“Bell!” Dirly senang menyambut kedatangan wanita itu, mencoba memeluk. Namun, Adrian dengan tegas mendorong tubuhnya. Mengibaskan tangan, tidak ada izin berkontak fisik dengan tubuh tersebut.
Ada senyum terbit di wajah Bell, samar. Namun, ia memilih tidak peduli, duduk di kursi kosong tersisa. Dua anak buah Adrian saling lirik, merasa sedikit aneh dengan penampilan istri atasannya. Penampilan glamor yang tak biasa. Mungkin dari acara formal, begitu pikir mereka dalam diam.
Tak tahu jika bukan Noi, sosok kali ini jauh lebih tegas. Tidak akan ada pelayanan gratis. Seorang lagi tampak berekspresi serupa, tak ada sapaan ramah. Diabaikan. Anggriawan merasakan hal aneh. Namun, memilih diam.
Mereka sepakat bertemu, membahas apa pun terkait pembunuhan. Namun, sebelum itu, Adrian sudah menyiapkan beberapa penjelasan terkait kematian. Jika dirinya sudah memahami konsep tersebut, ada Dirly yang perlu diberi pemahaman tentang ilmu dasar. Sebab, mereka akan menjadi tim rahasia mulai saat ini.
Mereka berenam akan serius membahas hal penting terkait kasus yang sedang ditangani. Dalam mempelajari kematian, dikenal istilah Thanatologi yang berasal dari kata thanatos, berarti berhubungan dengan kematian dan logos yang berarti ilmu. Jadi, pembahasan awal mengenai ilmu kedokteran forensik tentang perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Perubahan pada tubuh tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Tanda-tanda kematian dibagi atas hal pasti dan tidak pasti. Perlu kemampuan khusus untuk mengenalinya.
Tanda kematian tidak pasti adalah pernapasan berhenti, sirkulasi terhenti, kulit pucat, tonus otot menghilang, dan relaksasi. Selain itu, pmbuluh darah retina mengalami segmentasi dan pengeringan kornea. Sedangkan tanda pasti kematian adalah lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor mortis), pembusukan, mumifikasi, dan adiposera.
Adrian akan menjelaskannya, perlahan. Satu demi satu. Dimulai dari tanda pertama, ciri pasti kematian. Rigor mortis adalah kekakuan pada tubuh setelah kematian yang disebabkan karena tidak terdapat adenosine trifosfat (ATP) dalam otot. Pada saat awal kematian, tubuh menjadi flaksid. Namun, dalam satu hingga tiga jam setelah itu, kekakuan otot mulai meningkat, dan terjadi imobilisasi pada sendi.
Kelenturan otot setelah kematian masih dapat dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan myosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan myosin akan menggumpal sehingga otot menjadi kaku.
Otot membutuhkan pasokan energi dari ATP untuk berkontraksi karena jumlah yang tersedia di otot hanya mampu untuk mempertahankan fungsi kontraksi otot selama beberapa detik. Terdapat tiga jalur metabolisme yang mempertahankan agar pasokan ATP dalam otot tetap tersedia yaitu sistem fosfagen, sistem glikogen-asam laktat dan sistem aerobik.
Ketika otot menjadi anoksia maka suplai oksigen berkurang sehingga ATP tidak diproduksi sehingga terjadi proses glikolisis aerobik sehingga meningkatkan kadar asam laktat dan asam piruvat. Kadar glikogen dalam otot berkurang, pH seluler menjadi 6 dan kadar ATP mulai berkurang. Normalnya, ATP berfungsi untuk menghambat aktivitas pelekatan antara aktin dan myosin.
Pada keadaan optimal, sistem fosfagen dapat menyediakan energi untuk digunakan oleh otot untuk berkontraksi selama 10-15 detik, sistem glikogen asam laktat menyediakan energi selama 30 hingga 40 detik dan sistem aerobik untuk waktu yang tidak terbatas. Hal ini diberitahukan agar pada saat di TKP, sebelum tim resmi datang, mereka sudah memahami kondisi tersebut. Terutama Alvin dan Akbar.
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot baik otot lurik maupun otot polos dan bila terjadi pada otot anggota gerak, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan tenaga untuk melawan kekuatan tersebut. Sering terjadi jika mayat berada di kondisi ini, semua orang akan kesulitan memindahkan. Pemeriksaan pun akan terkendala sehingga memakan waktu lebih lama.
Kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot berbeda-beda, sehingga sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat terjadinya kematian somatik, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan ini dapat menerangkan alasan kaku mayat mulai tampak pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Kaku mayat biasanya tampak pertama kali pada rahang dilanjutkan siku dan kemudian pada lutut. Pada laki-laki, kaku mayat lebih hebat dibandingkan pada perempuan oleh karena laki-laki memiliki massa otot yang lebih besar dibandingkan wanita.
Pada rata-rata orang pada suhu ruangan yang biasa, rigor mortis biasanya terlihat 2-4 jam setelah kematian. Dan biasanya terjadi rigor mortis sempurna setelah meninggal. Tubuh mengalami rigor mortis sempurna ketika rahang, siku, dan lutut sudah tidak dapat digerakkan lagi. Hal ini berlangsung 10-12 jam setelah kematian pada suhu ruangan 70-750 F. Keadaan ini akan menetap 24-36 jam dan setelah itu, kaku mayat, akan mulai menghilang.
Masih banyak penjelasan lainnya terkait kekakuan pada tubuh mayat, tetapi diringkas pada poin berikutnya. Istilah-istilah membingungkan tersebut hanya akan membuat dua anak buahnya kesulitan menangkap pengetahuan yang disampaikan. Akan tetapi, ia perlu menjelaskan hingga tuntas.
Dilanjutkan pada pembahasan kedua, terkait dengan kondisi yang biasanya ditampakkan oleh tubuh. Livor mortis (post-mortem hypostasis,kebiruan) adalah perubahan warna pada tubuh setelah kematian akibat pengendapan darah sesuai gaya gravitasi yang tidak lagi dipompa melalui tubuh oleh jantung. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed di mana pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan efferen saling berhubungan.
Secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ke tempat-tempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan gelembung-gelembung di kulit pada awal proses pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena penggumpalan darah terjadi secara pasif maka tempat-tempat di mana mendapat tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat. Kondisi ini sering terjadi pada mayat yang ditemukan beberapa hari kemudian.
Livor mortis biasanya terlihat sekitar 1 jam setelah kematian dan sering terlihat, dalam waktu 20-30 menit setelah kematian. Perubahan warna meningkat dan biasanya menjadi tetap sekitar 8-10 jam pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah ke dalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah.
Dengan demikian, penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. Setelah empat jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari kapiler yang rusak akan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya. Maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena darah sudah mengalami koagulasi.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder pada posisi berlawanan. Adrian kembali menghentikan penjelasan, tanpa memberi kesempatan bertanya. Harus dilanjutkan.
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi yang terbentuk melalui proses pembakaran glukosa, lemak, dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa. Satu molekul glukosa dapat menghasilkan sebanyak 36 ATP yang nantinya digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti transpor ion, kontraksi otot dan lain-lain. Menyusun sekitar 38 persen dari total energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa. Sisanya sebesar 62 persen energi yang dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.
Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi konduksi, dan pancaran panas. Proses penurunan suhu pada mayat ini biasa disebut algor mortis. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post mortem.
“Sisanya kalian baca saja!” Adrian mengakhiri penjelasan, mengambil botol air, dan meneguknya. Cukup melelahkan, hampir satu jam memberikan semua keterangan terkait ilmu forensik pada anak buah yang memiliki tingkat pengetahuan minimum.
“Semua yang dikatakan tentang teori itu berlaku pada kondisi mayat utuh, bagaimana dengan korban mutilasi? Lambung, usus, dan kantong kemih tidak ada. Beruntung pelaku baik, memberikan petunjuk dengan menyerahkan jantung. Jika tidak, apa tim forensik mampu memeriksa potongan-potongan daging yang siap diberi bumbu?” Bell berujar sadis membuat isi perut bergejolak, mual tak nyaman. “Kalian melewati banyak hal pada kasus terakhir, mungkin informan cantik ini hanya memberikan petunjuk tentang para pelaku. Lupa jika kunci dari kasus mutilasi ada pada organ-organ penentu waktu kematian. Apa kalian sudah menemukan lokasi penjagalannya?”
Adrian diam, memerhatikan telunjuk Bell yang masih menunjuk wajah milik Noi. Melirik yang lain, pasti merasa ada keanehan di tempat itu. Haruskah dijelaskan terlebih dahulu terkait gangguan kepribadian wanita itu?
“Bukankah Kakak Ipar menyuruh kami memeriksa CCTV Pertamina terdekat?” balas Alvin mulai menunjukkan gejala bingung, terganggu oleh suasana berbeda kali ini. Kenapa Noi terlihat seperti orang lain?
“Itu karena Noi terlalu bodoh!” bentaknya tanpa terduga, memaksa Adrian memukul dahi. Sudah tak bisa dihentikan lagi, semua orang akan tahu jika wanita yang saat ini bersama mereka bukan Eunoia.
“Akan kujelaskan nanti kebenarannya, kalian tenang. Dia memang bukan Noi, tapi orang yang sama.” Adrian mencoba mengendalikan situasi, mendelik pada Bell yang sudah bersiap melontarkan kalimat. Menggeleng, meletakkan telunjuk di bibir. Cukup membungkam wanita tersebut, kini hanya mampu cemberut.
***