4. mutilasi

1271 Kata
“Lo harus tau sih gimana ekspresi dua lelaki itu saat mendengar pesan suara lo semalam.” Hasan tidak hentinya tertawa. Kewarasan lelaki itu sudah benar-benar berada di ujung jurang. Pukulan Nadia tidak lagi menghentikan tawanya, ia justru kian tidak terkendali yang membuat Nadia kesal setengah mati dibuatnya. Belum lagi Mila yang terlihat tidak merasa bersalah sedikitpun padahal semalam salah satu dari lelaki itu nyaris menelannya hidup-hidup. “Siapa suruh minta foto mereka nggak ngasih.” Mila tersenyum jahil. “Gue bukan wartawan, Mila!” Tegas Nadia. “Ya kali diam-diam motoin mereka.” Kesal Nadia. “Anggap aja lo paparazi, Nad. Apa susahnya sih kasih foto biar gue nggak penasaran seganteng apa sih tuh laki.” Nadia menghela, jujur saja setelah kejadian semalam ia benar-benar dilanda rasa takut. Pasalnya pasangan penyuka sesama jenis lebih cenderung sensitif. Banyak kasus pembunuhan mutilasi dilakukan oleh pelaku penyimpang seksual seperti mereka, salah satu alasannya bisa karena cemburu atau tersinggung. Ucapan Nadia memang tidak menyinggung keduanya, hanya saja pesan suara Mila yang mengacaukan semuanya. Di luar negri hubungan sejenis itu memang bukan lagi hubungan terlarang yang harus disembunyikan dari khalayak, tapi di negeri tercinta kita ini hubungan sejenis itu kerap menjadi perbincangan dan cibiran orang-orang hingga mereka lebih memilih untuk merahasiakannya. Sudut pandang dan budaya yang berbeda membuat lingkungan mereka masih sangat terbatas. “Keduanya gue akui ganteng sih, apalagi si kemeja biru. Tampang dan penampilannya macho banget, sayang aja dia suka batang.” Jelas Hasan. “Si hijau mint pasti jadi ceweknya,” Balas Mila. Nadia tidak lagi tertarik pada pembahasan kali ini, moodnya rusak sejak semalam. Nadia yakin kedua lelaki itu bekerja di satu gedung yang sama dengannya, terbukti keduanya bisa memiliki akses area parkir yang hanya dikhususkan untuk para karyawan atau yang memiliki kepentingan di kantor tersebut. Jika hanya sekedar tamu, mereka menyediakan area parkir di bagian lain. Kemungkinan lelaki itu bekerja di kantor yang sama membuat Nadia khawatir, sebab intensitas pertemuan mereka sangat mungkin terjadi lagi. Lain halnya jika mereka bekerja di gedung atau tempat yang berbeda, kemungkinan itu sangat kecil. “Si hijau wajahnya oriental banget, kulitnya putih dengan mata sipit. Cakep juga sih.” “Keduanya cakep nggak ada lawan, gue yakin. Sayang banget ya,” Keluh Mila. Kenapa wanita itu mengeluhkan hal-hal yang tidak perlu. Jika pun mereka bukan pasangan kekasih rasanya tidak mungkin salah satu dari mereka naksir Mila. “Kalaupun mereka normal, gue yakin salah satu dari mereka nggak akan tertarik sama lo.” Balas Nadia dengan tatapan sinis. “d**a dan b****g rata gitu.” Nadia memandang tubuh Mila dengan tatapan menilai. “Gue masih ori, Nad. Wajah aja bagian tubuh gue masih pada kecil. Belum terkena sentuhan cowok!” Mila tidak pernah malu mengakui dirinya masih perawan ting-ting, berbanding terbalik dengan yang dilakukan Nadia. Nadia justru matia-matian mengakui hal yang tidak pernah dilakukannya, salah satunya bercinta. “Emangnya lo, si Nendra aja udah bosen maininnya sampai cari mainan yang baru.” Serang Mila. Nadia mengerlingkan matanya. “Kenapa bahas itu lagi sih?” Keluhnya. Teman satu divisinya itu memang terkenal memiliki kebiasan rumpi dan kerap membicarakan hal random berbau seksual. Apa itu sopan santun? Di divisi Nadia sopan santun lebih mirip keset, selalu berada di bawah kaki. Tapi Nadia amat bersyukur, kehadiran mereka benar-benar sangat membantunya keluar dari fase patah hati akibat ditinggal kawin si Nendra. Terkadang Nadia sulit membedakan apakah dirinya sudah benar-benar move on atau belum. Waktu berjalan terasa cepat saat tengah mengerjakan sesuatu dengan tenggang waktu yang sudah ditentukan. Nadia dan Hasan baru saja kembali dari salah satu rumah produksi yang bekerja sama dengan perusahaan tempatnya bekerja. Proyek baru yang digadang-gadang akan mendapatkan keuntungan besar itu sudah mulai dijalankan sejak beberapa hari lalu dimana perusahaan menggaet salah satu model ternama untuk iklan kosmetik kali ini. Nadia dan Hasan bekerja lebih banyak dibanding dua rekan yang lainnya, tugasnya membuat desain semenarik mungkin untuk promosi produk kecantikan terbaru yang akan launching dalam waktu kurang dari satu bulan. “Nad, gue beliin makanan kesukaan lo sebagai bentuk rasa bersalah gue semalam.” Mila memberikan kantong plastik berlogo sebuah restoran ternama. Restoran favorit Nadia. Senyum di wajahnya mengembang sempurna, “Makasih banget loh, kebetulan gue nggak bakal sempet beli makanan, abis ini mau langsung ke ruangan Pak Dion.” Nadia menerima kantong tersebut dengan senyum cerah. “Gue takut lo tiba-tiba ditemukan di dalam sebuah koper dengan tubuh terpotong menjadi dua belas bagian.” Senyum di wajah Nadia menghilang seketika. “Lo tahu sendiri kan, Nad, pasangan boti itu punya slogan, akan aku cintai dia secara ugal-ugalan.” “Lo do'ain gue mati? Di mutilasi pula?!” “Ya nggak juga, Nad. Gue cuman jaga-jaga aja, nanti kalau kurang, gue beliin lagi lebih banyak. Lo kelihatan kurus banget, apalagi setelah patah hati gara-gara si Nendra.” Nadia hanya bisa menghela lemah menatap kesal ke arah Mila, tapi wanita itu justru terkekeh saja, seperti menikmati kesialan yang terjadi padanya akibat ulahnya sendiri. Belum hilang kekesalan yang dirasakan Nadia, tiba-tiba saja Hasan datang. “Pak Dion minta kita ke ruangannya.” Lelaki itu meraih sendok dari tangan Nadia lantas mengambil alih makanan miliknya. Nadia tidak protes, apalagi yang bisa diharapkan? Memaki lelaki itu karena mengambil makanan miliknya? Sopan santun tidak ada di divisinya. “Sekarang?” Nadia mengabaikan Hasan yang nyaris menghabiskan makanannya. “Ntar, tunggu gue abisin makan dulu.” Benar bukan, sopan santun memang tidak berlaku di divisinya. “Kalian mau kemana? Ketemu bos baru ya?” Tanya Mila, saat melihat Nadia dan Hasan berjalan beriringan. “Iya, sekalian ada meeting tambahan.” “Berkabar ya kalau ganteng, gue belum sempet cari tahu, sibuk banget nih!” Nadia melambaikan satu tangannya., Lagi-lagi ia akan kembali bertemu lelaki yang konon katanya super tampan itu. Sementara Mila hanya bisa meringis, meratapi nasibnya dimana ia bukan lagi yang pertama tahu hal-hal menarik di kantor ini. Pintu lift terbuka saat salah satu divisi bagian marketing masuk. Nadia lupa namanya, entah Rizki atau Riski namanya, tapi lelaki itu langsung menanggukkan kepalanya saat bertemu Hasan dan Nadia di dalam lift. “Ke ruangan Pak Dion juga, mbak?” Tanyanya sopan. “Iya. Kamu juga?” Nadia balik bertanya. “Iya.” Mereka satu tujuan. Lantai dimana ruangan Pak Dion berada dua lantai di atas ruang kerja Nadia. Ketiganya kembali terdiam usai saling bersapa singkat, sampai akhirnya pintu lift kembali terbuka dimana dua orang masuk, memenuhi ruangan lift. Nadia yang semula tidak terlalu peduli dengan penghuni lift akhirnya menoleh saat Hasan mencubit lengannya. “Apaan sih! Sakit tau!” Keluhnya. Hasan tidak menjawab ia hanya menunjuk dengan dagunya dan kedua matanya berkedip aneh. “Apaan sih?! Lo kayak lihat hantu aja deh!” Nadia kembali fokus pada layar ponselnya sebelum Hasan kembali mencubit tangannya. “Sakit, Pe'a!” Keluh Nadia, “Lo kenapa sih?! Lo lihat si boti lagi? Kayaknya nggak mungkin hari gue sesial itu lagi,” Ucapannya menggantung saat ia melihat seseorang yang tengah berdiri tepat di hadapannya. Tiba-tiba Nadia kehilangan kata-kata saat melihat sosok itu lagi, persis di hadapannya. Lelaki itu menyeringai, menatapnya melalui dinding besi yang memantulkan bayangan mereka. “Dia siapa?” Tanya Nadia, setelah pintu lift terbuka. Semua orang yang ada di dalam lift keluar, termasuk lelaki itu. “Dia, ngapain disini?!” Tanya Nadia lagi. “Dia salah satu klien di kantor ini, kan?” Nadia berharap seperti itu. “Pak Arik Dirgantara maksudnya?” Rizal atau Rizki menoleh. “Dia bukan klien, tapi dia Bos baru kita. Pengganti Pak Albert Dirgantara,” “Apa?! San, balik lagi yok.” Nadia menarik tangan Hasan. “Atau lo boleh bunuh gue sekarang, mutilasi juga nggak apa-apa, jadi sepuluh, atau dua puluh potong juga nggak apa-apa!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN