“Ren, apa kamu sudah putus sama perempuan itu?” “Namanya Naira.” Rendra menutup kembali pintu apartemennya. Pagi-pagi ayahnya datang, dan langsung menanyakan tentang hubungannya dengan Naira—bahkan sebelum kakinya masuk ke dalam apartemen. Rendra menghembus pelan napasnya. Pria itu mengayun langkah mengikuti sang ayah yang sudah terlebih dulu masuk ke dalam. Wilman mengedarkan mata, lalu melanjutkan langkah kakinya menuju meja dengan mesin kopi di atasnya. Rendra memperhatikan sang ayah yang sedang membuat kopi. “Duduklah. Kita ngobrol sambil ngopi,” kata Wilman setelah menoleh dan melihat sang putra masih berdiri menyandar di ambang pintu—seolah bersiap menunggu dirinya keluar dari tempat tersebut. Mengusirnya. Wilman menarik gelas yang sudah terisi penuh kopi hitam. “Arabica?” tanya

