... kalimat sendunya. “Kau sudah pulang, Ila? Kau masih saja suka bersembunyi dalam gelap. Dasar adik nakal.” Dia mengusap-usap kepalaku. Hening beberapa menit. Kubiarkan Remi menumpahkan rasa rindunya. “Dokter? Aku Juni.” Remi melepas pelukan, dia mundur dua langkah kemudian menekan sakelar lampu. Sekarang terang dan aku bisa melihat wajah terkejutnya dengan jelas. Dia berkedip beberapa kali, kemudian berdeham. “Apa yang kau lakukan di rumahku?” Dilepasnya jas dokter itu, menggantungkan di dinding, lalu mendekatiku. Entah kenapa, aku menodongkan pisau saat melihat gesturnya. Dia berhenti, tapi kegiatannya menyingsing lengan kemeja masih berlanjut. Ekspresinya tidak bisa k****a. Dia masih saja tenang menatapku. Tatapan Remi membuat takut. Aku mundur, karena Remi berjalan selangkah.