Part 7

1544 Kata
Februari, 2016 From : Si Abang pulang ntr aku yang jemput ya Bi, siang ini aku udah di jakarta, tapi langsung ke agensi dulu. Miss u so much Bi.. To : Si Abang Iya...nanti aku massage klo udah kelar kerjaannya, jangan lupa makan siang ya Yang..miss u too :) Alhamdulillah si abang pulang, ribetnya punya suami kayak bang toyib gini. Sering ditinggal pergi demi sekarung berlian. Rindunya setengah mati, apalagi kalau malam, cuma bertemankan guling yang ga pelukable banget. Untungnya ga ada yang memperhatikan, lebih dari lima menit massage si abang masih terngiang, bibir ini maunya ditarik ke kiri dan ke kanan terus. Bisa-bisa dikira dapat jackpot besar aku, dan nantinya akan berakhir di kasir kantin bayarin makan anak-anak se genk divisi marketing. Huh....pokoknya kerjaan harus selesai sebelum jam 6, pengen cepat-cepat ketemu suami. Jam lima sore, pekerjaanku selesai. Buru-buru aku membereskan meja kerjaku, dan segera mengirim pesan ke Olan. Namun tiba-tiba Hani muncul di depan kubikel ku. "Udah mau balik Bi?" tanya nya "Umm..." jawabku diiringi anggukan "Yahhh...ntr aja deh, bentar lagi. Gue sama anak-anak mau karaoke nih, ulangtahunnya Dito, tadi gue sama Susan maksa dia buat traktiran, eh dianya mau. Ayolah, lo kan udah jarang banget gabung sama kita! "Bukannya gue ga mau Han...tapi kali ini beneran ga bisa deh, gue udah ada janji sama keluarga." "Family girl banget sih lo, sering banget acara sama keluarga. Iri gue Bi...salam sama Sakina yaa, bilangin makasih udh kirimin fotonya Dennis kemarin!" katanya sambil senyum-senyum mesem "Hah...?? Kina kirim foto Olan ke lo?" tanyaku tak habis pikir dengan kelakuan Sakina "Olan? Dennis maksud lo?" "Eh....Dennis maksud gue! Foto apa yang dikirim Sakina? Aku semakin penasaran Hani tampak mencari sesuatu di handphone nya. Kemudian mengarahkan layarnya ke wajahku. Asli mukaku sekarang mungkin sudah memerah, merah karena geram dengan ulah Sakina. Foto yang dia kirim adalah foto yang diambil sebulan yang lalu saat kami sedang menginap di rumah ibu. Aku memutar kembali ingatan ku waktu itu... " Kin...fotoin abang dong!" Olan meminta Kina mengambil gambarnya ketika memamerkan otot-ototnya. Dan waktu itu kami sedang berenang bertiga, aku, Olan dan Sakina. Olan hanya memakai sempak, sempak yang lebih mirip kolor. Dasar Sakina ember, tubuh suamiku udah ga ekslusif lagi. Sekarang Hani udah liat. Awas kau Sakina...!! "Ya ampun Bi, calon laki gue tuh idaman banget ya, d**a nya pelukable banget, pasti hangat-hangat nyaman tuh kalo gue nyimplok ke situ." kata Hani sambil membayangkan sesuatu yang ga akan aku biarkan terjadi. Aku buru-buru kabur dari Hani, walaupun sudah hampir 7 bulan menikah, tapi aku masih belum terima kalau orang-orang membayangkan gimana nyamannya dipeluk, dicium bahkan sampai enaena sama Olan. Istri mana sih yang ga risih kalau suaminya jadi fantasi gila hampir seluruh perempuan di Indonesia. Pernah suatu hari waktu aku ikut tour kantor ke Manado, katemu sama tiga cewek ABG di bandara yang ketawa ketiwi cekikikan di bangku ruang tunggu. Mungkin karena bicaranya yang terlalu kencang atau aku yang terlalu kepo jadi memasang pendengaran ekstra karena nama Dennis yang disebut-sebut salah satu di antara tiga ABG itu. "Gimana kalo Dennis yang cium lo?" tanya yang baju merah ke yang baju abu-abu "Ahhhh.....kalo sama Dennis sih, langsung gue taro tangan di lehernya, gue tarik dikit kepalanya, terus kita ciuman sampe enzim air liur kita saling bertukar, yang pasti bakal lebih dari 5 menit!" jawab si abu-abu membuat mataku melotot. Aku kembali menyimak... "Kalo gue nih...ga hanya sekedar tukeran enzim, ga sekedar saling membelit, gue bakal langsung duduk dipangkuannya, kaki gue nempel di pinggang dia, terus gue pasrah deh, dibawa enaena juga pasrah!" kata si baju biru menimpali Dan astaga, aku pun naik pitam. Bocah yang kutaksir belum 17 tahun itu sudah berfantasi sangat gila dengan suamiku. Tak sabar kuhampiri mereka. "Adek-adek sayang....kok udah pada ngomongin hal-hal orang dewasa sih, kalian tuh harusnya ngefans nya sama Al Ghazali atau Aliando itu. Bukan Dennis, emang ga ketuaan?" kataku lembut sambil menekan emosi yang siap keluar "Ih tante...kita mah bukan ramaja mainstream yang ngefans nya sama Aliando. Yang lebih dewasa tu lebih kece tan, lebih kissable!" kata si baju merah Aku mengepalkan jari kuat-kuat, memandang sekeliling, teman-teman kantorku berada sedikit jauh dari kami. Aku kembali ke wajah tiga remaja tadi dengan mata melotot dan memandang tajam ke arah ketiganya, mereka pun bingung sambil menyenggol lengan masing-masing. "Tante kenapa? Ada yang salah sama kita?" tanya si abu-abu "Enak aja kamu panggil aku tante, emangnya kapan aku nikah sama om kamu? Kalian tuh seharusnya belajar, isi pikiran dengan fisika, kimia atau sosiologi! Bukannya ngomongin hal yang nggak-nggak! Ngefans tu sama Aliando aja, dia lebih ganteng, lebih unyu, lebih imut, bisa nyanyi, bisa jadi vampir, bisa bawa kamu terbang ke pohon!" kataku sedikit berteriak Rasanya tidak terlalu kencang, tapi sumpah seiisi ruangan kompak memandang ke arahku! Aku hanya bisa tersenyum, senyum paksa tentunya, menutupi rasa malu. Dan sejak saat itu, genk kantorku benar-benar menyangka kalau aku adalah fans Aliando, setiap kali ada sesuatu yang berhubungan dengan remaja beralis tebal itu, aku pasrah menjadi bahan guyonan. Olan menjemputku tepat pukul setengah 6 sore. Begitu menutup pintu mobil aku langsung memeluknya, hangat nya masih sama. Rasa kesal ku meluap seketika, ternyata aku benar-benar rindu. Lebih dari seminggu ini kami LDR. Olan membalas pelukanku, salah satu tangannya ada di kepalaku, mengelus-ngelus lembut rambutku. Inilah hal yang paling aku suka ketika dia memelukku. "Kangen banget ya? Hem?" tanya nya Aku hanya mengangguk, sambil mengeratkan pelukanku "Kenapa? Irit banget ngomongnya?biasanya udah ngomel-ngomel kalo aku pulangnya lama. Ada masalah di kantor?" Aku melonggarkan pelukan, kemudian menatapnya sesaat dan menggelengkan kepala. "No...I'm fine, cuma pengen peluk kamu aja, cari tahu kamu masih pelukable atau ga?" "Pelukable?" tanyanya dengan kening berkerut "Iya...pelukable!" "Terus??masih pelukable ga? Tanyanya kembali seakan paham dengan maksudku Aku kembali memeluknya, dan mengangguk di dadanya. Dia mencium puncak kepalaku sambil merapikan anak rambut yang jatuh ke wajahku. Pelukannya masih sama, masih menghangatkan, masih membuatku tenang. Mungkin rasa takutku berlebihan jika perempuan-perempuan di luar sana ingin merebut teritorialku. Tapi aku memang egois untuk yang satu ini, aku tidak ingin berbagi. Hanya aku yang boleh memilikinya. Kami memutuskan untuk langsung pulang ke rumah saja, mood ku sudah tercecer gara-gara Hani tadi sore. Sebenarnya bukan salah Hani, karena memang dia tidak tahu apa-apa tentang pernikahan kami. Hanya hatiku saja yang belum terbiasa menerima suamiku dijadikan objek fantasi kebanyakan perempuan di luar sana. Aku memasak makanan kesukaan Olan, telur orak arik dan spagetty saus tuna. Tidak butuh waktu lama bagiku menyelesaikan semuanya, cukup tiga puluh menit, sepiring besar spagetty sudah tertata di meja. "Ayo makan sayang...!!" teriakku kepada Olan yang sedang berada di kamar Tak lama kemudian dia muncul dengan kaus panjang dan celana tidur longgar favoritnya. "Kok pake itu lagi? Kalau orang-orang tahu kamu pake itu terus, bisa-bisa aku dikira makan semua honor kamu sampe kamu ga bisa beli baju tidur baru." kataku sambil mendengus "Abisnya enak Bi, lagian kan gampang bukanya kalo tiba-tiba kamu pengen...." jelasnya terputus dan digantikan dengan alisnya yang dimainkan naik turun menandakan sesuatu yang membuatku malu. Aku mencubit pinggangnya hingga dia meringis kesakitan. Sebenarnya aku heran dengan porsi makan Olan, dia selalu makan dalam porsi yang besar tapi entah ke mana larinya semua makanan itu, karena dari dulu tubuhnya seperti tanpa cela, tak ada lemak di manapun. Berbeda denganku, punya suami tampan membuatku selalu was was dengan penampilanku. Aku selalu memastikan bahwa tidak ada lemak di perutku, tidak ada jerawat di wajahku, bahkan aku harus membeli parfum mahal agar kewangian tubuhku selalu terjaga ketika Olan memelukku. Kata Olan semua kekhawatiran ku itu berlebihan. Dia tidak akan meninggalkanku hanya karena ada lemak di perutku, malahan akan terasa nyaman dipeluk. Tapi tetap saja aku takut jika Olan bertemu dengan perempuan yang bodynya lebih aduhai lalu kemudian meninggalkanku yang bergelambir di sana sini. "Diet lagi?" tanyanya sambil menatapku tajam "Nggak....lagi kenyang aja." jawabku berbohong "Kenyang dari mana? Kamu cuma makan lima sendok nyonya Orlando!" "Tadi aku baca artikel di internet, istri yang kurang menjaga bentuk tubuh itu menjadi salah satu pemicu suami melirik wanita lain." "Ya ampun sayang....tapi kan kamu ga gemuk! Lagian aku juga ga bakal ngelirik wanita manapun selain istriku." "Tapi liat Olan! Lenganku keliatan besar, aku udah ga selangsing dulu." "Ga besar kok, ya...hanya sedikit bergelambir aja." katanya tanpa dosa sambil memencet-mencet lengan atasku Aku meletakkan sendok dan garpu ke piring dengan kasar. Berjalan meninggalkannya langsung menuju kamar. Seenaknya saja dia mengatakan bahwa lenganku bergelambir. Dia tidak tahu bahwa kata bergelambir itu jadi terdengar sangat menakutkan bagi wanita. Apalagi wanita sepertiku yang suaminya memiliki kadar ketampanan jauh di atas rata-rata. Aku berbaring menyamping, sedang tidak mood berbicara dengannya. Tak lama kemudian, ada yang bergerak naik ke tempat tidur. Olan berbaring di sampingku. Meraihku ke dalam pelukannya. Dia memeluku erat walaupun aku masih tak bergeming dan tetap berbaring menyamping tanpa menghadap ke arahnya. "Marah..? Hem?" bisiknya di telingaku Aku masih diam "I'm sorry...but you have to know that I love you unconditionally. Jadi jauhi diet ga bener itu! Aku ga mau kamu sakit!" Air mataku menetes. Dia bersenandung lirih sambil menepuk-nepuk bahuku. Sebenarnya aku bukanlah perempuan yang cengeng, aku hanya perempuan perasa, terlalu mudah terbawa perasaan, dan terlalu mudah untuk dirayu. Jika dia sudah bersikap manis begini, tembok kekesalan yang aku bangun tadi akan runtuh seketika. Tanpa bicara aku membalik badan dan balas memeluknya tak kalah erat, menelusupkan kepalaku ke dadanya dan selanjutnya aku yakin akan tertidur lelap hingga esok hari.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN