Naira mencoba menghubungi Rendra. D*da wanita itu naik turun dengan cepat. Karena cemas, Naira sampai menggigit kuku jarinya. Sementara Mina sudah berangkat bekerja. Naira sendiri tidak bisa keluar kos. Dia malas menjawab tuduhan-tuduhan beberapa teman kos yang sudah membaca berita tentangnya. Pelakor. Teman makan teman. Naira merasa dadanya sesak mendengar ucapan-ucapan itu. “Angkat, Ren. Angkat ….” Naira menghembus keras napasnya, ketika Rendra masih juga belum menerima panggilannya. Naira yang putus asa, sudah akan menurunkan telepon ketika rungunya menangkap suara panggilan diterima. “Halo, Ren,” panggil Naira cepat bahkan sebelum orang yang dihubungi mengeluarkan suara sedikitpun. “Jadi kamu yang namanya Naira?” Di tempatnya, Naira mengedip beberapa kali. Bukan suara Rendra. Mend

