Jebakan untuk Debora

1165 Kata
Iqtibar Maulana mencengkeram kuat kerah baju Afriz Artanabil ketika pemuda itu melontarkan kalimat provokatif. Memberikan satu pernyataan terkait event yang diselenggarakan, membongkar fakta lain di depan Adrian. Kali ini tidak ditanggapi Jev Indra, pria tersebut memilih diam dalam pikiran berkecamuk. Jev lebih memilih memperhatikan Noi, sosok yang terlihat membenci dirinya. Beranggapan bahwa ia telah melakukan hal terkutuk terhadap Daisy, pembentukan memori menguat pada penderita DID ketika berhadapan langsung dengan objek tujuan. Seperti pada kasusnya, wanita tersebut merasa yakin terhadap kepingan ingatan samar. Daisy yang sejatinya anak manis menjelma brutal ketika hal tak adil menimpa, memilih membentuk mekanisme pertahanan diri. Melahirkan banyak karakter aneh, penuh manipulatif. Sulit membedakannya, semua tampak meyakinkan. Noi tampak sebagai identitas dominan, seakan nama dipaten sebagai pengganti Daisy Joansyah. Namun, tidak ada yang tahu pasti akan kepribadian sejati sang wanita, tertutup oleh kepalsuan nan licik. Siapa sebenarnya nama paling berbahaya? Debora, karakter yang ia gambarkan sebagai sosok tangguh, penuh intrik licik nan mematikan memiliki kemungkinan sebagai pelaku tindak kriminal. Namun, Jev tak sepenuhnya yakin. Masih ada karakter lain, Bell dan Nirmala. Hanya saja, dia tidak mengenal nama Eunoia. Siapa pencipta karakter ini? “Jev, kamu sudah menemukan solusinya?” Tibar mengagetkan, menyadarkan sang pria bertampang tenang yang mulai memusatkan fokus pada sekitar. “Seharusnya pencipta karakter mampu mengendalikan hasil perbuatannya.” Ada nada kesal, melempar tatap ke arah jendela. Menghindari setiap benturan pandang dari Afriz yang masih melebarkan senyum penuh ledekan, amarah belum sepenuhnya reda walau Adrian telah melerai keduanya sejak sepuluh menit lalu. Tetap ada perasaan gusar, ingin menghabisi sang pelukis. Saling menuding, menyalahkan satu sama lain. Hanya melahirkan keresahan baru, cukup menjengkelkan. Namun, tanpa mereka bertiga, setiap permasalahan akan mengalami jalan buntu. “Aku pencipta, tapi pengendali tidak sepenuhnya di tanganku.” Jev menimpali serius, memberikan tatap tajam pada setiap orang yang ada. “Eunoia, dia ada atas bimbingan seseorang. Kita harus menemukannya.” Noi terkesiap, merasa sakit di bagian kepala. Ada gejolak tak terima, tetapi terbelenggu oleh ketidakberdayaan. Adrian menyadari perubahan pada diri sang wanita, segera meraih tangan untuk memberikan transfer energi. Mencoba menguatkan. Ia hanya berupaya memberikan kenyamanan, tidak sedang berusaha menenangkan. Sebab, Jev sudah memberitahu kebenarannya, Eunoia bukan bagian dari macam-macam karakter yang diciptakan. Kemungkinan terbentuk oleh orang lain, bisa jadi ... dialah dalang dari semua kejahatan. “Apa maksudmu?” Noi meradang, tak suka dengan ucapan Jev. Tampak jelas jika dirinya memang terformat sebagai pembenci laki-laki tersebut, sangat tidak menyukai sosok yang kini terlihat begitu akrab dengan Adrian. Bagaimana bisa Jev menjadi teman sang suami cadangan? Seharusnya dia dijebloskan ke penjara bersa dua pria lain yang saat ini justru terlihat duduk manis bersama, kenapa semua menjadi sangat tidak masuk akal sekarang? “Sebaiknya kamu katakan kebenarannya, apa alasanmu ada di sini?” Jev tak mau melunak, ia merasa sudah waktunya menempatkan rasionalitas di atas segalanya. Jev akan menjadikan diri sebagai sosok kompeten, tidak lagi menyalahkan masa lalu. Mulai memperbaiki keadaan, dia akan bertanggung jawab secara penuh. Bukan lagi membiarkan semua hal terbengkalai begitu saja, apalagi situasi serius tersebut menyangkut nyawa banyak orang. Mungkin benar, ia salah. Menceritakan perihal karakter-karakter kuat pada penderita trauma akut, tidak memikirkan kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Ketika segala hal buruk mulai melanda, barulah kerusakan hendak diperbaiki. Lebih baik terlambat, dari pada tidak sama sekali. “Noi, tenang. Kita harus mendapatkan solusi, menemukan pelaku yang terhubung langsung pada Demon. Kamu harus mau bekerja sama.” Adrian mencoba menenangkan, menekan dua bahu wanita yang mencoba bangkit. Namun, kali ini idak seperti biasa, sulit dikendalikan. Memicu curiga muncul ke permukaan, perempuan itu terlalu buas. Apa dia benar-benar Eunoia? Afriz menyipitkan mata, mencoba mengenal karakter saat ini. Alasan mereka bertiga dikumpulkan memang untuk menegaskan sosok dalam diri wanita yang sekarang sedang murka, para pria tersebut dijamin mampu menyadari identitas masing-masing teman kencan. Termasuk Tibar, laki-laki yang diyakini memiliki hubungan serius dengan Eunoia. Adrian membicarakan secara serius bersama Jev, mencari berbagai kemungkinan. Memeriksa kamar rahasia secara sembunyi-sembunyi di kediaman Radi, sang suami meminta kerja sama ibu mertuanya. Tidak semudah yang dibayangkan, Mia semula menolak tegas. Namun, berkat ancaman polisi tampan itu, ibu kandung Noi mau membantu. Tanpa sepengetahuan Radi Joansyah dan Noi, ia bersama Dirly dan Jev membobol komputer yang berada di ruangan tersebut. Berisi video-video pertukaran identitas, dari karakter manis hingga buas. Mempelajari semua tentang si penderita DID. Ada banyak fakta terkuak tentang masing-masing karakter, yang tersembunyi pun mampu dipelajari. Nirmala sebagai kembaran Daisy memang terlihat memiliki kekejaman paling mumpuni, darinya semua ide jahat timbul. Namun, tanda-tanda terkoneksi pada Demon tidak ditemukan. Jejak yang menggiring pada kasus pembunuhan berantai masih tidak membuahkan hasil, tetapi terkait simbol Illuminati mulai menemukan titik cerah. Jev membantu memecahkan beberapa pesan dari setiap peristiwa, menyambungkan dengan hal-hal lain yang belum terjadi. Dari sekian nama yang tersisa, kemungkinan bukan Noi korban terakhir. Adrian masih mengingat betul ucapan Jev, pria itu memang mengakui segala bentuk kejahatan dalam komunitas. Baik tentang prostitusi atau perdagangan manusia, tetapi tak menyangka jika ada oknum lain sedang memanfaatkan event sebagai ajang pembunuhan kejam. Penyiksaan sadis terhadap masing-masing nama penulis wanita. [Dia bukan Bell.] Pesan masuk dari Afriz melahirkan anggukan singkat di kepala Adrian, mengarahkan tatap berikutnya pada Iqtibar. Pria tersebut hanya mengibaskan tangan, isyarat serupa. Tidak mengenali sosok saat ini. Giliran Jev menggeleng pelan, sama-sama memberikan penolakan. Tidak ada yang mengenal pasti sosok tersebut, memang bukan karakter terdeteksi. Giliran dirinya memejamkan mata, menarik napas panjang sebelum mengembuskan perlahan. Terlihat memantapkan diri. Jika tiga pria lain sudah memastikan perihal karakter di depannya, giliran dirinya menentukan siapa sosok yang tampak nyata. Memperhatikan Noi dengan saksama, mencoba mengenal lebih serius. Benarkah wanita tersebut merupakan identitas yang ia kenal? “Jadi, kamu lebih percaya pada laki-laki yang mencabuli Daisy?” Noi masih belum menyadari jika semua orang tengah memperhatikan dirinya, menyerang Adrian karena tetap bersikap ramah terhadap Jev. Satu-satunya karakter pembenci laki-laki tersebut memang Noi, tetapi mereka tidak saling mengenal. Bagaimana bisa sosok asing langsung membenci? Ini sedikit melahirkan kecurigaan di masing-masing kepala, mereka merasa sedang berhadapan dengan orang kesurupan. “Aku percaya jika Noi akan menjinak ketika kusentuh,” timpal Adrian datar, mengangkat wajah perlahan, dan terhenti lurus pada wajah wanita yang terlihat kaget. “Kamu pikir, kami tak mengenalimu, DE-BO-RA?” Kedua bola mata itu membulat sempurna, tak menyangka jika akan ketahuan. Berusaha keras menjadi Noi, ternyata disadari oleh Adrian. Jev Indra tertawa pelan, memberikan satu pukulan pada karakter paking licik dalam diri wanita yang memang memiliki hubungan spesial dengan dirinya. Satu wanita dengan ikatan takdir manis untuk beberapa pria, terlibat kerumitan hingga tingkat kejahatan tragis. Tidak lagi kali ini, jangan sampai Debora berhasil mengelabui semua orang. Menjatuhkan korban demi dendam konyol masa lalu. Jika memang dirinya tercipta sebagai penentu keadilan bagi setiap korban pelecehan seksual, tidak semua yang dilecehkan memiliki masa depan suram. Dari sepuluh nama terbunuh, satu pun dari mereka tidak mengingat kembali hal buruk ketika masih kanak-kanak. Justru, masa depan terbilang cerah. Buat apa Debora membunuh mereka? Mengurangi penderitaan atau hanya bentuk pelampiasan rasa haus akan darah? Wanita itu menarik tangan dari genggaman Adrian, tetapi Jev sudah merangkul dirinya disertai senyum penuh kemenangan. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN