Tama mengedarkan mata. Setelah berbicara dengan Dion, Tama merasa tidak tenang. Tama sudah berusaha membuang rasa bersalahnya pada Naira, tapi, perasaan itu terus saja muncul. Bahkan isi di dalam kepalanya dibayang-bayangi oleh wajah sedih perempuan itu. Alhasil, disinilah dia sekarang. Di minimarket tempat Naira bekerja. Padahal dia sudah menandai dan bersumpah tidak akan pernah menginjak kaki lagi di tempat ini. Tama menghembuskan napas pelan. “Ada yang bisa dibantu, Kak?” Seorang penjaga minimarket menghampiri Tama. Dia sudah memperhatikan dari awal pria itu masuk. Perhatian awalnya karena tampang badboy tapi lumayan ganteng. Setelah itu, dia curiga karena pria tersebut hanya memutari rak, lalu seperti orang yang sedang memperhatikan kondisi sekitar. Dia khawatir jika pria bertampang

