Aku kembali melongo. Ternyata begitu banyak saudara-saudaraku. Yang seibu ada dua yang seayah ada tiga. Hanya aku dan Prili yang seayah dan seibu. "Nah, setelah menikah dengan Bu Ita, apalagi setelah punya anak yang kedua, ayah semakin jarang pulang. Sebulan sekali pun belum tentu. Disitu lah mama mulai berani berontak dan meminta ceria." "Iya Ma, sabar ya," hiburku seraya makin mendekatkan tubuh Mama ke tubuhku. Patria pun bangkit lalu naik ke pangkuan mama. Pangeranku ini sudah pasti tidak mengerti mengapa wanita yang menyusuinya mengeluarkan air mata. "Mama minta cerai karena menurut mama, buat apa berstatus sebagai wanita bersuami tetapi sehari hari tak beda dengan seorang janda anak dua. Ayah tidak mau mengabulkan permintaan Mama, dengan alasan dia tidak pernah melalaikan kewajiba