup aroma kesegaran yang menguar dari tubuhnya. Atha mematung. Dia tidak tahu harus bagaimana karena ini sungguh tiba-tiba. Merasa malu dan canggung pastinya yang sekarang dia rasakan. Bagaimana dengan gamblangnya Mail memeluknya di tempat seramai ini, mana di pinggir jalan pula. Bagaimana ada yang memotret mereka? Bisa gawat ini. Cassandra, Bryan dan Sean langsung mengangga tidak percaya melihat seorang Ismail Abimana Kavindra memeluk seorang wanita dengan kelembutan. Bryan sampai mengedipkan matanya berkali-kali. Selama ini Putranya memang tidak pernah dekat dengan seorang wanita sejak dimana masa cintanya telah berakhir. Bryan dan Istrinya sudah berusaha menjodohkan Mail dengan beberapa wanita tapi dia menolaknya secara halus dengan tindakan mempermalukan keluarga Kavindra. Keluarga mereka berpikir mungkin Mail belum bisa Move on, karena sekalinya membawa wanita hanya untuk di mainkan tapi sekarang Mail memeluk seorang wanita dengan erat. "Mali lepasin?!" Atha mendorong d**a Mail. Pria itu memang meregangkan pelukkanya namun tidak melepaskan sepenuhnya. "Gua kangen." "Kangen pala lo botak." "Emangnya lo mau punya pacar botak?" "Hidih ogah. Mau lo botak sekali pun gua nggak mau jadi pacar lo." "Yah kok gitu. Kita udah tidur bareng loh, emangnya nggak takut ada yang hidup di perut lo emang?" "Iya! Tai gua yang hidup. Mau apa lo?" Mail terkekeh lalu mengecup bibir mungil Atha dengan gemas. Bahkan Mail peduli dengan orang yang ada di sekitarnya. "Mali! Gua remes yah bibir lo." "Tugas remes itu kan gua. Kalau lo remes gua, mau remes apa? Kalau gua pan udah jelas s**u lo yang bisa gua jadiin bahan remesan." Atha mencubit pinggang Mail dengan kencang. "Adawwww sakit, Non." "Nggak waras Lo." "Baru tahu yah." Mail mencium pipi Atha bertubi-tubi. "AWWWWWW." Mail menjerit saat Atha menjambak rambutnya, menjauhkan kepalanya dengan wajah Atha. Tapi memang Mail tidak kenal yang namanya pantang menyerah, bukannya merasa takut atau menyerah dia malah tertawa pelan. Atha kesal pada Mail, sudah berkali-kali dia kdrt pada pria ini tapi tidak pernah kapok. Lihatlah pria itu malah cengegesan, menatapnya dengan pandangan mesumnya dan tanpa di duga Mail mengendongnya seperti memanggul sebuah beras. "Kyaaaaa, Mali. Apa yang lo lakuin, b******k?" Atha menjerit saat tubuhnya sudah berada di atas bahu kekar milik pria itu. "Pa, aku izin bentar. Biasalah anak muda mau cari hotel buat bikin dede emes." Dengan cueknya Mail pergi begitu saja meninggalkan 3 orang yang tidak menyangka dengan adegan drama yang baru di tonton secara Live. "Bry, dia lebih gila dari kamu semasa dulu." ujar Sean. "Yah, dia lebih berani di banding aku saat masa muda." jawab Bryan. "Dan saya nggak tahu gimana masa muda Bapak berdua." ucap Cassandra. ??? "Ini ...." Atha menutup mulutnya tidak percaya saat melihat apa yang ada di depannya. Mail tersenyum lalu memeluk Atha dari belakang. "Gimana tempatnya?" "Ini indah banget." "Gua udah jadi pria romantis belum?" "Belum." "Kok belum?" Atha melepaskan tangan kekar milik Mail yang melingkar di lehernya. "Gua nggak suka di romantisin Mali." "Lah, cewek kan biasanya suka di romantis sama cowoknya." ujar Mail tidak habis pikir dengan Atha. Memangnya Atha itu wanita teraneh yang pernah dia temukan. Dimana-mana cewek kalau di romantisin sama pasangannya pasti nangis terharu. Ini boro-boro terharu. "Tapi cewek itu bukan gua." "Jadi gua gagal dong bikin lo bahagia malam ini?" Mail memandang Atha dengan sayu. Atha hanya diam, "Makasih banyak." Tubuh Mail menegang saat Atha memeluknya dengan erat. Mail tersenyum lalu membalas pelukkan itu tidak kala eratnya. Dia mencium kepala Atha dengan bertubi-tubi. Rasa bahagia itu sekarang dia rasakan. Mail tidak tahu apa yang di sukai oleh Atha karena selama mengenal wanita itu mereka banyak bertengkarnya. Mail bisa saja meminta anak buahnya untuk mencari infromasi tentang Atha hanya saja dia ingin usaha dengan caranya sendiri. Atha wanita tangguh yang bahkan 10 tahun menjalin kasih bisa mudahnya Move on sedangkan dia yang tidak sampe 5 tahun sudah terpuruk seperti kerupuk yang lembek. Mail ingin menghilangkan kenangan tentang masa cinta pertamanya di gantikkan dengan akhir cintanya. Mail yakin Atha wanita yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya. Biarkan saja, toh lama-lama perasaan itu seiring berjalannya waktu pasti akan berubah. Mail sedang berusaha mencintai Atha dengan caranya. Mungkin dulu dia bisa menebak apa yang di inginkan cinta pertamanya dengan gampang namun dengan Atha banyak persiapan yang memang harus di pikirkan matang-matang olehnya. Apakah dia suka? Apakah dia bahagia? Apakah dia akan menangis terharu? Mail hanya takut jika apa yang dia lakukan bukan malah membuat Atha senang tapi malah membenci. Menebak perasaan Atha itu lebih susah. Di ibaratkan Atha itu seperti matahari yang menyinari namun tanpa di duga ternyata sering terjadinya hujan di saat waktu panas. Cuaca yang tidak bisa di prediksi itulah Atha. Atha tidak habis pikir kenapa Mail bisa melakukan ini? Bahkan mereka baru kenal beberapa hari tapi dengan perlakuan yang di berikan padanya tidak bisa menampik jika Atha merasa tersanjung. Jujur pertama kalinya Atha mendapatkan hal seromantis ini dari seorang pria. Dengan Adit saja tidak pernah yang 10 tahun berpacaran tapi bersama Mail hanya mengenalnya beberapa hari dia sudah mendapatkan kejutan semenakjubkan seperti ini. Mail memang pria m***m, menyebalkan tapi ternyata di balik sifatnya yang tengil, pria itu memiliki sisi positif yang bisa membuat para wanita meleleh di buatnya. "Kenapa lo tahu kalau gua suka ini?" Mail membawanya ke taman bunga. Benar-benar penuh dengan bunga. "Gua buka galeri hp lo." "Apa? Ponsel gua kan pake paswoard? Gimana lo bisa buka?" Atha melepaskan pelukkanya. Mail tersenyum dengan lebar, "Lo kalau buka ponsel kan slalu di samping gua, Non. Mana pake kode pola lagi, terus polanya gampang gitu yah pasti gua tau lah." "Lancang banget sih lo." ujar Atha dengan mendorong bahu Mail. "Kalau gua nggak lancang. Gua nggak akan bisa ngasih ini buat lo." "Ishh." Atha memukul bahu Mail dengan kencang membuat pria itu tertawa. Mail kembali memeluk tubuh Atha, dimana saat matahari sudah memancarkan cahaya Jingganya. "Gua bahagia. Walaupun kita kenal baru beberapa hari dengan hal yang nggak menyenangkan. Tapi gua bersyukur karena lo masuk ke hidup gua." ujar Atha. "Dan gua nggak tahu harus ngucapin kata apa selain terima kasih banyak akan kehadiran lo. Lo wanita kuat yang gua temuin setelah Mama gua. Nggak habis pikir tubuh kecil ini bisa memikul beban yang begitu berat. Tolong berbagi beban itu yah mulai sekarang, karena sekarang ada gua yang slalu di sisi lo." Atha mendongak. Mata nya memandang mata Mail dengan dalam. Entah kenapa rasa putus asa itu kembali membuatnya memiliki harapan lagi. Atha tidak tahu harus mengatakan apa. Semuanya terasa mendadak. Atha tidak tahu ke depannya bagaimana. Mungkin ini terlalu cepat untuk hubungan yang mereka jalanin berdua. Tapi, siapa peduli dengan apa yang terjadi di depan sana. Status yang hampir bertahun lamanya bersama bisa kandas begitu saja. Bagaimana dengan perkenalan singkat? Takdir tuhan memang indah walaupun menyakitkan saat di rasakan. Mungkin bagi para wanita di luaran sana yang memiliki kisah seperti Atha pasti berpikir kembali. Bisakah? Mampukah? Dan masih banyak lagi. Namun bagi Mail dan Atha, mereka sedang mencari sesuatu di dalam hubungan yang mereka jalanin. Mail yang harusnya kuat tidak tergoyahkan malah mendapatkan sesuatu yang lain. Sedangkan Atha, dia kapan saja bisa meredup walaupun ternyata di balik sifatnya dia memiliki keteguhan. Jangan melihat dari apa yang kita lihat tapi coba rasakan dan pahami bahwa menjalanin sesuatu itu tidaklah mudah. Anggap saja ini sesuatu yang Tuhan takdirkan untuk bersatunya Mail dan Atha walaupun mereka pun tidak tahu akan ada masalah apa di depan nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN