Demon dan Pengikutnya

1052 Kata
 “Selamatkan aku, kumohon ….” Nisamey memegang betis Desi, wanita dengan tinggi cukup menakjubkan tersebut hanya mematung. Antara rasa iba dan cuek, satu sisi dia masih memiliki nurani. Namun, untuk menjadi peduli, ia belum sepenuhnya merasa berhak. Ada sosok lain yang sedang mengawasi, bagaimana jika sisi kemanusiaan yang ditampakkan justru membuat Desi berada dalam bahaya? Sama seperti Violeta, wanita cantik dengan gingsul manisnya terlihat menjauhkan diri. Ada perasaan tak tega, siapa yang aman merasa sanggup melihat sosok kesakitan tanpa perawatan dan dipaksa memakan dagingnya sendiri? Satu pun dari mereka tak berani menunjukkan belas kasihan, lebih menyayangi nyawa masing-masing. Siapa yang akan berbagi ketakutan saat kematian dianggap bukan sesuatu yang sulit diwujudkan? Violeta enggan menjadi tumbal berikutnya, dia masih sayang nyawa. Terserah Nisamey, mau meratap atau meraung untuk mendapatkan belas kasihan. “Kalian tega melihatku begini?” ratapnya sekali lagi yang hanya ditanggapi dengan kebungkaman, bahkan dua wanita lain memilih menyumbat telinga dengan telapak tangan. “Jangan berisik atau kau akan segera pergi ke Neraka!” hardik Violeta yang mulai kesal, merasa sangat sebal terkait kecerewetan Nisamey yang cukup memusingkan kepala. Ada aroma busuk, menguar cukup tajam. Tentu saja, kaki Nisamey mulai mengalami infeksi, luka tak terawat dengan kondisi buruk. Terkadang demam di ruang tanpa ventilasi. Tertidur di lantai, ketika bangun pun akan merasa ketakutan. Demon memang tak memiliki perasaan, kejam tak manusiawi. Menyiksa perlahan pada situasi paling mengerikan, mengambil beberapa daging di bagian tertentu untuk dimakan, terkadang masih dipukul. Nisamey sudah tak sanggup lagi, ia meratap pada dua wanita yang sedang mengantarkan makanan. Mencoba mencari peruntungan. “Bunuh aku sekarang, tolong akhiri penderitaan ini.” Nisamey masih memelas, tanpa ada kekuatan serius. Dia hanya mengeluarkan suara lirih, hampir tak terdengar. Menahan sakit dalam ketakutan jauh lebih mengerikan daripada menyambut maut yang jelas akan mengakhiri seluruh siksaan. Baginya, kematian menjadi alternatif paling baik saat ini, buat apa hidup dalam siksaan para iblis berwujud manusia? Desi mendorong kepala Nisamey, tawanan terlihat melawan dan mencoba melepaskan diri. Namun, cukup kuat terkunci. Sekuat apa pun memberontak, percuma kareana kondisinya sudah sangat mengenaskan. Perempuan dengan postur tubuh tinggi tersebut melirik ke arah kamera pengintai, di sana tentu tengah berada sosok terkutuk tengah mengawasi. Jangan menunjukkan perasaan normal, bisa menjadi korban selanjutnya. Harus membuat sikap paling kejam, demi menyelamatkan diri sendiri. Dua wanita ini berbeda dengan kondisi kejiwaan Demon, bukan pembunuh berdarah dingin tanpa empati. Mereka hanya mengalami gangguan gangguan mental bernama sosiopat, melakukan kejahatan atas dasar paksaan. Selain itu, para wanita tersebut tidak memiliki kerangka berpikir untuk mengembangkan nilai etika dan moral. Masih ada sedikit empati di hati masing-masing, bukan seperti pria di balik tudung hitam di balik kamera pengawas. Jika Demon memiliki ketidakseimbangan genetik dan reaksi kimiawi dalam otak, dua wanita tersebut tidak demikian. Mereka masih bisa mempunyai keseimbangan yang dimaksud. Sebab itulah, sangat sulit memahami pola pikir Demon. Terlebih untuk para orang awam. Seseorang yang terduga psikopat biasanya melakukan kejahatan dengan darah dingin. Mereka memiliki naluri predator dan menyerang secara proaktif, bukan sebagai reaksi terhadap konfrontasi. Tidak berperasaan, lebih kejam. Sementara itu, sosiopat timbul akibat cacat otak bawaan layaknya orang psikopat. Namun, pola asuh orang tua juga memiliki peran lebih dalam mengembangkan gangguan mental ini. Sehingga banyak anak tanpa kasih sayang menjelma menjadi para pelaku tindak kejahatan. Orang sosiopat biasanya licik dan manipulatif. Biasanya mereka juga pembohong patologis, terlepas dari sosoknya yang tulus. Orang dengan gangguan mental ini cenderung memilih tinggal di dalam rumah dan mengasingkan diri dari lingkungan Bedanya dengan psikopat, orang sosiopat melakukan kejahatan kasar maupun tidak itu terjadi atas dasar paksaan. Mereka adalah orang tidak sabar, sangat impulsif dan lebih mudah menyerah. Hal inilah yang membuat dua wanita tersebut sangat mudah dikendalikan. Sosiopat sendiri adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi seseorang yang memiliki gangguan kepribadian anti sosial (ASPD). Orang dengan ASPD tidak dapat mengerti perasaan orang lain. Ia kerap melanggar aturan atau membuat keputusan impulsif tanpa merasa bersalah atas kerugian yang mereka timbulkan. Sementara itu, mereka juga dapat menggunakan permainan pikiran untuk mengontrol teman, anggota keluarga, rekan kerja, bahkan orang asing. Orang yang tidak mengenal pribadinya yang sosiopat ini, kerap menganggap seseorang dengan ASPD sebagai pribadi yang karismatik atau menawan. Mampu menipu secara anggun dan elegan. Sosiopat cenderung sangat percaya diri dan karismatik. Mereka benar-benar percaya bahwa mereka lebih baik dari orang lain. Oleh karenanya, ia berpikir berhak atas apa saja yang ada dalam hidup. Sosiopat akan menggambarkan ilustrasi sempurna tentang masa depan yang menarik hati, memiliki pandangan fantastis terhadap hal-hal yang bersifat imajinatif. Lalu, menggiring pada situasi nyaman. Saat itulah, jebakan telah berhasil dijeratkan. Seorang sosiopat akan sering berbohong. Tampaknya, bohong sangat mudah untuk dilakukannya. Ketika telah diketahui, akan dengan mudah menempatkan orang lain di posisi bersalah sehingga mereka wajib meminta maaf. Ketika seseorang secara berlebihan mengendalikan, mendikte kapan, di mana, jam berapa, dan dalam keadaan seperti apa kita melakukan sesuatu, bisa jadi ia adalah seorang sosiopat. Sama seperti yang sering dilakukan oleh Desi dan Violeta terhadap teman atau pasangannya, fakta ini dimanfaatkan oleh Demon. Merekrut mereka sebagai bagian dari rencana tanpa perlu menjadikan orang-orang kepercayaan. Ketika seorang Psikopat gila seperti dia merekrut para sosiopat sebagai anak buah, tingkat kecerdasan patut diacungi jempol. Demon bergerak dengan perhitungan matang, ia bukan penjahat amatir yang hanya bertindak oleh pengontrol pikiran. Protokol kesadisan sudah ada dalam dirinya, tidak perlu didikte oleh orang lain. Lalu, benarkah salah satu kepribadian Noi mengendalikan Demon? Memberikan titah untuk membunuh di detik waktu tertentu, menyusun strategi sebagai pemilik ide mematikan, dan satu-satunya pengontrol pikiran pria bengis itu? Jika demikian, laki-laki penyuka hitam tersebut sangat mencintai sosok yang mengendalikannya. Sebab, pembunuh berdarah dingin hanya akan tunduk dan patuh oleh keajaiban. “Bagus, kalian memang b***k setia. Tak sia-sia aku menemukan di tumpukan bangkai manusia, sampah yang berguna setelah didaur ulang.” Demon senang, memperhatikan di balik layar monitor. Bertepuk tangan ketika Desi membenturkan kepala Nisamey pada tembok, raut kesakitan yang terpantul membuat semangat berkali lipat muncul ke permukaan. Ia semakin bahagia dengan tanggapan Violeta, wanita itu menendang tepat di rahang korban penyekapan hingga terkapar seketika. Sungguh pertunjukan seru, sangat menarik. Tidak salah menyeret dua nama pada dunia yang ia geluti, mereka memang profesional. Mampu mengimbangi permainan Demon. Mereka harus melakukannya, terlihat kejam hanya agar bisa tetap bernapas. Jika tidak begitu, maut akan menyambut dengan senyum mengerikan. Sebab, Demon akan menjadi Malaikat Kematian bagi siapa pun yang dianggap layak mendapatkannya, bahkan dia bisa membunuh tanpa memiliki rencana. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN