Siapa Datang Lima Bulan Lalu?

1349 Kata
Sindikat terorganisasi tidak hanya ada di Jepang, di sini pun ada. Indonesia memilikinya, para pelaku tindak kriminal ini memang tidak diakui legalitas kelompoknya. Namun, keberadaan mereka benar-benar ada. Tersembunyi dari hukum, kalaupun tertangkap basah... mereka telah membelinya sehingga kebal. Fakta tentang organisasi di bawah pimpinan Dirly terbilang unik, struktur kepemimpinan yang kompleks layaknya pemerintahan. Mereka seolah terinspirasi dari Yakuza, membentuk pergerakan meresahkan di masyarakat. Namun, selama ini Adrian belum menemukan keterlibatan mereka pada kasus berat. Beberapa kali terjadi perkelahian antar kelompok, tetapi bukan bagian dari divisi Adrian. Jadi, ia tak begitu memahami keberadaan geng-geng ajaib yang bertebaran di masyarakat. Mengetahui ada kelompok besar dengan pengaruh luar biasa membuat dirinya merasa gagal sebagai polisi. Kembali pada Dirly, laki-laku itu tidak memberikan informasi jelas terkait Demon. Akan tetapi, beberapa keterangannya cukup membantu. Adrian mulai mengetahui sepak terjang sosok yang disebut penyembah setan tersebut. Demon terlihat seperti pria normal, dari postur tubuh tampak masih muda. Perkiraan usia tidak bisa dijelaskan hanya melihat tinggi bada. Namun, pergerakan lincah serta langkah gagah, menandakan umur tak begitu tua. “Saat itu hujan, dia berdiri di luar. Jas hujan hitam dengan tudung menghalangi kejelasan wajah, ditambah masker menutupi sebagian lagi. Kaos tangan mahal dikenakan,” jelas Dirly mengingat-ingat sosok yang datang menjemput Bell beberapa waktu lalu, “kalau dipikir-pikir, semua yang dikenakan bukan dari bahan-bahan murahan. Sepatunya pun berkualitas, air hujan saja enggan menempel.” Jadi, Demon ini dari kalangan berada. Hanya manusia kaya yang mampu membeli sepatu anti air,  Adrian merasa kembali mencurigai Gara. Laki-laki itu punya banyak uang, akan sangat mudah mendapatkan barang-barang branded. Namun, penjelasan terkait Demon bukan prioritas yang mengganggu pikiran, kondisi wanita bernama Bell kala itu membuat Adrian sedikit bimbang. Dirly mengatakan satu keanehan, hal tak wajar terkait Noi. Ada hal ganjil, tetapi belum menemukan jawaban tepat. Jika Demon diakui sebagai kekasih oleh Bell, seharusnya itu Afriz Artanabil. Menyembunyikan wajah atas dasar popularitasnya, tak mau orang lain melihat wajah asli berkeliaran di tempat tak layak. Benar, ini menjadi sangat logis. Akan masuk akal ketika pria itu adalah Afriz, menutupi wajah demi tak dikenali. Bukankah Bell memang menjalin kasih dengan sang pelukis? Seharusnya memang seniman itu yang dilihat oleh Dirly. “Jika yang datang Afriz, aku pasti akan mengenali b******n itu. Namun, sorot mata Demon lebih dingin. Ada kesan hidup yang tak hidup di sana, kosong.” Kembali penjelasan Dirly terngiang-ngiang, “selain itu, sikap Bell tak biasa. Aku tahu jika dia memiliki kepribadian lain. Malam ini Noi, tapi ... kurasa bukan dua-duanya ketika Demon datang berkunjung.” Lalu, siapa yang datang ke rumah Dirly kala itu? Daisy atau Nirmala? Jika dilihat dari penjelasan sikap dingin dan irit bicara, tentu bukan Noi. Di antara dua identitas tersebut pasti telah datang ke rumah sang mafia. “Kami juga membunuh, tapi orang-orang yang membayar bukan dari kalangan sipil. Justru pejabat pemerintah menyimpan kontak para b******n sebagai orang penting.” Penjelasan Dirly mengenai aktivitasnya mulai terbuka pada sang polisi, dia dengan terus terang mengatakan mengenai cara mereka mendapatkan sumber penghasilan selama ini. Adrian semakin geram, seharusnya merekam pembicaraan dengan Dirly, agar kelak bisa menyeret para pelaku kejahatan ke penjara. Hanya saja, fokus pada Demon membuat otak buntu, berburu pembunuh gila menjadi begitu melelahkan. Menguras tenaga dan pikiran. “Malam itu, Bell datang meminta cetak biru rumah sakit Daerah. Sekitar lima bulan lalu.” Dirly kembali mengatakan mengenai permintaan sang tamu, dia menjelaskan mengenai denah sebuah bangunan pusat kesehatan yang kemungkinan memang terhubung dengan lokasi kejadian kejahatan. Adrian mencoba mengaitkan penjelasan Dirly tentang cetak biru rumah sakit, tempat Florencia dirawat. Apa Demon sudah merencanakan semuanya? Jika lima bulan lalu, korban ketujuh masih hidup. Mungkin hanya sebuah kebetulan. Namun, jika mengingat Dirga tak tertangkap saat melarikan Florencia dari rumah sakit tersebut, masuk akal. Cetak biru sukses menjadi denah paling membantu para penjahat melakukan aksi kriminal. Adrian menutup wajah dengan kedua tangan sambil menarik napas panjang, mengembuskan perlahan. Dirga memiliki rute paling rahasia, tetapi kenapa bisa tertangkap CCTV? Seharusnya dia tak terlihat, memilih jalur rahasia. Jadi, semua itu sengaja. Benar seperti yang Noi katakan. Jebakan manis untuk keluarga polisi. Demon memang luar biasa, berkolaborasi dengan penderita DID. Dilema besar, tetapi ada keunikan yang memaksa Adrian tertawa lucu. Jika Noi mati-matian membantu dirinya mengungkap dalam pembunuhan berantai, identitas lain wanita tersebut justru menjadi kaki tangan si pembunuh. Ini kasus langka, baru terjadi mungkin. Adrian sendiri merasa tengah hidup di dunia dongeng, satu tubuh dengan berbagai keinginan. Sangat tak masuk akal! Satu orang saling serang, menjadikan karakter berbeda dalam diri bermusuhan. Nirmala adalah penjahatnya, tetapi Noi menjadi pahlawan selama ini. Hukum seperti apa yang akan diberlakukan setelah kasus ini usai? Apa ada pasal untuk penderita gangguan kepribadian? Adrian merasa kebingungan seorang diri. ***   “Kalian t***l!” bentak suara khas bariton menggema, diikuti suara pecahan gelas. Amukan yang membuat tiga wanita itu bergidik ngeri, takut akan aksi berikutnya. Bagaimana mereka akan selamat kali ini?   Demon marah besar, mereka yang ditugaskan membunuh nama-nama lain justru sangat mudah dilacak. Daftar pencarian orang atas nama-nama tersebut telah diedarkan, gerak cepat Adrian mulai mengusik. Perlu diberikan peringatan tegas agar polisi itu menyerah dan pergi.   “Maaf, tapi kami tidak menyadari jika polisi sepintar itu. Memeriksa CCTV setiap pom bensin.” Desi berupaya memberikan pembelaan, ada nada bergetar. Rasa takut yang begitu kental, sementara kedua temannya merapat.   “Alasan babi dungu macam kalian memang selalu banyak, saatnya pergi ke neraka!”   “Jangan!” Mereka sontak histeris, menolak keinginan Demon bersamaan. Tidak ada yang mau mati cepat, terutama di tangan Iblis macam laki-laki ini.   “Kita semua tahu jika polisi menjadi pintar karena wanita itu, penulis yang selalu meracuni semua orang untuk terhindar dari dosa-dosa literasi. Haruskah kuhabisi dia sekarang juga?” Violet menawarkan sebuah negosiasi, tak ada tanggapan.   Hening tak nyaman membingkai suasana, keadaan tidak begitu baik. Demon tampaknya diam saja, menarik segaris senyum dalam gelap. Violet merasa ide sedang ditimbang, tetapi detik berikutnya terdengar jeritan.   Rambutnya ditarik kuat, tubuh itu terseret di lantai. Kemudian, satu gerakan melempar Violet hingga kepalanya membentur benda padat, keras. Rasa sakit luar biasa terasa, gelap membuat kondisinya dengan cepat hilang kesadaran. Wanita mana yang akan tetap sadar ketika dilempar kuat ke arah dinding?   Siti Barokah merapat, menyadari situasi buruk menimpa Violet. Dua wanita itu berpelukan, tak menimbulkan suara apa pun. Enggan jika dijadikan bulan-bulanan Demon, makhluk sadis yang selalu mampu bersikap brutal dalam kondisi gelap.   Sejak memutuskan bergerak bersama Demon, mereka sama sekali tak tahu wajah pemilik suara berat tersebut. Datang setelah mendapat surat aneh, tawaran kerja sama untuk menghancurkan para penulis yang pernah menghina tulisan masing-masing. Mereka yang terbunuh rupanya memiliki jejak digital buruk, menyakiti hati banyak orang.   Siwabessy Desi, pernah diintimidasi secara frontal oleh Alexa Nikmah. Dari kritik sadis tentang penulisan yang berantakan hingga menyinggung bentuk tubuh, ada dendam kuat di balik d**a wanita tersebut. Demon datang, memberikan satu kejutan.   Siti Barokah memasukkan pecahan kaca ke dalam mulut Alexa, menghancurkan kedua jempol korban dengan palu. Polisi tak menyadarinya, karena Demon menambah hal serupa pada semua jari, termasuk yang ada pada kaki. Balas dendam paling manis.   Begitu pula dengan Siwabessy Desi, dendam kesumat untuk Fatim Anita. Tak hanya memasukkan pecahan kaca ke dalam mulut, ia bahkan mencungkil mata korban. Meletakkan di atas piring pada Demon, lalu menonton puas ketika lelaki tersebut mengiris bola mata. Terpotong simetris.   Bagaimana dengan Violeta Miea? Si cantik yang memiliki dendam pada dua korban terakhir, Rita dan Zumi. Mereka pernah menulis tentang cara menjadi cantik, menyebut nama dirinya sebagai salah satu wanita gagal. Salah memilih perawatan wajah sehingga memiliki penampilan buruk, foto ketika wajah rusak diposting.   Ada banyak komentar penuh hinaan, tawa sadis yang dianggap lelucon justru memaksa kepercayaan diri hancur. Violet sempat depresi, mencoba untuk mati. Namun, Demon datang, menawarkan kematian untuk dua nama itu.   Mereka menganggap Demon sebagai Malaikat, penyelamat di kala sengsara melanda. Ketika yang lain hanya mampu berbasa-basi, laki-laki itu justru menghabisi nyawa para tukang bully. Mengajari mereka cara menyalurkan emosi. Menghancurkan gelas bekas minuman, lalu memasukkan pecahan pada mulut musuh.   Ampuh! Mereka puas, bahagia telah menghabisi para manusia sok hebat. Demon memang mengerikan, tetapi mampu menuntaskan emosi di balik d**a masing-masing. Menunjukkan keadilan sejati bagi para pembully, dunia butuh sosok tersebut agar bersih dari netizen berotak sampah. ***    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN