bc

Gus Rasya, Istrimu Tertinggal di Lokalisasi

book_age18+
167
IKUTI
1K
BACA
escape while being pregnant
arrogant
heir/heiress
drama
bxg
like
intro-logo
Uraian

"Aku nggak pernah dendam meski kau tinggalkan aku di lorong gelap tanpa kata pamit. Sekarang aku kembali. Bukan untuk menagih cinta, tapi untuk masa depan putra kita."

Naila, seorang mantan wanita malam yang pernah diselamatkan Gus Rasya, seorang kyai muda ternama, datang ke pesantrennya dengan membawa seorang anak lelaki. Ilham, anak yang lahir tanpa pernah mengenal siapa ayahnya, kini ingin mondok di pesantren ayahnya sendiri.

Rasya tak pernah bisa melupakan Naila. Dia masih mencintai perempuan yang dulu pernah dia nikahi diam-diam, lalu dia tinggalkan karena perintah ayahnya, Abi Ali — seorang ulama disegani yang menolak menantu dengan masa lalu yang kelam.

Mampukah cinta menutup mulut orang-orang yang menolak cinta mereka? Atau justru membuka luka lama yang mungkin bisa membunuh hati mereka sekali lagi?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1
"Aku nggak pernah dendam meski kamu meninggalkan aku tanpa kata. Aku datang kemari, cuma ingin bilang, kalau putra kita ingin mondok di sini, sementara aku nggak punya uang untuk bayar SPP dan juga uang infaqnya." Naila menunduk. Suaranya lirih, hampir tenggelam di antara angin sore yang membawa bau melati dari serambi masjid pesantren. Jemarinya meremas ujung kerudung pudar yang baru beberapa tahun belakangan ini setia menutupi rambut pirangnya. Rambut yang dulu pernah menjadi kebanggaannya dalam menggoda lelaki, termasuk pria yang berdiri di hadapannya ini. Gus Rasya, begitulah orang-orang memanggilnya sekarang. Sorban putih bersih membelit lehernya, jubah krem sederhana jatuh rapi menutupi betis. Rasya menatap wanita itu. Wanita yang pernah ia jemput dari lorong gelap, ia bimbing ke jalan yang benar, ia cuci air matanya dengan ayat-ayat suci Al Quran. Tatapannya membelah jarak puluhan tahun yang seolah menumpuk di kerikil jalan setapak pesantren itu. Jantungnya bergetar hebat. Bahkan degupnya terdengar sampai ke pelipis, menyesakkan d**a. Ya Allah, dia masih sama seperti yang dulu … batinnya merintih. Wajahnya lebih tirus, matanya lelah, tapi di balik mata lelah itu ada rumah yang selalu Rasya rindukan dalam diamnya selama ini. Dia masih ingat bagaimana tangannya sendiri yang dulu memasangkan cincin di jari Naila di hadapan penghulu, di sebuah kontrakan kecil jauh dari pesantren ayahnya. Dia masih ingat detak jantungnya yang sama kencangnya dengan detak hari ini. Tapi dia juga ingat suara Abi Ali yang tajam seperti cambuk di lehernya. “Tinggalkan wanita itu, Rasya! Kamu itu anak kyai! Bagaimana kalau orang tahu kamu menikahi perempuan malam dari lokalisasi? Nama baik pondok ini akan hancur!” Dan Rasya, sebagai anak yang berbakti … mana sanggup dia melawan suara sang ayah yang selama ini menjadi jalannya ke surga? Mana sanggup dia menolak lelaki tua itu yang sudah bertahun-tahun memikul nama besar keluarganya? Maka dengan berat hati, Rasya meninggalkan Naila, dan membiarkan cintanya mati tanpa mau lagi peduli dengan yang namanya wanita. Namun, dia tidak pernah menyangka, jika pernikahan singkatnya dengan Naila ternyata meninggalkan benih di rahim wanita itu. Dan sekarang wanita itu berdiri lagi di depannya. Membawa anak mereka. Membawa semua yang pernah dia kubur diam-diam di sejadahnya. “Apa itu anakku, Nai?” Suara Rasya bergetar. Naila mendongakkan kepalanya, matanya basah tapi bibirnya tetap bergetar menahan tangis. Dia sudah menduga, Rasya akan menolak kehadiran putranya. Terbukti, lelaki itu tidak percaya jika Ilham adalah darah dagingnya. Pandangannya pun menoleh ke belakang, putra kebanggaannya, Ilham berdiri memegangi tas lusuhnya. Anak itu diam menatap Rasya yang wajahnya sangat mirip dengan dirinya. “Dia putramu, Rasya. Darah dagingmu. Tapi tenang saja, kedatanganku kesini, bukan untuk mengganggumu ataupun meminta kamu kembali bersamaku. Aku hanya ingin, Ilham mondok di sini, itu saja. Aku nggak mau dia hidup sepertiku. Aku nggak mau dia hina hanya karena ibunya adalah mantan wanita malam.” Jantung Rasya makin bergetar hebat. Tangan kanannya meraih kusen pintu, menahan gemetar yang nyaris membuat tubuhnya ambruk. Matanya berpindah ke Ilham, pipi anak itu merah, matanya berbinar takut-takut, tangannya menggenggam tali tas lusuh seolah itu pegangan hidupnya. “Kenapa kamu tidak pernah bilang kalau dia ada?” Rasya akhirnya bersuara, sesak menahan gejolak di d**a. “Apakah kamu sengaja ingin memisahkan ayah dari anaknya? Dan sekarang, kamu datang kemari membawanya hanya karena kamu tidak sanggup membiayainya?" Ilham yang berdiri di belakang Naila tiba-tiba menarik ujung jubah ayahnya. Bocah itu mendongak pelan, bibirnya bergetar. “Abi…” Suara kecilnya memecah jarak di antara mereka. Panggilan itu, satu kata sederhana. Namun bisa menumbangkan benteng pertahanan Rasya yang dia bangun selama ini. Segala amarah, gengsi, dan takutnya runtuh begitu saja. Dengan satu tarikan napas, Rasya meraih bahu Naila. Menariknya ke dalam pelukan. Mencium bau debu di kerudung lusuhnya. “Maafkan aku, Nai. Aku salah .… Aku salah waktu itu. Baliklah … Balik sama aku. Aku mau kau tetap di sini. Kita bangun lagi rumah tangga kita … tolong…” Lelaki itu pun mengurai pelukannya, kemudian mengambil kalung yang teragntung cincin di dalamnya. "Ini adalah cincin pernikahan kita, Nai. Aku ingin kamu memakainya kembali. Aku sengaja menyimpannya, karena aku tahu, suatu saat, kamu akan datang." Naila berdiri kaku di pelukan Rasya. Matanya terpejam rapat, menahan air mata yang tak kunjung jatuh. Sungguh, dia tak menyangka jika Rasya menerima kehadirannya dan Ilham. Perlahan, tangannya terangkat, seolah mau membalas pelukan Rasya. Tapi tangannya menggantung di udara, tak sampai menyentuh punggung lelaki itu karena dia sadar, siapa dia sebenarnya. “Rasya…” Suara Naila nyaris tak terdengar. “Aku ... aku ini tidak pantas untukmu? Aku pernah jadi perempuan yang hina, Rasya. Aku kotor. Kamu ini seorang kyai … semua orang memandang kamu mulia. Mereka semua akan menghinamu kalau tahu kamu memiliki istri seorang perempuan lokalisasi ….” Naila mengusap air matanya yang terus menetes. "Aku kesini bukan untuk mengajakmu kembali. Aku hanya ingin masa depan Ilham terjamin," lanjutnya dengan suara bergetar. Rasya melepaskan pelukannya sedikit, menatap mata Naila yang bersimbah air mata. Jemarinya mengusap pipi tirus itu. “Kau nggak hina, Nai … Kau nggak pernah hina di mataku. Dosa kita sama, doa kita juga sama. Hanya saja takdir kita berbeda. Kedatanganmu kemari, semua adalah kuasa Allah, karena dia lebih tahu, apa yang terbaik untuk kita. Dan itu dengan cara kamu rujuk sama aku. Kamu tinggal bersama Ilham di sini. Aku mau keluargaku utuh.” Naila menggeleng pelan. Tangannya meremas cincin yang Rasya sodorkan. “Tapi orang-orang nggak akan pernah lupa masa lalu aku, Rasya… Mereka akan terus menghina aku, anak-anak santri akan benci aku dan Ilham. Kamu pikir mereka mau hormat sama istri kyai yang pernah dijual di kelab malam?” Rasya menarik napas panjang. Tangannya menempel di pipi Naila, menahan wajah itu tetap menatapnya. “Kalau mereka membencimu, biar aku yang berdiri di depan. Kalau mereka menfitnahmu, biar aku yang membelamu. Kalau mereka mengusirmu, biar aku yang pergi bersama kamu. Aku cuma mau kamu kembali, Nai. Kembalilah. Demi Ilham … demi rumah tangga kita.”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
229.4K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
154.2K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
14.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
179.7K
bc

My Secret Little Wife

read
127.6K
bc

Ibu Susu Anak Dosen Duda

read
4.1K
bc

Diam-diam Suami Temanku Menyimpan Rasa

read
1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook