17.

1040 Kata
"Kamu belum merasakan kalau kamu juga sudah jatuh cinta sama aku!" kata Erwin dengan yakin. Membuat Calista menarik nafasnya dan menghembuskannya perlahan. Bagaimana menjelaskan ya? Calista masih belum bisa mendefinisikan perasaan hatinya. "Mungkin!" katanya dengan ragu. Erwin menoleh ke arah Calista yang terdiam menatap jalanan di depan. "Loh, kok gitu?" tanya Erwin dengan nada tidak puas. "Kemarin Shania juga nanya hal yang sama. Sebenernya ia masih gak setuju 100 persen kalau aku sama kamu, katanya kamu itu bisa jadi hanya mempermainkan aku..." kata Caca dengan lirih,tapi suaranya masih bisa di dengar oleh Erwin. Kemudian Caca berusaha melanjutkan argumen dari sahabatnya itu. Caca ini wanita yang polos dan jujur, jadi ia menceritakan apa saja yang kemarin diperbincangkan oleh Calista dan sahabatnya itu. "Menurut Shania kamu menyukai aku mungkin karena aku mirip dengan istrimu, jadi kamu mengkhayalkan aku seperti pengganti dari istri kamu yang sudah tidak ada!" kata Calista dengan lugas. Tanpa tedeng aling aling, Calista langsung menceritakan tentang apa yang kemarin didiskusikan oleh Shania dan Caca. "Emang Shania tahu kayak apa wajah almarhum istri aku?" tanya Erwin dengan sinis. Erwin tidak suka mendengar perkiraan Shania. Mengingat masa lalu membuat Erwin berubah dingin dan datar seperti setelan awal. Melihat hal itu, Calista mendesah kan nafasnya dengan berat. Dia tidak berniat menyinggung perasaan hati laki laki tampan yang duduk disampingnya itu. Ia hanya berusaha jujur dengan laki laki itu, agar tidak terjadi salah paham di masa depan. "Maaf kalau itu membuat mas tersinggung. Bukan maksud aku mengungkit hal hal yang telah lalu.." kata Calista menyadari perubahan wajah calon suaminya itu. Wanita itu tidak enak hati, walau kadang Caca itu polos dan kurang peka, tapi untu yang satu ini, Caca sadar kalau ini berpotensi membuat sang calon suami tersinggung. "Aku hanya gak suka kalau Shania terlalu turut campur dan mempengaruhi kamu." kata Erwin dengan kesal. Erwin sebenarnya malas membahas masa lalu, tapi ia harus menjelaskan supaya tak ada kesalahpahaman. "Tidak ada yang bisa mempengaruhi penilaian aku mas. shania hanya mengingatkan aku, tapi bukan berarti aku juga langsung percaya dengan pemikirannya." kata Calista sambil memegang lengan Erwin yang sedang menyetir. Mobil Erwin sudah memasuki area parkir kantor. Saat mobil sudah terparkir rapi, dan saat Calista hendak turun, Erwin menahan tangannya. "Ca, salah satu hal yang membuatku mengajak kamu menikah, membuat kontrak pernikahan, bukan karena wajah kamu mirip dengan almarhumah istriku atau karena aku dikejar oleh orang tuaku untuk menikah, seperti alasanku semula. Tapi karena hanya kamu lah yang bisa membuatku berdebar, setelah selama 4 tahun ini jantungku serasa mati untuk semua wanita yang dekat denganku, baik itu cantik maupun jelek. Bahkan apabila wanita itu telanjang di hadapanku." jelas Erwin dengan jujur. Rasanya jujur akan lebih baik buat Erwin. Awalnya ia mengajak menikah Caca dengan dalih terpaksa menikah. Kenyataan ini membuat Caca kaget, sampai segitunya perasaan Erwin mati gara gara kematian orang yang dicintai. Calista menatap Erwin dengan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan, Bahagia? Baper? Senang? "Mas, maaf, jujur aku gak tahu definisi cinta, tapi aku akui kalau aku nyaman dengan kamu. Em, aku hanya bisa bilang ajari aku untuk mencintai kamu." kata Calista dengan malu malu. Entah kenapa, Erwin merasa seperti melayang di awan awan kebahagiaan. Sudah 4 tahun lebih dia di dalam lembah keterpurukan dan sekarang ia bisa menemukan rasa bahagia, dan semuanya karena gadis konyol yang bernama Calista. Yang bisa membuat dadanya berdebar hanya karena berduaan dengan Calista, dan yang membuat adik kecilnya memberontak ingin dibebaskan hanya karena melihat senyum Calista yang malu malu. Suatu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya karena setelah kematian orang orang yang dikasihinya, ia seperti mati rasa. *** Erwin dan Calista masuk ke dalam kantor dengan posisi bergandengan tangan, lebih tepatnya adalah Erwin yang menggandeng tangan Caca dan ketika Caca ingin melepaskan diri, Erwin malah mengeratkan pegangannya seakan ingin menunjukan statusnya sekarang. "Mas, gak enak kalau dilihat sama yang lain." kata Calista dengan jengah. Padahal Erwin itu biasanya dingin dengan wanita. Ingat kan ia bahkan tidak pernah berdebar sekalipun banyak wanita cantik yang bertebaran di sekitarnya. "Kenapa?" "Aku ingin kita profesional saja, kalau pegang pegangan tangan gini itu ya gak enak sama yang lain." desisnya lirih. Mereka masih di area parkir, belum masuk ke lift dan lobby. Rencananya Erwin ingin mengajak Cacanya langsung masuk ke dalam ruangan meeting di lantai atas, tapi status Caca adalah kepala HRD yang berarti dia masih harus memasukan absen dulu di lobby bawah, baru bisa naik ke ruang meeting. Sedang dirinya statusnya sudah berubah jadi dia bisa saja langsung naik ke ruang meeting tanpa harus absen. "Ya udah, tapi rencana menikah kita gak boleh batal loh ya!" ancam Erwin dengan nada tegas. "Iya iya!" " Nanti papa juga datang.." kata Erwin sudah melepaskan genggaman tangannya dari tangan mungil kekasihnya itu. "Oh ya? Beliau sudah sembuh?" tanya Caca dengan mata yang berbinar. "Sudah! Kan ditengok sama calon menantunya yang heroik. Jadi langsung sembuh." kata Erwin dengan sedikit sarkas, tapi Caca hanya bisa tersenyum simpul mendengar nada suara calon suaminya itu. "Syukurlah kalau papa.. eh pak Arya sudah sembuh." kata Caca dengan salah tingkah. Mereka berdua lagi mengunggu lift yang akan membawa Caca ke lobby dulu agar bisa memasukan absen. Sedangkan Erwin akan menemani kekasihnya itu. "Sudah nyaman manggil papa ya? Kok manggil mas masih kaku?" sindirnya lagi. Kegiatan menggoda Caca menjadi favorit Erwin sekarang. Menatap pipi merona Caca membuatnya senang. "Ish apaan sih? Lagian papa eh pak Arya harusnya istirahat dulu aja di rumah. Ini kok malah kerja sih?" Caca kembali salah tingkah dan wajahnya tambah merah merona gara gara salah ucap lagi. "Udah panggil papa gak apa apa, kalau di depan yang lain panggil pak aja. Kan profesionalitas kerja katamu." "Lalu aku manggil kamu apa dong mas?" tanya Caca dengan nada lirih. "Kalau gak ada orang kamu panggil aku tuh, minimal sayang! Atau mas tercinta, atau hubby, atau abah, atau papah, atau.." "Eh eh eh cukup!! Gak ada panggilan yang lebih baik dari itu?" tanya Caca dengan kesal, ia bahkan sampai memutar bola matanya karena kesal. " Ha ha ha , lha kamu maunya gimana?" tanya Erwin masih ketawa besar. "Kalau gak ada orang aku panggil mas kayak biasa, dan kalau lagi sama orang kantor sopannya sih panggil pak!" kata Caca dengan tegas. Ia gak mau ikut ikutan alay kayak calon suaminya itu. Padahal sebenarnya Erwin hanya menggodanya saja. . . . TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN