Pertemuan Dirga dan Olin

1211 Kata
“Kamu gak lagi akting, kan?” selidik Noi serius pada Dirga yang sedang menyantap makan malam, mereka hanya berdua ketika Adrian harus berkumpul bersama yang lain membahas kasus terakhir. Ia belum sepenuhnya percaya pada penampakan sang suami, melupakan dirinya begitu saja, dan bersikap seolah mereka hanya sosok asing yang baru berjumpa. Sangat tak masuk akal bagi Noi, dia memang paling sulit meyakini apa yang terlihat di depan mata. Terlalu mustahil jika memang Dirga sanggup lupa dalam waktu singkat. Dirga mengeriputkan kening, tampak belum begitu memahami setiap perkataan yang meluncur bebas dari mulut wanita tersebut. Menurut sang ibu, Adrian tidak lagi tinggal di rumah mereka karena sudah menikah tiga bulan lalu. Ada foto pasangan tersebut di ruang keluarga, terpajang rapi bersama gambar-gambar yang lain. Kenapa sikap sang kakak ipar begitu aneh? Sangat akrab dengan bahasa santai, apa mereka memang dekat sebelum dirinya mengalami perubahan ingatan? Sebagian memori dalam otak lenyap, ia hanya bisa mengingat masa-masa putih abu-abu. Nama Noi belum terpindai sebagai sesuatu yang wajib ada dalam benak. “Apa kita sangat dekat?” tanya Dirga masih dengan wajah kebingungan, menarik kekesalan dalam diri Noi. Bagaimana bisa melupakan istrinya begitu saja? Lalu, kata cinta yang sering terucap hanya kalimat kosong tanpa makna? Noi terlihat mulai gusar, ingin mengacak-acak Dirga dengan kedua tangan sekarang juga. “Teruslah membusuk dalam ingatan bodohmu itu!” tukas Noi kesal sambil melempar lap ke wajah Dirga, sontak pria itu bengong. Apa dia melakukan kesalahan fatal? Mungkin mereka memang akrab, terbukti tak ada sungkan dari sisi Noi untuk melakukan aksi kurang ajar pada dirinya. Dia benar-benar menunjukkan sikap kebingungan yang sangat serius, sama sekali tidak bisa mengingat sang kakak ipar secara khusus. Wanita itu menggerutu, meninggalkan meja makan. Namun, perlu menahan diri dalam segel sabar ketika berpapasan dengan Olin di ruang tengah. Tampaknya si perempuan tersebut akan mengambil minuman, terlihat saset merek sebuah kopi instan dalam genggaman. Tak ada tatap suka dari keduanya, suasana hati buruk semakin jelas menunjukkan rasa sebal. Enggan mengalah ketika hanya ada ruang sempit, Noi tetap berdiri di jalurnya. Begitu pula dengan Olin, justru berkacak pinggang dengan tatap menantang. Mereka berhadapan tanpa ada yang memerhatikan, melempar tatap kebencian begitu saja. Di mana para pria? Dua wanita itu bisa saling menjambak jika terus dibiarkan dalam situasi demikian, terlebih suasana hati Noi buruk. Kesal pada dua kakak beradik, jangan ditambah lagi. “Minggir, aku mau lewat!” perintah Olin tanpa menurunkan nada bicara, menatap kesal pada Noi yang hanya geming. Namun, mata bola pingpong miliknya lurus mengarah pada lawan bicara, siap melawan jika memang harus baku hantam. Dia sudah kesal sejak awal, tak akan memilih mengalah sekarang. Kalaupun haru baku hantam, sudah sangat siap. “Jangan menambah rasa kesal, aku bisa melumatmu dalam waktu singkat. Bersikaplah sebagai tamu di rumah orang lain!” balas Noi tak kalah sengit, meniup napas untuk mengurangi volume emosi yang sudah meletup-letup. Dia butuh pelampiasan, jika memang Olin memaksa ... mereka akan benar-benar terlibat perang dunia antar perempuan. Kesabaran yang dijaga sudah sangat terbatas, hampir meledak hingga kepala terasa mau pecah. “Hei, kalian sedang apa?” Dirga sudah berdiri di belakang Noi, mulutnya bergerak-gerak mengunyah sisa makanan yang belum sempat tertelan sempurna. Terganggu oleh suara gaduh, ternyata ada dua wanita sedang bersitegang. Fokusnya justru tertuju pada lawan bicara sang istri. Jelas sekali jika dia sangat menyukai perempuan tersebut, tersorot jelas di mata Dirga. “Kak Olin?” sapanya sedikit heran melihat kemunculan wanita yang dia ingat sebagai kekasih Adrian, tetapi kenapa malah menikah dengan perempuan lain? “Dirga?” Giliran Olin merasa aneh melihat penampilan tengil yang ditunjukkan oleh adik dari mantan kekasihnya, biasanya pria tersebut terlihat rapi dan serius. Ada apa ini? Dia tampil cuek dengan setelan kaos dan celana pendek, menunjukkan sisi lain yang belum pernah terlihat. Tentu saja keheranan karena biasanya sang adik mantan kekasihnya tersebut lebih rapi, Dirga ia kenal sebagai sosok yang sangat peduli terhadap penampilan. “Jangan bilang kalau Kak Olin masih memiliki hubungan serius setelah Kak Adrian menikah, kalian tidak sedang berniat bertengkar, kan?” interogasi yang menggelikan bagi Noi, tetapi tak mungkin menertawakan ketika ada Olin di antara mereka. Noi hampir tertawa, ternyata dirinya berlebihan. Dirga tidak sedang berpura-pura, dia benar-benar dalam kondisi kehilangan ingatan tentang beberapa hal. Ada rasa sesal, mencurigai pria yang sempat berada di dalam hati sebelum tergeser kakak kandungnya. “Kenapa kamu ada di sini?” timpal Olin menyelidik, mengubah raut wajah Dirga. Si bungsu di keluarga Jaya Angsama kembali menampakkan gelagat bingung, tidak benar-benar paham pada pertanyaan wanita yang ia kenal sebagai kekasih Adrian. Dia mengingatnya, ternyata hubungan kedua polisi tersebut terjalin cukup lama. Namun, bagaimana dengan kakak ipar baru itu? Bukannya menjawab pertanyaan Olin, ia lebih tertarik memerhatikan Noi. Kenapa sang kakak justru menikahi wanita tersebut? Bukankah Adrian sepakat akan menjalin hubungan serius bersama wanita dari instansi serupa? Semua orang tahu itu, mereka sempat mengabarkan akan bertunangan ketika kenaikan pangkat. “Kapan kalian putus?” Pertanyaan yang memaksa Olin menautkan kedua alis, “bukannya Kakak ingin menikah dengan kak Adrian?” Ada gelagat gugup, salah tingkah yang tak nyaman. Noi menangkap raut kebingungan bercampur malu, Dirga cukup lugu untuk membuat orang lain tampak memalukan. Dia tak tahu jika istri sang kakak merupakan miliknya, malah menghakimi orang lain. Situasi lucu yang tak menghibur. “Dirga mengalami kecelakaan di lokasi proyek, ingatannya sedikit terganggu. Jangan hiraukan dia,” ujar Adrian yang muncul mengembalikan situasi pada titik normal, akan semakin mencurigakan jika celoteh sang adik ke mana-mana. Membahas masa lalu bukan satu pilihan saat ini, terlebih ketika Noi masih enggan berbicara pada dirinya. Ucapan Dirga yang terlalu jujur bisa menempatkan mereka dalam masalah serius, apalagi Olin sama sekali tak mengetahui apa pun perihal menghilangnya sang adik. Jadi, lebih baik menghentikan mereka berbicara sekarang juga. Olin hanya memerhatikan Dirga lebih detail, memang aneh. Namun, kenapa tidak ada yang membahas perihal kecelakaan adik Adrian? Putra Jaya Angsama akan selalu menjadi topik terbaik, masih ada yang ganjil. Firasat mengatakan jika sesuatu sedang disembunyikan oleh tiga orang tersebut. “Apa kamu juga tahu kalau kekasihmu mati di tangan pembunuh berantai?” Olin tampak sengaja mengatakan hal yang langsung membuat air muka Dirga dan dua orang lainnya berubah, “kamu bisa mengingat nama Florencia?” Wajah Dirga menegang, bola mata bergerak-gerak liar. Ingatan tidak mampu menemukan nama tersebut, tetapi rasa sesak di balik d**a menunjukkan sensasi berbeda. Sakit yang perih, apa dirinya memang mengenal nama yang disebutkan? Begitu cintakah sampai begitu ngilu? “Dasar mulut sampah!” Noi berang, tanpa terduga langsung menghadiahkan tonjokan kilat di wajah Olin. Gerakan cepat Adrian mengakhiri tingkah liar sang wanita yang terlihat begitu emosi, memberikan kode untuk menjauh. Namun, tidak ada respon patuh. Justru semakin bergerak liar, mencoba memukul Olin kembali. Adrian terpaksa menahan Olin, mencegah serangan balik dilakukan. Ia memeluk sang mantan dengan tujuan menyelamatkan Noi, meringis ketika serapah dilancarkan. Membawanya menjauh, Dirga harus diselamatkan. Jika tidak, keributan lain akan menambah kerumitan yang belum usai. Noi berlari ke arah suaminya, membantu duduk. Terlihat tangan kiri menekan d**a cukup kuat, tidak sedang berpura-pura. Satu lagi meremas rambut, menandakan dia benar-benar kesakitan. Apa Dirga begitu mencintai Samira? Bereaksi kuat ketika mendengar nama perempuan itu. Ada perasaan cemburu, dirinya sebagai istri begitu mudah dilupakan. Namun, nama lain menjadi sangat dikenang hingga mampu memicu kondisi ingatan terganggu. Benar-benar satu kenyataan menjengkelkan, apa dia juga harus kesal pada orang mati? ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN