Kemal tersenyum saat di kedua tangannya sudah banyak makanan kesukaan Atha. Dia tahu kondisi Atha sedang tidak baik-baik saja. Rasanya waktu tadi meeting pun dia tidak bisa konsentrasi, semua pikirannya tertuju bagaimana kondisi wanita itu. Kemal tahu dia tidak bisa memiliki hati Atha tapi setidaknya menjadi sahabat wanita itu di kala dia sedang merasa buruk tidak masalah baginya. Kemal memang sakit hati atas penolakan Atha terhadapnya namun ucapan Cassandra beberapa waktu lalu membuatnya mengerti, tidak selamanya cinta harus memiliki.
Mungkin sekarang hatinya masih terpaut pada Atha namun suatu saat dia akan menggantikannya dengan wanita lain. Atha saja yang sudah menjalin kasih dengan mantan pacarnya dulu bisa melepaskan cintanya, bagaimana dengan dia yang hanya sebatas teman, yang memiliki rasa lebih dari teman? Entahlah namun Kemal masih berharap jika Atha mau mempertimbangkan lagi perasaannya.
Dengan ringan Kemal berjalan menatap senja yang sebentar lagi akan berganti menjadi malam. Beberapa langkah lagi dia sampai di rumah sederhana milik Atha. Namun langkahnya berhenti saat melihat sebuah mobil mewah berada di depan pagar rumah milik Atha. Jika itu Adit, pria itu tidak mungkin pemiliknya. Lalu jika teman-temannya Atha tidak mungkin juga, mengingat beberapa dari mereka masih ada yang menganggur. Kemal mengangkat bahunya acuh, dia sudah mengubungi nomor Atha beberapa kali namun tidak ada jawaban sama sekali. Akhirnya Kemal memutuskan untuk datang saja siapa tau memang keadaan Atha sedang istirahat.
Kemal menghembus napas, dengan pelan dia mengetuk pintu sebanyak tiga kali sampai pintu itu terbuka. Senyum Kemal yang terbit seketika pudar saat sosok lain membukanya.
"Cari siapa yah Mas?" Kemal meneliti dari kepala sampai kaki begitu seterusnya. Dia merasa pernah bertemu dengan pria ini tapi dimana?
"Woy, gimana sih lo. Gua tanya lo cari siapa? Bukan malah diem kaya patung dimari." omelnya.
"Saya mau ketemu sama Atha. Atha nya ada?"
"Lo siapa Atha?" Kemal jadi risih saat mata hitam legam itu menatapnya dengan tatapan intimidasi. Namun sebelum mulutnya menjawab suara langkah kaki terdengar mendekat.
"Siapa yang dateng Ma— Kemal?" Kemal tersenyum lalu mengangkat kedua kantung kreseknya.
"Kenapa nggak disuruh masuk atuh Den. Dia temen gua, ayo masuk Mal." Kemal tersenyum tipis pada pria yang entah siapa namanya. Dia masuk mengikuti langkah kaki Atha.
"Duduk Mal. Sebentar yah gua mau beresin dulu masakan."
"Tumben lo masak, biasanya makan diluar. Lo kan slalu bilang paling males juga kalau masak jam segini."
"Tuh si Aden kepengen ayam kecap makannya gua iyain. Kalau bukan Tamu udah gua tendang dia ke antartika. Dah gua tinggal dulu yah." Kemal mengerutkan kening bingung.
Kenapa Atha seakan mengistimewakan pria itu? Biasanya dia akan cuek saja walaupun ada yang meminta nya untuk memasak. Bahkan Kemal saja tidak pernah mendapatkan hasil masakan dari tangan Atha. Apakah Pria itu spesial sampai Atha mau memasak?
"Lo bawa apa tuh?" kemal melihat Pria itu duduk di depannya. Penampilan nya hanya boxer dan kaos putih polos, memperlihatkan tubuhnya yang kekar.
"Bawa makanan kesukaannya Atha." Kepala pria itu mengangguk.
"Boleh gua buka yah?" Kemal sebenarnya ingin menggeleng, ini kan untuk Atha tapi dia tidak enak jika harus menolak.
"Silakan." ujar Kemal terpaksa.
Kemal meneliti, sepertinya pria ini umurnya di atasnya. Tapi sifatnya tidak mencontohkan jika dia seorang pria berkarisma. Bahkan terlihat urakan dengan rambutnya yang gondrong.
Mail menatap makanan di depannya dengan terpesona. Duh, sudah lama sekali dia tidak pernah makan makanan ini, terakhir kali satu bulan yang lalu. Dia mengambil sendok plastik, mengambil satu suap batagor yang di lumuri saos kacang. Namun baru saja Mail menyuap satu suap matanya langsung terbelalak. Tanpa berkata dia berlari kearah dapur sambil berteriak.
"Air, air, air." Atha yang sedang menata makan malam di meja tersentak saat melihat Mail berteriak mencari air.
"Eh, itu air bekas nyuci Ayam." Atha merebut baskom yang bekas mencuci ayam dengan cepat. Atha lalu membuka kulkas di sampingnya dan memberikan nya pada Mail.
Mail meneguk sampai habis air dalam botol. Mukanya yang putih menjadi merah, napasnya tersengal-sengal membuat Atha keheranan.
"Lo kenapa?" tanya Atha.
"Ya Tuhan, kalau gua mati mendadak gara-gara tuh batagor gimana jadinya." Batagor? Atha bergerak meninggalkan Mail. Dia melihat Kemal yang terpaku pada tv yang mati.
"Hey." Atha menepuk bahu Kemal. Membuat pria itu tersentak lalu tersenyum saat tau siapa yang mengagetkannya.
"Udah masak nya Tha?"
"Udah." Atha duduk di samping kemal. Dia melihat Steropom batagornya sudah terbuka.
Kemal yang melihat tatapan Atha pada Batagornya menghela napas. "Sorry yah batagornya tadi di makan sama temen lo. Tapi baru satu suap dia udah lari, padahal ini tempat kita makan loh batagornya."
Atha mengambil batagor itu lalu menyuapnya namun sama sekali tidak ada yang aneh. "Nggak aneh kok, masih sama."
"Iya makannya gua heran kenapa dia lari teriak. Apa dia nggak suka batagor?" Atha berdecak. Dia tahu kenapa Mail berlari sambil berteriak.
"Dia bukannya nggak suka sama batagornya. Tapi dia nggak suka sama pedesnya." Atha ingat karena tadi setelah minum wajah Mail berubah.
"Gila! Tuh, batagor apa cabe setan sih? Pedes banget, berasa lidah gua di bakar habis." Gerutu Mail sebal. Lidahnya terasa terbakar, padahal belum sempat dia kunyah.
"Biasa aja kok, malahan mantep tenan." jawab Atha santai.
"Iya itu menurut lo." ujar Mail dengan sewot. Mukanya masih terlihat merah membuat Atha tertawa geli.
"Lo kalau mau dateng kesini lagi bawa batagor atau semacamnya jangan di kasih cabe dong biar nanti gua bisa ikut icip-icip juga." Dengan tidak tahu diri Mail berkata. Kemal menggaruk tekuk nya yang tidak gatal.
"Nggak usah di dengerin. Dia emang lagi kurang sehat makannya ngelantur." Atha kembali menyuapkan batagornya. Mail bergidik ngeri melihat dengan entengnya batagor itu masuk kedalam mulut dan perut Atha. Bisa ancur lambung gua ucap hatinya.
"Eh, Tha. Kenapa tadi lo nggak masuk kantor?" tanya Kemal.
Atha menghentikan suapannya. Dia mendelik kearah Mail yang sudah merebahkan tubuhnya di sopa dan matanya mengarah ke arah Tv.
"Sorry yah Mal. Gua lupa buat ngasih kabar, habisnya ada yang janji katanya bakal jadi alarm buat gua, tahunya dia juga yang bangun kesiangan." Atha niatnya menyidir Mail tapi pria itu dengan polosnya hanya diam menatap Tv yang sedang menayangkan Film Naruto.
Kemal melihat lirikan mata Atha ke arah pria itu. Tubuhnya menegang, pikirannya menjadi kacau. Jangan bilang kalau Atha dan pria ini tidur bersama? Kemal menatap ke arah Atha yang masih asik menyuap batagornya. Dia melirik ke arah leher Atha siapa tau mereka melakukan hal yang iya-iya. Saat di teliti, Kemal tidak menemukan tanda apapun dia menghembuskan napas lega. Pikirannya ternyata tidak seperti apa yang ada di depannya.
Kruyukkk
Atha dan Kemal saling memandang namun pergerakan di samping mereka lah yang terjadi. "Gua laper. Mau makan."
Atha menggelengkan kepalanya. "Ya udah hayu Mal. kita makan."
Atha menarik tangan Kemal untuk berdiri di ikuti pria itu. Kemal sebenarnya ingin menanyakan banyak hal namun mengingat ada satu lagi makhluk yang kasat mata akhirnya dia urungkan. Biar besok saja saat jam makan siang akan dia tanyakan pada Atha.
???
"Iya Ma. Nanti Mail bawain calon istrinya, bawel banget sih."
"Mail Mama tuh cuman khawatir tadi pagi ponsel kamu di angkat sama cewek. Siapa dia? Jangan bilang dia jalang kamu?"
"Ya ampun Ma. Kenapa tuduhan Mama slalu nggak bener sih. Mail nggak mungkin buang benih di sembarang lubang. Mail juga milih-milih kali mana yang bagus buat bercocok tanam. Benih Mail ini berharga Ma. Jadi harus punya ladang yang belum banyak di garap sama petani lain." Kemal dan Atha yang mendengar ucapan prontal itu saling melirik. Pikiran mereka mengatakan jika Ibu dan anak sama saja.
"Awas yah Mama nggak mau ada perempuan yang dateng ke rumah terus ngomong kalau dia hamil."
"Iya, iya, Mama sayang tenang aja. Kalau nanti ada yang ngaku-ngaku hamil suruh Papa aja yang nikahin. Darah aku sama Papa kan sama hahahah."
"Kampret. Enak di kamu nggak enak di Papa dong. Kamu yang buat masa Papa yang tanggung jawab. Ngerasain lubangnya juga engga kam— haduh Mama sakit." Tawa Mail bergema. Dia mendengar orang tuanya yang bertengkar. Rindu sebenernya tapi kalau orang tuanya masih kekeh menjodohkannya ya sudah maafkan saja.
"Lo kenal tuh cowok dimana sih Tha?" Kemal berbisik sangat pelan.
"Nggak sengaja kemarin nemu di kantor, terus karena mungkin gua lagi sial jadi ketemu sama dia dengan alasan punya hutang 300 ribu selama satu bulan harus pake bunga. Karena ini baru awal bulan gua nggak mungkin bayar dia, jadi terpaksa gua harus dinner sama dia."
"Terus kalian udah Dinner?"
"Semalem sih udah. Tapi dia nggak terima karena gua ajak di tempat makan favorite gua."
"Orang bego kaya gua juga pasti nolak Tha. Dimana-mana kalau mau Dinner yah di tempat romantis bukan di pinggir jalan begtu." Kemal mendengus saat mendengar perkataan konyol yang keluar dari bibir Atha.
"Yah gua cuman kepikiraanya makan di sana. Lo tau kan kalau gua sama Adit nggak pernah makan di restauran, paling mentok yah kafe."
"Iya, karena kalian tuh mantan pasangan yang perhitungan. Masa nanti gua aja Dinner, lo malah minta di emperan nggak ada romantisnya dong kalau gitu."
"Gua bukan tipe cewek yang suka di romantisin Mal. Adit aja dulu yang so romantis padahal mah boro-boro." Mereka masih saling berbisik. Mendengar percakapan antara anak dan ibu yang katanya saling rindu tapi di sini sang anak yang kurang ajar.
"Ya udah, yah Ma nanti kalau Mail ada waktu bakalan pulang. Kalau nggak yah maafkan anakmu yang genteng ini, titip salam buat Papa."
"Kamu seenak nya ,yah. Pulang nggak di tunggu pergi nggak disuruh. Iyaa nanti Mama sampein. Hati-hati yah, kamu harus inget di sini ada keluarga kamu." Mail terkekeh pelan mendengar gerutuan Ibunya.
"Ya udah yah, Ma. Nanti Mail telepon lagi. Love you." Mail tidak menyadari jika sedari tadi di belakangnya ada yang tertawa cekikikan. Namun saat tubuhnya berbalik kedua orang itu langsung menghentikan kegiatannya. Pura-pura tidak mendengar dan pura-pura sibuk dengan dunianya.
"Kalian kenapa?" tanya Mail.
"Kenapa apanya?"
"Gua yakin kalian pasti gibahin gua kan dari tadi?" Atha dan Kemal menggeleng berbarengan. Tapi Mail tidak percaya, dia berjalan lalu dengan seenaknya duduk di tengah-tengah, memisahkan Kemal dan Atha yang duduk berdempetan.
"Mail! Lo bisa kan duduk di tempat lain?" Tegur Atha, dengan terpaksa dia menggeser pantatnya.
"Kalian pacaran?" tanya Mail.
"Engga."
"Otw." Dua orang yang berkata berbeda.
Mail memunggungi tubuh Atha membuat wanita itu memukul punggung kekarnya karena entah di sengaja atau bagaimana tubuhnya di dorong sampai dia tidak bisa bergerak.
"Lo suka sama Atha?" Kemal menggaruk tekuk nya yang tidak gatal. Dia meminta bantuan pada Atha yang dari tadi berusaha untuk keluar namun sialnya punggung Mail menyusahkannya untuk bergerak.
"Kenapa emangnya?"
"Kalau Lo suka sama dia. Lo harus bersaing sama gua, gua suka sama Atha jadi mau nggak mau kita harus bersaing secara sehat." Kemal dan Atha bersamaan membulatkan matanya.
Atha melambai kan tangannya ke arah Kemal namun entah bagaimana caranya Mail meraih tangannya membuat Atha kembali membulatkan matanya. Tangannya sekarang sudah melingkar cantik di pinggang kekar itu.
Kemal meneguk ludahnya dengan susah payah. Sebenarnya dia oke-oke saja jika mereka harus bersaing secara sehat namun entah kenapa perasaan mindernya membuat dia merasa terkesampingkan. Pria ini memang terlihat urakan dari gaya berpakaiannya, tidak ada kesan berkarisma, hanya saja aura nya itu terlihat maskulin dengan rambut yang di kuncir dan jambang yang tumbuh. Lebih lagi kumisnya yang tipis tumbuh dengan indah. Jika Kemal jadi wanita pun dia akan terpesona namun bagaimana lagi hatinya tidak bisa begitu saja meninggalkan Atha. Apapun yang terjadi nanti dia akan menerima hasilnya.
Sedangkan Atha memejamkan matanya. Dia mengerutu di dalam hati mendengar ucapan yang di lontarkan pria sinting di depannya. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu pada Kemal? Kesannya dia so cantik yang di perebutkan dua pria tampan. Oh may cinta! rasanya kepala Atha mau pecah saja. Dengan perasaan Kemal saja dia belum bisa membalasnya, bagaimana dengan perasaan pria di depannya? Jika dia memang menyukainya. Tenggelamkan dia di tempurung kura-kura!
Mail tidak bohong dia memang menyukai wanita ini. Memangnya cuman orang lain saja, dia sedang berusaha Move On dan itu harus dengan pewangnya. Mail dengan entengnya berbicara 95% sudah move on, masa dia gagal sih. Pokonya Mail bertekad dalam hatinya sejak percakapan mereka tadi pagi bahwa dia akan Move On dengan wanita ini jadi pengikatnya.
"Gimana?"
"Oke."
"Secara Sehat!"
"Secara Sehat."
Ampuni aku Tuhan jika nanti salah satu di antara mereka bisa bikin aku jatuh cinta. Dan ampunin aku juga Tuhan jika di antara mereka ada yang tersakiti.