Romantisme Dua Anak Manusia

1142 Kata
Untuk ke sekian kali Adrian merasa bersalah, gagal melindungi wanita terkasih. Lagi-lagi Noi berada dalam kondisi tak sadarkan diri, tertekan oleh pengakuan Dirga. Namun, mereka tak bisa menyalahkan pria tanpa ingatan. Akan sangat bodoh jika sampai terbawa situasi oleh tindakan sang adik, tak mau jika harus ikut emosi saat ini. Menunggui Noi menjadi pilihan, mengunci pintu agar tidak ada siapa pun yang bisa menerobos masuk. Wanita tersebut butuh ketenangan, jangan sampai ada gangguan ketika kesadaran telah kembali. Siksaan terberat tentu baru saja dialami, mengamuk tanpa bisa dikendalikan merupakan tanda obat yang dikonsumsi tidak berfungsi. Apa yang sudah Dirga katakan pasti membuat Noi merasa menjadi penjahat, sosok sadis itu bernama Nirmala. Bukan Eunoia. Namun, Adrian tak dapat memungkiri kenyataan, siapa pun nama yang dipakai, tetap saja tubuh itu menjadi pelaku sebuah tindakan kriminal. Dirga mengatakannya, menjelaskan bahwa dia hanya mengatakan jika mengingat momen bersama Noi. Saat mereka bersama di masa lalu hingga tampilan memori menunjukkan betapa kejamnya sang wanita ketika sudah putus, terlihat bersama laki-laki yang merupakan kolektor darah. Pemilik tato Demon. Sesuai petunjuk dari ingatan sang adik serta penjelasan Dirly, polisi muda tersebut mulai mengenali identitas pelaku. Disebut Demon, merupakan sosok misterius dengan ciri-ciri tinggi sekitar 170 senti meter. Perawakan proporsional, atletik yang menunjukkan kebugaran tubuh. Memadukan keterangan antara Dirga dan Dirly terkait ciri Demon, satu kesimpulan ditarik. Antara Afriz Artanabil dan Anggara Oktavano. Dua nama tersebut mulai dimasukkan le dalam buku catatan sebagai orang paling dicurigai berdasarkan keterangan saksi mata. Sambil menunggu Dirly melacak keberadaan tiga nama yang sedang buron, ia juga menyelidiki kebenaran tentang keluarga sang jenderal. Dibantu Akbar dan Alvin, Adrian akan mengusut mulai awal. Mencari kebenarannya. Saat ini, markas besar sedikit memberikan lampu hijau, tidak lagi menyudutkannya. Semua bukti tentang fakta pembunuhan tiga wanita sekaligus menyelamatkan, serangan moril terhadap sang IPTU mulai berkurang. Mereka kesulitan menemukan alasan untuk mengintimidasi. Violeta Miea, nama baru yang saat diselidiki merupakan penulis wanita lajang berusia sekitar 23 tahun. Pemilik senyum manis itu berasal dari kalangan atas, memiliki kepribadian ramah tanpa catatan kriminal apa pun. Namun, kenapa sampai menjadi bagian dari para penjahat? Membunuh hingga memutilasi bukan satu pekerjaan mudah, dibutuhkan keberanian paling kuat dalam diri. Mungkinkah Siti Barokah mempengaruhinya? Wanita dengan perawakan lebih sehat ini pun memiliki karakter santai, humble yang menyenangkan. Tidak akan menyangka jika perempuan semanis dirinya menjadi kaki-tangan Demon, bahkan melakukan pembunuhan sadis terhadap rekan sesama penulis. Kemudian, Desi Afriani. Sosok periang ini pun tidak memiliki kesan buruk di mata siapa pun, termasuk pribadi dengan banyak teman di sekitar. Belum memiliki catatan medis terkait kerusakan otak, mental pun seolah sehat. Hanya saja, ia tampak menjadi otak pelaku dari tiga pembunuhan yang terjadi terakhir kali. Wanita merupakan makhluk lemah yang Tuhan ciptakan untuk dilindungi oleh para lelaki, tetapi tiga perempuan tersebut mematahkan konsep yang diyakini berabad-abad oleh semua orang. Justru mereka menjadi kutukan peradaban, membuktikan secara nyata jika Iblis juga memiliki dua jenis kelamin. Menangkap mereka akan membawa pada Demon, semoga Dirly berhasil menemukan dalam kondisi hidup. Tidak ada tambahan kerumitan di esok atau lusa, situasi di rumah saja sudah sangat mengganggu pikiran. Merusak fokus serta kewarasan pikiran. “Noi,” desisnya ketika mata itu perlahan terbuka, tetapi pada detik berikutnya sang polisi merasa ada kejanggalan. Sorot mata itu bukan identitas yang mengarah pada sang istri titipan, ada perbedaan jauh. Angel eyes lenyap, bola pingpong meredup. Satu lirikan dengan senyum miring melegakan, setidaknya bukan Nirmala yang datang. Namun, tetap saja meresahkan sang polisi. “Kamu baik-baik saja, Bell?” tanya Adrian sekali lagi, memperhatikan wajah yang sudah merespons dengan menurunkan bulu mata. Terlihat cukup lelah, tetapi gerakan menarik diri begitu cepat. Menunjukkan kondisi tubuh tetap sehat, satu anggukan pelan menandakan memang tidak ada masalah. Hanya saja, pusing jelas terasa begitu nyata. “Kamu yang sedang tidak baik-baik saja,” ujar Bell menimpali sambil mengarahkan tangan pada kepala bagian kiri Adrian, benjol yang cukup parah. Sebesar bola pingpong, di area sekitar pelipis tampak memar. Sebenarnya apa yang terjadi pada dua orang ini? Dia terlihat penasaran sekaligus heran, mengapa harus selalu dalam situasi menegangkan begini? Dia datang, sudah pasti Noi telah menimbulkan keributan tanpa bisa diatasi. Jadi, bersembunyi dengan memanggil dirinya. Sikap pecundang khas yang merepotkan. Namun, tak dipungkiri, Bell suka dengan situasi ini. Kepribadian bebas tersebut bisa bertemu dengan orang-orang yang ingin dijumpai., setidaknya ada kelegaan. Dia merentangkan tangan, menghirup udara yang dengan senyum manis. Berterima kasih atas menghilangnya Noi sekali lagi. “Pukulan yang cukup kuat, apa Noi sering mengalaminya?” Adrian berucap cemas sambil mengamati wajah Bell dari dekat, membelai lembut pipi wanita yang secara naluriah memerah. Mendadak situasi menjadi memanas tanpa perlu diinstruksi, ada apa dengan Adrian? Jelas-jelas dia tahu jika saat ini bukan Noi yang menghuni tubuh tersebut, lalu apa yang dilakukan sang polisi? Sangat mendebarkan bagi Bell. Bell tak menanggapi, hanya membalas mengamati wajah Adrian. Ada kecemasan di sana, perasaan sungguh-sungguh yang indah. Laki-laki tersebut tidak bermain-main, begitu peduli akan kondisi kepribadian dominan dalam dirinya. “Kamu cemas?” Bell memastikan situasi hati Adrian yang hanya mengangguk, meraih jemari miliknya, menggenggam dengan lembut. Tampaknya Adrian lupa jika sosok yang kini tengah diperlakukan mesra bukan Noi, ia mencium kedua tangan itu dengan penuh rasa cinta. Tak ada reaksi selain penerimaan dalam diam, membiarkan sang lelaki bersikap sesuka hati. Melampiaskan perasaan lega atas sadarnya wanita tercinta, ia tak mau merusak momen bahagia. Namun, Bell tak mau munafik. Debar menggoda setiap kali bertemu Adrian membuat nama Afriz tergeser begitu saja. Sosok yang kemungkinan memang sangat dia sukai sejak lama, bocah gendut yang menjelma rupawan. Benar, Adrian adalah bocah gendut itu. Cinta pertama yang begitu menggemaskan, sosok paling sulit dilupakan. Masih menyisakan perasaan tak terdefinisikan, meruntuhkan pertahanan hati begitu saja. Ia terbuai, larut pada perlakuan istimewa. Melebur bersama romantisme yang berlangsung, mengikuti alur manis sang lelaki. Melakukan hal serupa, meremas jemari polisi tampan di depannya. Tak etis, tetapi ia menginginkan Adrian. Menarik pelan kedua tangan itu, mengarahkan pada wajah. Tanpa suara, Bell menuntun telunjuk sang lelaki menelusuri lekuk-lekuk indah miliknya. Tak ada penolakan. Adrian pun terbawa suasana, perasan lega membuatnya tidak mampu membedakan Bell atau Noi. Ia maju, mengarahkan tangan ke bagian belakang kepala si wanita. Mengelus dengan ibu jari sebelum menempelkan dahi. Pucuk hidung mereka bertabrakan. Bell bukan Noi, sisi liar miliknya jauh lebih menggebu. Tidak mau menunggu, ia memimpin. Memulai gerakan agresif. Menyerang Adrian dengan semangat. Mereka melakukan prosesi awal, pemanasan. Lumatan penuh gairah, tak ada yang mengalah. Keduanya menunjukkan kemahiran dalam bermain lidah, memanas. Adrian mengerang kecil ketika sapuan basah dan lembut beralih pada bagian leher, Bell bergerilya. Membangkitkan hasrat. Adrian pasrah ketika wanita itu membelit dengan kaki, menjadikan dirinya berada di bawah. Menikmati gejolak manusiawi, sensasi tak terkatakan ketika satu per satu kancing kemeja dilepas. Pertarungan berbeda dari sebelumnya, lebih menggairahkan. Bell lebih menantang, memaksanya bertindak lebih liar. Menarik pakaian wanita itu sembari merapatkan tubuh, tak ingin melepasnya. Menuntaskan segala hal yang bergemuruh di balik d**a, mereka pun melebur pada satu keindahan berbalut peluh kenikmatan. ***    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN