8.

1340 Kata
Sambil menunggu jemputan Erwin, Shania langsung mencecar Calista dengan pertanyaan seputar identitas Erwin, bisa gawat kalau Erwin ini orang yang gak bener kan? Se protektif itulah Shania sama sahabatnya itu. Ia harus jelas mengetahui bibit, bebet dan bobotnya. "Eh ceritain tentang mas Erwin itu dong!"kata Shania dengan antusias. "Apanya yang mesti diceritain? Aku sendiri ya ga tau persis kok. Aku cuman tahu kalau dia itu eks kepala HRD, dedikasinya sama pekerjaan luar biasa,makanya ia bakal naik jabatan sebagai CEO disana, rumornya juga ia itu anak sulungnya pak Andreas Arya Hadinata, CEO yang juga orang yang berjasa memasukan aku ke perusahaan Adinata itu. Dia ga pernah ngaku tentang status itu, jadi aku juga ga yakin.Usianya 35an kali ya, entah sudah punya istri atau belum, soalnya ga ada yang nyinggung itu." Calista atau yang biasa dipanggil Caca oleh sahabat dan teman teman yang mengenalnya, berusaha menggabungkan gosip dan warta di kantor, jadilah cerita yang menurut Shania sangat absurd itu. "Kok rumor? Emang ga ada yang tahu kalau ia anaknya CEO?"Shania mendelik heran, saat Calista menggeleng dengan ragu. "Kemarin ia juga ga nyingung masalah itu, padahal aku sudah bilang kalau aku masuk ke sana berkat pak Arya." "Lha kamu tahu berita ini darimana?" "Aku kan dulu dekat dengan petinggi petinggi di kantor cabang, jadi aku tahu desas desus itu dari mereka. Aku sih ga ambil pusing. Mungkin ia ga ingin dianggap memanfaatkan statusnya sebagai anak, ia ingin menunjukan kinerjanya yang lebih baik lagi. Dan kulihat ia cukup kompeten kok." kata Calista sambil mengambil cemilan di stoples yang ada di pantry. Shania hanya merespon dengan manggut manggut. Tok tok tok …. "Eh itu mungkin mas Erwinmu deh!" teriak Shania senang. "Ya udah, aku bukain dulu. Tenang, kamu akan aku kenalin dulu sebelum aku pergi." kata Calista yang beranjak dari pantry menuju pintu keluar apartemen, ia melihat melalui CCTV apartemen siapa yang datang, ternyata benar dugaannya, yang datang adalah Erwin. Kreeek "Hai mas, masuk dulu?" tanya Calista dengan nada santai, sedangkan Erwin cukup terpesona dengan penampilan Calista yang cantik, membuat ia terdiam sejenak sebelum merespon perkataan Calista. "Eh iya boleh." "Aku kenalin dengan temanku ya, mas. Dia ini pemilik Apartemen ini, sedangkan aku disini cuman numpang." kata Calista sambil tertawa kecil, melihat Shania yang tampak terbengong melihat Erwin yang berpenampilan cool, dengan kemeja panjang warna mirip dengan dress milik Calista dan lengan kemejanya yang digulung, terlihat jelas kalau pakaian dan celana yang dipakai oleh Erwin itu bermerk semua dari atas sampai bawah, belum lagi dengan jam tangan Richard Mille yang kabarnya harganya mencapai miliaran rupiah, belum lagi sepatunya Berluti Rapieces Reprises, sepatu yang dirancang khusus untuk para pria dibandrol dengan harga 1830 USD atau hampir 27 juta rupiah. Shania hanya bisa bengong, kalau yang beginian ga mungkin cuman punya jabatan seorang kepala HRD ya. Wajahnya juga cukup tampan, walau masih gantengan Reno, kekasih Shania. Fix!! Calista ditipu oleh mas Erwin ini, kalau ini ya jelas kelasnya kakap. Tapi Calista emang segitu polosnya. "Ehm ya, boleh!" Rasanya disini Erwin tenggorokannya terasa kering, melihat penampilan Calista membuatnya tercengang dan kehabisan kata kata. Cantik dan menurutnya sangat seksi. Penampilan Calista ini benar benar bisa membangunkan adek juniornya yang sudah lama tertidur dan tak bisa bangun walau seribu wanita cantik telanjang bulat di hadapannya. Ia sampai takut karena efek kehilangan istri dan anaknya dalam waktu bersamaan itu membuatnya kehilangan gairah seks. "Ini Shania, mas. Shan, ini mas Erwin yang tadi aku ceritakan." kata Calista yang berada di tengah tengah antara Shania dan Erwin. Setelah mereka memperkenalkan namanya masing masing, Calista langsung mengajak Erwin untuk segera pergi seperti rencana mereka. "Aku berangkat dulu ya Shan!" kata Calista pamit dengan sahabatnya itu, Calista langsung masuk ke dalam kamar Shania untuk mengambil tas pergi yang sesuai dengan dressnya, tentunya dengan meminjam Shania, sahabatnya yang memiliki banyak koleksi tas bagus untuk berpergian. "Mas Erwin, saya nitip temen saya Calista itu ya. Jaga dia, saya tahu anda pasti memiliki perasaan lebih kepada sahabat saya itu. " tembak Shania kepada Erwin, membuat Erwin jadi sedikit salah tingkah. "Ehem … Saya pasti menjaganya, kamu ga usah khawatir." kata Erwin menenangkan. Shania mengangguk saja, karena ia melihat kalau Calista sudah mendekat, ia ga mau dianggap terlalu over protek dengan sahabatnya itu. . . "Kita sudah sampai, turunlah!" kata Erwin saat mobilnya sudah masuk ke dalam parkiran basement di sebuah rumah sakit di kawasan Pondok Indah. "Kamu sakit mas?" tanya Calista dengan mata indahnya yang membulat. "Enggak, kenapa?" tanyanya dengan lembut, ia menatap Calista dengan tatapan yang jujur saja tak bisa diartikan oleh Calista. Pokoknya beda banget dengan tatapan pertama kali mereka bertemu. "Kok kesini?" tanya Calista dengan polos. Erwin saking terpesonannya terhadap penampilan Calista yang ini, membuatnya lupa untuk menjelaskan role play yang harus Caca mainkan dihadapan kedua orang tuanya. Ia memiliki keinginan untuk menjadikan Caca sebagai kekasih atau pacar gitulah, tapi secara kontrak, karena Erwin masih belum bisa menelaah perasaannya ini. Entah kenapa memang ia masih merasa bersalah apabila memiliki istri lagi. Walau Vina sang almarhumah istrinya itu sudah beda alam dengannya. "Ehm, Ca! Aku mau minta tolong sama kamu, bisa?" mohon Erwin dengan wajah melas. Entah kenapa ia ingin suka dengan panggilan Caca ini. "Ya ampun, mas! Aku kan dah bilang mau nolong, jadi kamu ga usah kayak gitu." calista memutar bola matanya sekali lagi, reaksi Erwin beda banget dari yang pertama. Kalau yang awal kan kesannya diktator banget, tapi kini tampak lebih manusiawi lah … "Gini, nanti apapun yang terjadi kamu ga usah kaget, cukup kamu bilang ya saja, okey?" Erwin sejujurnya ya bingung gimana njelaskannya. "Hah? Cukup bilang Ya?" tanya Calista polos. "Yup, tolong yaaa! Plis!" baru kali ini sepanjang sejarah hidup Erwin dia melakukan hal yang konyol seperti ini.Dan ia merasa ada sesuatu yang membahagiakan di dalam dadanya hanya karena bisa berkata dengan nada manja sama Calista. "Ehm, baiklah!" sahut Calista masih dengan pandangan polos dan menggemaskan. Ia tak mengerti kenapa mantan HRD nya itu mengatakan hal itu, namun ia berusaha untuk menyetejui, yang penting tidak membahayakan hidupnya. "Oke ayuk kita masuk. Kita akan menemui orang tua aku." kata Erwin sambil menggandeng tangan Calista. Namun Calista yang kaget mendengar bahwa mas Erwinnya hendak menemui orang tuanya, sontak menarik tangannya dan menatap Erwin dengan pandangan terkejut. "Kita kesini buat apa?" tanya Calista menegaskan. "Menjenguk orang tua aku." "Hah?" "Lebih tepatnya menjenguk papa aku." "Hah? Tapi.." "Dan kamu sudah kenal dengannya." "Hah? Maksud mas?" "Kamu sudah kenal dengan papa aku." "Jangan jangan bener kata desas desus di luaran.." kata Calista sambil manatap Erwin dengan matanya yang bulat dan indah, membuat Erwin jadi geli melihatnya. "Emang apa sih desas desusnya?" tanya Erwin dengan tampang menahan tawa. "Kalau mas Erwin ini anak sulungnya pak Arya?" tanya Calista smabil memicingkan matanya seperti menyelidiki Erwin, membuat Erwin tak tahan untuk tidak tertawa terbahak. " Ha ha ha , dan kamu belum tahu kalau aku anaknya pak Arya?" "Kamu kan ga jelasin, mas!"decak Calista sebal, ia merasa dipermainkan. "Kamu kan juga ga nanya? Masa aku harus lari ke kamu dan menjelaskan kalau aku anaknya pak Arya? Kesannya aku sombong dong! dan sebenarnya aku mau orang mengenalku sebagai Erwin tanpa embel embel anak pak Arya. " kata Erwin sambil terkekeh geli, ekspresi Calista membuatnya terhibur. Ia belum pernah bahagia, bahkan tersenyum selama kurun 4 tahun ini. "Arghhhhh, iya juga, emang aku yang salah, ga menegaskan rumor itu terlebih dulu." kata Calista dengan nada lemah, membuat tawa Erwin semakin kencang, membuat Calista terjengit kaget. Ia reflek menutup mulut Erwin dengan tangannya, ia menoleh kesana kesini. Calista tahu benar ini lingkungan rumah sakit jadi ga boleh dong kalau ketawa sampai kayak gitu histerisnya. "Mas, kalau ketawa dijaga dong, ini rumah sakit." tegur Calista, tapi tangan Calista yang masih ada di bibirnya membuat Erwin menjadi salah tingkah, kedekatannya dengan Calista membuat jantungnya gak baik baik saja, jantungnya itu berdebar debar ga karuan. Sedangkan Calista yang melakukan dosa, hanya santai menurunkan tangannya setelah Erwin terdiam, gimana ga terdiam ? Detak jantungnya seperti maraton, ia sampai memegangi dadanya yang berdebar kencang. Erwin ragu apa jangan jangan ia kena serangan jantung? Tapi ia ga punya riwayat sakit jantung juga. Lalu apa ini? . . . TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN