D U A B E L A S

941 Kata
Dari toko Roti Daffa langsung melajukan mobilnya menuju rumah kakaknya karena tadi pagi Raya ia titipkan disana. Kondisi Raya tadi pagi tengah tidak baik-baik saja. Kekasihnya tampak lemas dan terus mual, jadi dirinya tak tega meninggalkan Raya sendiri di rumahnya. "Omm, Daffa!!!!" Teriak bocah kecil yang tak lain dan tak bukan adalah Alfa — keponakannya. Melihat kedatangan om tersayangnya Alfa langsung berlari menghampiri Daffa yang baru saja turun dari mobil dan merentangkan tangannya minta digendong. Daffa tersenyum dan langsung mengangkat tubuh keponakan kecilnya. "Apa kabar little boy?" "Alfa balu sakit jadi nggak baik." "Sekarang sudah sembuh kan?" "Udah sembuh kan papa udah beliin Alfa lobot jadi halus sembuh." Daffa hanya tertawa. Obat paling manjur untuk anak ini adalah mainan. "Tante Aya nggak kenapa-kenapa kan?" Tanya Daffa. "Tadi pagi tante Aya sakit, telus Alfa kasih mainan tante Aya langsung sembuh." "Emang tante Aya kayak kamu, obatnya mainan!" Gurau Daffa. Kini keduanya sudah ada di ruang keluarga. Kakak iparnya tengah bersantai di depan televisi sendiri. "Raya gimana kak?" Tanya Daffa. "Udah mendingan, Daf tadi habis makan sama kakak." Jawab Dea. "Kak Deva belum pulang?" "Udah di perjalanan, tadi mampir ke rumah papa kayaknya ngabarin kalau kita mau kesana malam ini." Daffa mengangguk dan berpamitan untuk ke kamar menghampiri Raya. Dikamar, Raya tersenyum sumringah melihat kedatangan Daffa. "Kamu baik-baik aja kan?" Tanya Daffa yang kini sudah ikut duduk di atas ranjang sambil mengusap perut Raya yang sudah tampak buncit. Raya masih tersenyum dan mengangguk. "Kita baik-baik aja kok." "Aku capek banget, hari ini toko ada acara terus banyak terima pesanan dari luar." Daffa menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menikmati semilir dinginnya AC yang sudah lama tak ia nikmti. "Pasti tadi kamu tidur nyengak banget,” ucap Daffa. "Kok tau?" Jawab Raya sambil terkekeh. "Kan ada AC, kalau di rumah kan pakr kipas angin kamu susah tidur." Raya cemberut, "ya nggak gitu, hari ini aku emang bawaan nya ngantuk jadi aku tidur terus!" Sanggahnya tak terima. Bukannya ia tak bisa tidur jika hanya kipas angin, tapi hari ini memang bawaannya pengen tidur terus. Kepalanya juga terasa pening. "Iya-iya aku cuma becanda kok." Susana hening beberapa saat karena keduanya sibuk dengan fikirannya masing-masing. Daffa tengah memikirkan orang tuanya yang akan marah besar saat dia jujur dan meminta restu secara terang-terangan untuk menikahi Raya yang saat ini sudah mengandung anaknya. Sedangkan Raya, dirinya tengah ketakutan karena Papinya pulang lebih cepat dan ingin mengajaknya berlibur ke Belanda saat hari ulang tahunnya. "Daf ...." "Hmm?" "Papi nggak jadi pulang bulan depan, tiga minggu lagi Papi mau ajak aku ke Belanda." Daffa yang semula memejamkan matanya langsung membuka matanya lebar. "Nggak bisa, Ray! aku nggak mau kamu dan anak kita kenapa-kenapa." "Aku juga nggak mau! tapi bagaimana caranya menolak perintah papa?" Daffa berdecak dan langsung bangkit. Kepala benar-benar pening memikirkan ini semua. Kenapa tidak dari dulu-dulu saat kehidupannya masih jaya Raya hamil. "Kita pikir nanti, aku mau mandi setelah ini siap-siap ke rumah orang tua aku!" Raya yang perasaannya sangat sensitif langsung meneteskan air matanya sedih melihat respon Daffa yang langsung emosi. Apalagi saat setelah mandi Daffa tak berbicara sama sekali dan langsung keluar kamar begitu saja membuat Raya semakin sedih. Toh kalaupun benar Papinya akan mengajak liburan ke Belanda dirinya tak akan mau dan sebisa mungkin akan menolak. * Saat keluar dari kamar Daffa sudah mendapati kakaknya yang sudah duduk santai di ruang keluarga bersama istri dan anaknya. "Mas, gimana, Papa di rumah?" Tanya Daffa dan mengambil duduk di sofa yang lain. "Papa, Mama di rumah nanti jam 7 kita kesana." Jawab Deva. Daffa bernafas lega karena papanya tak tengah di luar kota. "Siapin kata-kata yang bagus bair semua lancar. Tau sendiri kan gimana papa kalau udah emosi?". Daffa hanya mengangguk dan berusaha setenang mungkin meski dalam hati dirinya sangat ketar-ketir. "Daf, maaf kakak tadi bawa Raya cek up tanpa bilang ke kamu," ucap Dea yang lupa memberi tahu Daffa. "Hah? Raya mau?" Tanya Daffa terkejut karena dirinya sudah berjanji akan membawa Raya untuk cek up setelah gajian nanti. Dea mengangguk. "Kakak paksa dia, Raya nggak bisa didiemin aja dia harus sering-sering periksa dan minum vitamin." Daffa hanya terdiam dan merasa bersalah karena belum bisa membawa Raya ke rumah sakit. "Aku udah janji sama Raya dua minggu lagi aku bakal antar dia," ucapnya. "Kondisi Raya dan bayi kalian sedang nggak baik, Daf. Raya kebanyakan pikiran dan janin nggak berkembang bagus, seharusnya Raya harus badrest dan tidak boleh stres." Daffa terkejut mendengar penjelasan kakak iparnya. Memang, dia belum pernah mengantar Raya cek up, ia hanya menebus beberapa obat dan vitamin yang Raya peroleh dari dokter kandungannya. "Raya nggak bilang apa-apa ke aku, kak," ucap Daffa sambil mengusap wajahnya frustasi. "Dia takut kamu khawatir." "Tapi ini masalah serius kak!" "Iya kakak ngerti, tapi kamu harus tenang jangan dikit-dikit emosi, jangan buat Raya stress apapun yang Raya lakuin selagi tidak membahayakan kamu jangan marah atau tidak suka apalagi sampai bentak dia. Orang hamil itu sensitive, Daf gampang perasa, gampang nangis, kamu harus tau itu." Daffa merenungi dan terus mengingat-ingat ucapan kakaknya. Selama Raya hamil beberapa kali dirinya sempat marah dan membentak Raya. "Sementara kalian tinggal disini dulu, kita nggak masalah. Kasihan Raya nggak ada yang ngurus kalau kamu kerja," ucap Deva tiba-tiba. "Tapi, mas ...." "Nurut aja Daf, demi kebaikan kalian. Setelah nikah terserah kamu mau apa, mas bakal dukung kamu," ucap Deva. Daffa merasa terharu, kakaknya masih sangat peduli meski sudah sering dia musuhi dan selalu ia benci. "Terimakasih, Mas. Maaf kalau selama ini aku sering nggak sopan." "Mas, paham tapi jangan pernah berfikir untuk putusin tali persaudaraan di antara kita." Daffa megangguk paham. Ia merasa lega memiliki kedua kakak yang masih sangat peduli pada hidupnya yang sudah hancur. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN