“Kenapa ke sini lagi?” “Maaf soal semalam. Aku nggak biasa mabuk, tapi semalam pikiranku—” “Jangan pernah minum lagi. Aku paling benci pemabuk. Sudah cukup dua pria dalam hidupku yang jadi pemabuk. Kamu jangan. Masa depanmu terlalu indah buat kamu hancurin sendiri, Ren.” “Aku tahu.” Rendra mengusap keningnya yang berkeringat. Naira mendesah melihat bulir keringat di kening Rendra, sesaat sebelum pria itu usap dengan tangannya. “Duduk. Jangan berharap di sini ada AC buatan. Adanya AC alami. Sayangnya, udara sekarang sudah nggak lagi bersahabat.” Naira berucap panjang lebar. Naira melangkah menuju bangku kayu panjang tak jauh dari kamar kos nya. Untung saja Mina sedang pulang ke rumah. Jika tidak, sahabatnya itu bisa-bisa mengusir Rendra. Rendra mengikuti Naira duduk di kursi panjang.