Naira sudah menunggu cukup lama sedari bel jam pulang sekolah terdengar, namun adiknya masih belum terlihat. Kedua tangan Naira teremas perlahan. Dia semakin cemas. Apa terjadi sesuatu dengan adiknya itu? Naira berpikir beberapa saat. Memberanikan diri, Naira sudah akan melangkah keluar dari tempat persembunyian untuk menyusul sang adik di kelasnya—ketika ujung matanya menangkap dua sosok yang dikenalnya dengan baik, berjalan keluar gedung sekolah. Naira tidak bisa menjaga sepasang matanya tetap pada ukuran normal saat melihat siapa yang berjalan bersama Malika—adik kesayangannya. “Tama?” Napas Naira memburu. Naira buru-buru keluar dari tempat persembunyian, begitu melihat Malika mengikuti Tama menuju sebuah mobil sedan berwarna putih. Mobil yang sempat dia lihat beberapa waktu sebelumn

