5.

1307 Kata
"Ehm, pak! Halooo.." kata Calista sambil melambaikan tangannya karena Erwin hanya bengong, karena sibuk menenangkan debar jantungnya. hal yang sudah lama tak pernah ia rasakan selama 4 tahun ia hidup bagaikan raga tanpa jiwa, karena ia kehilangan istri dan anaknya dalam waktu bersamaan. " Eh sorry, aku gak maksud gitu sih. Melamun maksudku! Oh ternyata kamu juga pernah kerja di kantor pusat ? Kok aku ga tau ya?" Erwin sedikit bingung karena ia ga pernah melihat Calista di kantor pusat. Tapi ia juga sadar kalau setiap orang yang punya jabatan di kantor cabang harus berasal dari seleksi kantor pusat. Itu kebijaksanaan langsung dari papanya, Andreas Arya Hadinata. Yang sering dikenal oleh pegawainya sebagai A.A. Hadinata. " Ha ha ha mungkin karena mas Erwin jabatannya tinggi. Apalah saya ini mas? Cuman saya kemari karena direkomen oleh salah satu pimpinan di perusahaan ini." kata Calista sedikit bangga. Ia tersenyum mengingat masa lalunya saat pernah bekerja di kantor pusat. Erwin jadi merasa penasaran. Siapa pimpinan yang merekomen gadis ini? "Wah, kok bisa? Siapa orang itu? Wah berarti kamu masuk karena ada orang dalam ya?" tanya Erwin masih dalam mode penasaran. Mereka berjalan ke lift sambil berbincang santai. Maklumlah karena kantor off kerja jadi ya benar benar ga ada orang disini. Apalagi lantai atas ini emang hanya dihuni oleh kepala bagian dan level pimpinan sekelas CEO dan sekretaris direksi. " Pak Arya." jawab Calista dengan enteng, bahkan ia sudah memencet tombol lift menuju lobby, ia bahkan tidak melihat wajah Erwin yang menegang karena nama yang ia sebutkan. "CEO?" tanya Erwin meyakinkan, tapi untuk apa papanya merekomendasikan gadis ini? Dan bagaimana ia kok malah ga tau menahu? Erwin berencana mencecar dan menyeldiki info ini. siapa tahu ayahnya bermain api? "Ha ha ha iya." sahutnya dengan nada renyah, membuat Erwin tak bisa melepaskan pandangannya kepada gadis ini. "Wah koneksi kamu tinggi juga." kata Erwin sedikit sarkas. Tapi Calista yang positif thinking tidak menganggap itu dengan berlebihan. " Huum, makanya aku bisa masuk ke perusahaan segede ini. Padahal aku gak punya pengalaman apa apa." jawab Calista lagi dengan jujur dan penuh senyum, seakan hal yang ia lakukan itu bukanlah hal yang melanggar. " Bagaimana bisa?" tanya Erwin lagi. Ia yakin besok senin pas rapat direksi, gadis ini akan kaget karena dirinya yang jadi pengganti CEO yang baru. " Ya, dulu sekitar 8 tahun yang lalu, aku hendak melamar jadi pegawai disini, apa aja lah yang penting bisa kerja, karena aku baru lulus SMA, dan aku ingin melanjutkan ke jenjang S1. Semua harus dilakukan sendiri mas, sejak papi meninggal gak ada yang kasih aku duit buat sekolah jadi sarjana. Sedangkan, dulu papi, mami bersama adikku laki lakiku emang tinggal di daerah. Aku kos di sini karena sekolah. Hari itu aku menolong pak Arya yang hendak dirampok. Trus diajak kerja disini sebagai staf admin. Gitu mas!" singkat Calista sambil melangkah keluar menyembunyikan wajah sendu saat ia harus bercerita tentang keluarganya. Entah kenapa, ia merasa santai saja bercerita masa lalunya. Padahal Erwin adalah orang yang baru dikenalnya. Sedang yang tahu persis kehidupannya selama ini hanyalah Shania, tempat ia berbagi kamar kos sejak SMA. " Apa? Kamu menolong pa.. ehm pak Arya dari kerampokan?" Erwin terdiam sambil memandang tubuh mungil nan sexy dihadapannya itu dengan tatapan tak percaya. " Eh anda ga percaya?" tanya Calista sambil menaikan satu alisnya, ia merasa tatapan Erwin itu tatapan penuh kesangsian. Harga dirinya tersentil karena Erwin meremehkan dirinya. Mereka berjalan bersama menuju Cafe yang letaknya hanya disebelah kantor itu. Mata orang orang yang di dalam cafe langsung tercuri dengan memandangi Erwin dan Calista yang berjalan berdua dengan tatapan mendamba, Erwin dengan pesona dinginnya, serta Calista yang terlihat cantik dan hangat. Tapi mereka berdua tak peduli, mereka masih asik dengan dunianya sendiri, bahkan mengacuhkan waiters yang sudah siap disamping mereka. Mereka masih asik dengan pembicaraannya, walau ada orang di samping mereka yang menunggu pesanan. " Yah.. gimana ya?" Erwin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, melihat tubuh mungil itu membuat gelenyar aneh di tubuhnya. Perasaan yang sangat membuat dirinya nyaman bersama gadis itu. " Saya ban hitam karate mas, saya juga sering ikutan kompetisi karate tingkat nasional yang dikirim oleh sekolahan." ujar Calista bangga. Tubuhnya boleh mungil tapi kuat dan bertenaga. “ Hah? Masa?” Kalau lihat postur tubuh Calista, gak akan ada yang mengira kalau tubuh kecil dan membesar di area area yang memang semestinta itu adalah pemilik ban hitam karate. Secara penampilan, fidiknya tu terlihat feminim dan tak terlihat berotot. " Waktu itu saya hendak berangkat melamar kerja ke kantor ini, tiba-tiba saat saya turun dari angkot ada segerombolan orang yang yang mencurigakan. Tepatnya mereka bergerombol di samping lorong ke arah pintu lobby samping itu lho, Mas! Awalnya saya enggak terlalu memperhatikan sih, tapi tiba-tiba ada teriakan minta tolong, jadi saya menghampiri gerombolan orang dan seorang laki-laki paruh baya yang akhirnya saya tahu namanya adalah Pak Arya. Yeaah,, kemudian saya mencoba menolong Pak Arya dari gerombolan orang itu. Kata pak Arya, mereka memang disuruh oleh lawan bisnis Pak Arya untuk mengambil dokumen yang saat itu dibawa oleh Pak Arya. Nah, gitu deh ceritanya!" kata Calista dengan bersemangat. Sambil menuliskan pesanannya ke kertas yang disodorkan oleh waiters yang menunggu disamping. Begitu pula dengan Erwin yang sudah menuliskan pesanannya terlebih dahulu, rupanya Erwin sangat kelaparan, karena baik dia dan Calista memang melewatkan masa sarapannya. " Pasti orang laki-lakinya cemen cemen tuh masa bisa kalah dengan 1 orang gadis yang mungil seperti kamu ini. By the way Emangnya ada berapa sih laki-laki yang mengeroyok Pak Arya waktu itu?" Tanya Erwin dengan nada mencemooh. Dia kok sangat yakin ya kalau orang yang mengeroyok papanya waktu itu pasti tidak lebih dari 2 orang. si Calista pasti melebih-lebihkan dengan menggambarkan bahwa orang yang mengeroyok ada banyak karena ia memakai kata ‘segerombolan’. " Kalau nggak salah inget sih sekitar 5 atau 6 orang ya. Mereka itu kayaknya seperti bodyguard yang berpengalaman, karena memakai baju hitam yang kayak jas itu lho Mas." " Wah kamu hebat juga bisa mengalahkan 5 atau 6 orang sekaligus, apalagi kalau menurut penggambaran mu orang-orang yang mengeroyok itu pasti profesional ya." " Saya belajar karate emang dari kecil mas, dulu papi saya adalah guru karate, Ibu saya juga atlet nasional karate jadi kayaknya karate itu sudah mendarah daging." Jelaskan Calista sambil membolak-balik menu yang ada dihadapannya padahal Waiters yang menunggu pesanan sudah kembali ke dapur mungkin untuk menyiapkan pesanan mereka berdua. " Tapi mereka semua kalah sama kamu?" tanya Etwin memastikan. " Huum, pak Satpam baru datang kemudian." Calisa menganggukkan kepala dengan yakin sehingga Erwin tahu kalau Calista sedang menjelaskan situasi saat itu. " Kamu ga kena pukulan?" Erwin kembali menilik kondisi tubuh wanita yang mencuri perhatiannya itu dengan seksama. Ia masih agak sangsi dengan apa yang dikatakan Calista, walau ia tahu kalau Calista ga boong. "Ya kena lah mas, namanya juga ber adu jotos." sahut Calista masih dengan aktivitasnya membolak balik menu. Erwin hanya bisa manggut manggut kagum dengan Calista. " Kamu ini membolak-balik buku menu. Emangnya kamu masih lapar dan mau pesan lagi? Yang tadi aja belum dimakan masa kamu ingin pesan lagi sebenarnya kapasitas perut kamu itu seberapa sih? Kayaknya badannya kecil tapi masa makannya banyak?" cibir Erwin karena si Calista hanya merhatiin gambar makanan di buku menu. " He he he, saya penyuka makanan soalnya mas! Tapi syukurlah saya belum pernah melar sedikitpun walau ritme makan saya banyak. " kata Calista sambil menatap Erwin. Drrtt drrtt Ponsel milik Erwin berbunyi, sontak Erwin melirik ke ID caller ponselnya, Erwin langsung mendengkus ketika ia melihat ID caller peneleponnya. " Kok ga diangkat mas? Ponselnya bunyi tuh." kata Calista sambil menunjuk-nunjuk ponsel Erwin. " Sebentar saya angkat telepon dulu ya!" Erwin meninggalkan Calista yang hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menikmati minuman yang sudah diantar oleh waiters tadi. Erwin berjalan menjauhi meja tempat dia dan Calista duduk. Dia berjalan keluar ke arah beranda Cafe itu, baru kemudian dia mengangkat panggilan teleponnya. . . . TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN