Senyum dan suara Vino G Bastian itu sangat menghipnotis, tapi juga sebagai sumber kesengsaraan Nadia dimulai.
“Nad, hanya kamu yang bisa bekerja di bawah tekanan hasilnya justru semakin bagus. Ini proyek besar, Nad. Kemungkinan kamu akan dipromosikan sangat besar.” Pujian itu kembali terdengar.
Nadia suka pujian, tapi ia tahu kalimat tersebut diucapkan Dion saat menginginkan sesuatu darinya.
Wajah tampan dengan nada bicaranya sedikit memohon itu sungguh membangkitkan sensasi aneh dalam diri Nadia.
“Kerja dibawah tekanan emang spesialis lo, Nad.” suara cempreng Hasan berkumandang, membuyarkan lamunan Nadia saat membayangkan betapa menggemaskannya Dion saat memuji dan memohon padanya. Tentu saja memohon sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, bukan memohon hal lain!
“Segala sesuatu yang ditekan akan bekerja dengan baik, San.” balasnya dengan senyum jahil.
“Asem lo!” Umpat Hasan.
Nadia memilih Hasan sebagai asistennya untuk proyek terbaru kali ini. Jika sebelumnya Nadia lebih memilih Mila untuk menjadi partnernya, kali ini berganti pilihan. Bukan tanpa alasan tapi Mila terlalu berisik dan susah untuk diajak kerja lembur. Alasannya ada saja saat Nadia mengajaknya untuk lembut, entah kakinya sakit, perutnya sakit atau pinggangnya yang sakit. Mungkin lama-lama jiwanya akan sakit.
Nadia memilih Hasan sebab lelaki itu sangat mudah diajak diskusi, pemikiran keduanya hampir sama bahkan saat membicarakan hal-hal jorok sekalipun nyaris sama. Hasan memiliki paras tampan, anggap saja nilai Hasan tujuh dari satu sampai lima artinya lelaki itu bisa masuk kategori tampan di kantor ini hanya saja saat berdekatan dengan lelaki itu Nadia tidak pernah merasakan sensasi debar yang dirasakannya saat bersama Hendra dulu. Mereka nyaman dengan kedekatan saat ini, tidak ada cinta dan murni hanya sekedar teman.Nadia yakin, Hasan pun merasakan hal serupa padanya, terlihat lelaki itu tidak pernah bersikap jaim di depannya bahkan Hasan pun bersedia menunjukan kurap yang tiba-tiba muncul di pinggangnya selepas pulang liburan tahun ini.
Bagaimana dengan Tanto?
Lelaki yang saat ini terobsesi dengan jenggot itu usianya jauh lebih mudah dibanding Nadia. Menjalin hubungan bersama brondong tidak ada dalam daftar keinginan Nadia. Lelaki dewasa saja masih suka morotin apalagi brondong, Nadia hanya bisa menghela lemah tatkala teringat akan kebodohannya dulu.
“Untung dia ganteng, kalau jelek ogah banget ngerjain proyek lemparan ini.” Ucap Nadia.
“Pujian dari lelaki ganteng emang sedahsyat itu, Nad?”
Nadia menggumam dan menganggukkan kepalanya.
“Saat dia memuji dan memohon, fantasi liar gue berkembang biak. Bayangkan kalau lelaki itu melakukannya saat kami bercinta,” Nadia memasang wajah mesumn.
“Gue nggak yakin lo udah pernah begituan, mengingat si Nendra akhirnya berselingkuh yang mengartikan dia nggak puas sama lo!”
“Bukan nggak puas! Tolong ralat. Lelaki itu nggak pede, karena nggak bisa memuaskan gue!” Tegasnya. Tapi bukan Hasan namanya jika ia percaya begitu saja pada pernyataan mesumn nadia.
“Gue nggak percaya, sebelum lo buktiin.”
“Gimana cara buktiinya? Lo mau lihat saat gua bercinta?”
“Nggak cuman lihat, Nad. Tapi buktiinya sama gue.”
“Lo mau mati?!”
Nadia memukul kepala Hasan dengan menggunakan buku. Lagi-lagi kepala lelaki itu menjadi sasaran empuk Nadia untuk melampiaskan kekesalannya.
“Sakit, Nad. Gue ini partner kerja atau samsak pribadi lo sih?! Lama-lama gue bisa gegar otak!” Keluh Hasan.
“Makanya jangan coba-coba mesumn sama gue! Nggak level!”
Hasan tertawa, ia tidak tersinggung sedikitpun dengan ucapan Nadia.
Lift yang mereka tunggu akhirnya terbuka. Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam yang artinya tidak akan ada lagi antrian dan rebutan masuk lift.
“Kantor serem juga juga ya jam segini.” Keduanya masuk bersamaan.
“Hidup gue jauh lebih dari serem, San. Kantor sepi dan horor cuman ada segede upilnya doang buat gue. Lo takut?”
“Nggak lah! Gue nggak takut hantu, yang gue takutin tuh manusia. Manusia jauh lebih sadis dibanding hantu.”
“Bener.” Nadia mengiyakan. “Nggak cuman sadis tapi juga nggak punya hati.”
“Udah dikasih mobil, meskipun masih nyicil eh kawinnya sama temen sendiri. Kurang sadis apalagi coba?!”
Nadia menatap jengah ke arah Hasan. “Nendra bukan sadis, tapi nggak punya otak. Cewek cakep kayak gue di tinggalin dan lebih milih si Sinta.”
“Artinya Sinta jauh lebih memuaskan, Nad.”
Saat tangan Nadia hendak kembali memukul Hasan, lelaki itu menahannya. Diwaktu yang bersamaan pintu lift terbuka. Apa yang dilakukan Hasan dan Nadia membuat dua orang lelaki yang baru saja masuk itu sedikit salah paham.
Tapi bukan itu yang menjadi perhatian Nadia, melainkan kedua sosok itu terasa begitu familiar di ingatannya. Nadia berusaha mengingatnya, dimana ia melihat keduanya hingga akhirnya ia berhasil mengingat kembali.
Mereka adalah si biru dan si hijau mint yang sempat menjadi bahan ghibah tempo hari.
Nadia terkekeh, ia lantas membuka ponselnya untuk memberi tahu Mila.
Wanita itu pasti akan terkejut saat Nadia kembali bertemu dengan dua boti tampan itu lagi.
“Tebak, gue ketemu siapa?” Nadia mengirim pesan singkat dan tidak berselang lama Nadia mendapat balasannya. Mila memang si sok paling sibuk tapi saat membahas sesuatu yang menurutnya menyenangkan wanita itu akan segera membalasnya secepat kilat.
“Apa?” Balas Mila.
Nadia sengaja mengabaikan pesan Mila, membuat wanita itu mati penasaran adalah tujuannya.
“Apa?” Pesan kedua diterima.
“Apa? Buruan cerita!” Nadia terkekeh membacanya.
“Apaan sih?!” Tanya Hasan.
“Rahasia.” Nadia menggeser sedikit, menjaga jarak antara dirinya dan Hasan seolah ia menjalankan misi rahasia.
Nadia kembali fokus pada layar ponselnya.
“Gue ketemu dua lelaki itu lagi, dari dekat asli sih ganteng banget. Lo pasti terkagum-kagum melihat ketampanan yang terpampang nyata di hadapan lo!”
“Masa sih?! Coba kirim fotonya!”
Nadia tidak mungkin mengambil gambar da lelaki itu secara diam-diam, meski keduanya berada persis di depannya.
“Nggak ah, nanti ketahuan.” Balas Nadia, yang pastinya akan menimbulkan kekesalan bagi Mila. Tapi justru hal tersebutlah yang diinginkan Nadia.
“Buruan, kirim fotonya atau gue ke situ sekarang!”
“Kesini aja. Lo nggak bakal nyesel lihat ciptaan Tuhan yang sempurna ini.” Nadia semakin membuat panas hati Mila.
“Nad, buruan!”
Nadia hanya terkekeh saja. Tapi ia tetap mengabaikan pesan Mila.
Mila terus mengirim pesan hingga bunyi notifikasi dari ponsel Nadia berdering tanpa jeda.
“Apaan sih?!” Tanya Hasan.
“Cowok nggak usah tahu! Rahasia perempuan!”
Rupanya kedua lelaki itu pun memiliki tujuan yang sama dengan Nadia, yakni area parkir khusus karyawan.
Nadia tidak akan bertanya mengapa kedua lelaki itu bisa berkeliaran di area kantor dan masuk melalui jalan khusus karyawan. Yang artinya mereka bukan hanya sekedar bertamu, tapi bisa saja bekerja di lingkungan yang sama mengingat kantor tersebut tidak hanya digunakan oleh perusahaan dimana Nadia bekerja saja. Ada tiga perusahaan berbeda yang bernaung di gedung yang sama.
Hasan dan Nadia sampai di area parkir saat Nadia membuka ponselnya untuk melihat seberapa banyak Mila mengirim pesan singkat padanya.
“Dua puluh, gila!” Nadia terkejut saat melihat banyaknya pesan masuk dari Mila. Ia pun membukanya dan tanpa sengaja membuka pesan suara yang dikirim wanita itu.
“Lo ketemu dua boti ganteng itu lagi, Nad?! Apa gue bilang, mereka ganteng parah sayang banget boti. Suka batang!” Tawa Mila menggelegar dari sambungan pesan suara tapi di waktu yang bersamaan Nadia pun terkejut dengan volume ponselnya. Suaranya sangat kencang hingga membuat dua lelaki yang menjadi bahan objek pembicaraan keduanya menoleh.
“Ya ampun! Mati gue.” Nadia langsung mematikan ponselnya.
Dimana kedua lelaki itu menatap tajam ke arahnya.