Ardam menatap nanar pada jasad ibunya yang ada di peti mati. Dirinya menahan diri untuk tidak menangis dan memegang tangan ibunya. Dua tahun lalu Ardam kehilangan neneknya, sekarang dia harus kehilangan ibunya, wanita yang sangat dicintai oleh Ardam. Ardam selalu tak bisa melawan kalau ibunya berkata, dia selalu bersikap baik pada ibunya. “Mam… Mama benar-benar pergi?” tanya Ardam terluka sambil tersenyum. Ardam menahan air matanya untuk tidak tumpah. Matanya melihat sang ayah yang duduk di samping peti mati dan menatap penuh terluka pada jasad Kania yang berwajah pucat dan tidak ada kehidupan lagi di sana. Antonio menutup wajahnya. Segala kenangan puluhan tahun ini bersama Kania langsung teringat di bayangannya. Antonio berlutut di peti mati dan menangkup tangannya di depan. “Sayang …