Adrian menahan diri, mencoba berpikir jernih, dan enggan terprovokasi oleh sikap wanita yang kini menjelma sebagai sosok paling mengerikan. Debora ketahuan, mulai menampakkan gelagat tak biasa. Menantang polisi muda tersebut, membuat situasi semakin rumit.
Jev Indra masih penasaran terhadap pencipta karakter tak dikenal, Eunoia muncul tentu atas dasar panggilan seseorang. Pasti ada orang lain di sisi Daisy kecil, mendekat, dan menyadari trauma yang menimpa. Sosok inilah penguat doktrin buruk pada diri sang wanita.
Masalah sesungguhnya ada pada istri Dirga, wanita dengan lima identitas terlacak tersebut memiliki gangguan mental parah. Ada kelainan dalam dirinya, seharusnya disembuhkan sejak dini. Bukan dibiarkan menjadi tidak terkendali.
Jev menyayangkan sikap ibu kandung Daisy, Mia tidak seharusnya memusuhi darah daging yang dikandung selama sembilan tahun. Bagaimana pun, anak tetap anugerah paling diberkati oleh Tuhan. Ketika diabaikan justru akan mendatangkan kesialan.
“Mungkin pencipta Eunoia adalah ayah biologisnya,” cetus Adrian pada Jev, mencoba menemukan jawaban atas praduga terkait asal-usul identitas Eunoia Queen ada.
Namun, laki-laki yang lebih dewasa tersebut tampak tidak sependapat. Ada banyak pertimbangan yang dia rasa kurang selaras dengan situasi saat ini, hal ganjil terasa sedikit mengusik sekalipun dia kurang begitu yakin akan kejanggalan tersebyt. Jev masih saja menggelengkan kepala, berupaya menemukan hal-hal yang lebih masuk akal.
Jika memang si pencipta Eunoia adalah ayah kandung Daisy, seharusnya sudah terkuak identitas pria dari masa lalu Mia. Sayangnya, hingga kini nama laki-laki tersebut masih belum diketahui. Menandakan sang wanita tidak tahu menahu tentang pria dari masa lalu ibunya.
Bagaimana jika sesungguhnya yang menjadikan Eunoia ada ternyata Bagas? Mereka bertemu di masa lalu, ada peluang besar bagi keduanya untuk saling berbagi cerita. Meluapkan kesedihan terkait apa yang menimpa, bisa saja begitu.
“Peluang Bagas lebih besar, bisa saja dia yang berperan dalam menciptakan karakter lain dalam diri istrimu.” Jev memberikan pendapat, tak tahan jika hanya menyembunyikan dalam benak.
Dia memandang serius ke arah Adrian yang hanya manggut-manggut. Sang polisi tengah mencoba mencerna setiap penjelasan yang diberikan, tetapi belum menanggapi. Hanya menyapu kasar dagu dengan ujung ibu jari, menunjukkan dengan tegas jika dirinya sedang dalam mode berpikir serius karena memang sedang berupaya menemukan kebenaran.
Masuk akal, ucapan Jev bisa diterima. Selain itu, pengakuan Afriz tentang Bell pun menambah keyakinan dalam diri Adrian terkait hubungan sang istri dengan Bagas. Sang seniman mengaku beberapa kali memergoki Gara menghubungi seseorang, terlihat begitu akrab. Ia pun memberikan kesaksian terkait dua sosok berbeda dalam diri pemuda tersebut.
“Terkadang dia tampak sangat bodoh, tetapi di lain waktu menjadi begitu genius. Membingungkan, justru aku berpikir ... Anggara memiliki kepribadian ganda, bisa berubah karakter sesuka hati.” Begitulah yang dikatakan Afriz tentang asisten pribadinya, dia pun mengaku jika awalnya sangat tidak menyukai pemuda tersebut.
Akan tetapi, sejak beberapa bulan terakhir, prestasi di bidang seni sangat menakjubkan. Hal tersebut membuat sang seniman melirik serta tertarik menjadikannya sebagai asisten pribadi berkat kemampuan itu. Keterangan yang memang sedikit membingungkan bagi Adrian, tetapi terlalu dini jika menyimpulkannya sebagai suatu hal yang mirip dengan kasus Noi.
Adrian mencoba menemukan hal lain, berpikir dari sisi berbeda. Mengumpulkan kemungkinan demi kemungkinan terkait saudara kembar dari Demon, sang predator tak berperasaan tersebut tentu saja memiliki intuisi serupa dengan Anggara. Namun, menuduh keduanya sama-sama psikopat tentu terlalu dini.
Jev menyangka sama, ada kerja sama di antara keduanya. Sekalipun penolakan selalu Anggara berikan dengan berkata tak tahu menahu perihal keberadaan sang saudara kembar, tetap banyak hal ganjil mencurigakan. Terutama pengakuan Afriz, dialah yang paling memahami sepak terjang si kembar bersaudara.
Kepribadian Anggara menyenangkan, santun, dan ramah. Dia termasuk tipe laki-laki penyabar, cerdas, serta mampu mengimbangi kekerasan sikap Afriz. Diperlakukan kasar pun masih bisa memberikan senyuman, tetapi di lain waktu terkadang menjelma orang lain. Tak dikenali, membingungkan.
Alasan yang diberikan masuk akal, tertekan oleh sang ayah. Jika sudah demikian, biasanya Gara akan terlihat diam, bahkan di beberapa bagian wajah serta tubuh tampak bekas pukulan. Kemungkinan sang jenderal memberikan tindakan tegas pada sang buah hati.
“Apa kita akan melakukannya?” Adrian terlihat ragu, mengungkap sesuatu dengan wajah gugup. Hal ini memaksa Jev menatap serius, satu anggukan segera diberikan. Perlu ditegaskan agar tak berubah pikiran.
“Jika kamu ingin menyelamatkannya, harus dilakukan. Kurung dia, demi kebaikan bersama.”
Adrian meniup udara kosong, membuang napas kesalnya. Mengutuk keadaan tak adil, bagaimana bisa seorang perempuan diciptakan sebagai monster pembunuh? Memiliki kekejaman tak terkendali, bahkan lebih mengerikan dibanding predator pada umumnya. Lalu, kepribadian ganda yang dimiliki menjadikan alasan dirinya bertingkah gila.
Siapa yang akan disalahkan? Mia Zumiola sebagai sosok ibu tanpa perasaan, menelantarkan anak hanya karena tidak menghendaki kehadirannya di atas muka bumi. Sempat mengusahakan cara melenyapkan sang buah hati sejak menjadi zigot.
Wanita itulah sejatinya monster, membuang nurani demi keegoisan semata. Merasa paling korban dengan menumbalkan sang anak. Tidak heran jika monster bukan dilahirkan oleh takdir, tetapi dibentuk mengikuti alur nasib.
Mia memaksa Daisy menjelma Debora, menjadi jahat tanpa tahu akan rasa sakit dan terluka. Menganggap orang lain sebagai pemicu nasib sial mendekat, menyalahkan Tuhan. Ditelantarkan dalam keadaan haus kasih sayang.
Lalu, bagaimana dengan peran Radi Joansyah? Pria tua itu tidak memiliki penyesalan atas apa yang dilakukan di masa lalu, seolah semua tak pernah terjadi. Bersikap seolah perbuatan terkutuk hanya mimpi, dilupakan begitu saja.
Ia di atas angin, tak ada yang berani memberikan pengadilan. Ditambah dukungan dari istri serta sahabat terbaik menyembunyikan kebejatan, mengubur aksi jahat tanpa tersentuh hukum. Semua itu membuat Radi semakin bertingkah tak tahu malu.
Dua pria b***t memiliki nasib bagus, hidup tanpa pembalasan apa pun. Sedangkan korban terus hidup dalam ketakutan, sehingga terbentuk identitas-identitas baru. Menempatkannya pada situasi buruk, menjebak di sisi jurang paling mematikan.
Belum tahu pasti alasan Debora menjadi pengontrol pembunuh berantai melakukan aksi brutal, nama-nama yang ditargetkan pun seolah hanya ilusi. Sebab, tidak semua informasi dari Noi bisa dijadikan acuan. Selain itu, dirinya dalam masa skorsing. Ruang gerak terbatas.
“Adrian, hati-hati dalam melangkah. Anggara bisa saja kaki tangan Bagas, kita tak pernah tahu kebenarannya.”
Peringatan dari Jev Indra hanya ia tanggapi dengan anggukan, membenarkan dugaan terkait saudara kembar tersebut. Jika selama ini psikopat digambarkan sebagai sosok manis dan ramah, maka Gara memiliki setiap ciri umum tersebut. Namun, mengingat ada banyak penguasa terlibat dalam kasus yang tengah diselidiki.
Kondisi Anggriawan pun masih belum jelas, berjuang di antara napas berhenti dan berjalan. Keadaan koma ini memicu perasaan bersalah dalam dasar hati Adrian. Jika saja dirinya tak melibatkan orang tua tersebut, kemungkinan celaka tentu sangat tipis.
Dirinya kini hanya memiliki Dirly dan Jev, mencoba memecahkan misteri bersama mereka. Bantuan dari Afriz dan Tibar cukup membuahkan hasil, menyingkap beberapa hal yang sebelumnya buntu. Setidaknya masih ada hasil.
Dirinya hanya sedang kalut, merasa tidak tega jika harus mengurung Noi sementara waktu. Memutus akses pada si predator kejam. Tak ada pilihan lain, patuh terhadap perintah Jev Indra. Semua demi kebaikan bersama, mencegah wanita tercinta menjadi lebih buas lagi.
Hyena itu harus dijinakkan, saatnya semua berhenti. Dendam usai, tidak ada lagi pembalasan. Adrian akan menghentikan pembunuhan, memulai cara paling bertentangan dengan nurani.
***