“Hai,” sapaku. Dia menoleh sebentar tanpa ekspresi, lalu mengamati taman lagi. “Apa kabarmu, Anggi?” tanyaku. Mulut Anggi bergerak, tapi tidak ada suara yang keluar. Kucoba mendekat, masih tidak terdengar apa pun. “Aku ingin menanyakan sesuatu,” bisikku. Tidak direspons. “Ini tentang Ila.” Dia melirikku, di sana ada kesedihan dan dia tak tampak seperti orang gila. Baru saja aku mau menanyakan lebih lanjut, mata Anggi tiba-tiba memelotot, lalu dia duduk menutup telinga, kemudian teriak sekuatnya. Aku masih terkejut dengan reaksinya, tapi dia mulai bergerak menyerang rambutku. Dia menjambak masih sambil teriak, lalu entah ini halusinasiku atau bagaimana, aku mendengarnya berbisik, "Berhentilah." Anggi lanjut menjerit sambil mrnjambakku. Ah, bukan rambutku, tepatnya jepit rambutku. Setela