Chapter 7

2044 Kata
“Ya, ampun. Kenapa zaman sekarang ma-” Lagi, ucapan Caroline terhenti ketika tatapan matanya terkunci pada foto yang menjadi wallpaper ponsel Aleana. Pasalnya, wallpaper ponsel Aleana menggunakan foto pernikahannya dengan Lutfi. Foto yang akan selalu mengingatkannya tentang betapa bahagianya mereka waktu itu. Sementara itu, Caroline merasa cukup terkejut dengan foto tersebut. Ia tak menyangka kalau pria yang menjadi mangsanya adalah suami dari wanita yang baru saja ia temui. Melihat dari penampilannya Aleana hari ini semakin membuatnya percaya diri bahwa ia memang tidak salah pilih mangsa. “Carl?” panggil Aleana ketika melihat Caroline tiba-tiba terdiam. “Carl?” “Ah! Maaf, tiba-tiba saja aku teringat sesuatu,” ucap Caroline. “Teringat sesuatu?” tanya Aleana. “Ya. Sesuatu,” jawab Caroline seraya tersenyum penuh arti dan sukses membuat Aleana bingung. “Kalau begitu kau tunggu aku di sini. Aku mau bayar ini dulu,” pintanya kemudian langsung beranjak dari sana setelah mendapat anggukan dari Aleana. “Kenapa dia misterius sekali?” gumam Aleana menatap kepergian Caroline yang berjalan dengan melenggok-lenggokkan pinggulnya. Membuat Aleana menggeleng-gelengkan kepala kemudian lanjut melihat-lihat berbagai pakaian yang tergantung di sana. Sementara itu, Caroline yang telah berada di kasir menoleh kepada Aleana yang tengah sibuk melihat-lihat pakaian. Seketika senyum miring terpatri di wajahnya. Ia tak tahu kenapa takdir bisa selucu ini sampai mempertemukannya dengan istri dari pria yang akan menjadi mangsa empuknya. “Ini barang Anda, Nona,” ucap sang petugas kasir seraya memberikan sebuah paper bag dan kartu berwarna emas yang langsung diterima oleh Caroline. Tanpa menunggu lama, ia pun segera beranjak dari sana dan kembali menghampiri Aleana yang telah menunggunya dengan sebuah paper bag di tangannya. “Kau sudah selesai?” tanya Aleana. Caroline lantas mengangkat paper bag yang ia bawa sebagai jawaban. “Apa masih ada yang ingin kau beli?” tanyanya lagi. “Tidak ada,” jawab Caroline. “Ayo, pergi. Aku sangat lapar,” ajaknya seraya menggandeng lengan Aleana dengan akrab yang membuat Aleana sedikit terkesiap. “Kau belum makan siang?” tanya Aleana. “Sudah. Tapi, perutku lapar lagi,” jawab Caroline yang membuat Aleana terkekeh. “Kalau begitu, ayo,” ucap Aleana. Mereka berdua lalu beranjak dari sana menuju restoran yang masih berada di dalam mall tersebut. Mengambil tempat duduk yang berada tepat di tengah-tengah restoran. Tak berapa lama setelah mereka duduk, seorang pelayan mendatangi mereka dan menanyakan makanan yang ingin mereka pesan. Setelah memesan makanan, pelayan tersebut pun pamit dari sana. “Oh, ya. Alea,” sahut Caroline. “Berapa usiamu?” tanyanya. “Usiaku? Aku 27 tahun,” jawab Aleana. “Berarti lebih tua dariku. Aku masih 24 tahun,” ucap Caroline. “Berarti aku harus memanggilmu kakak,” lanjutnya yang membuat Aleana terkekeh. “Ya, ampun. Jangan memanggilku seperti itu. Kau membuatku terkesan sangat tua,” tolak Aleana yang mengundang tawa Caroline. “Kau benar,” ucap Caroline membenarkan. “Lalu, apa kau sudah menikah?” tanyanya yang membuat Aleana sempat terdiam. “Iya,” jawab Aleana. “Yah ... diusiamu yang sekarang, wajar kalau kau sudah menikah,” gurau Caroline. “Jangan mengejekku,” ucap Aleana yang disambut kekehan oleh Caroline. “Lalu, apa pekerjaan suamimu? Melihatmu datang sendirian ke sini, sepertinya suamimu sangat sibuk,” tanya Caroline yang kembali membuat Aleana terdiam sejenak kemudian tersenyum. “Ya, suamiku memang sangat sibuk akhir-akhir ini. Dia lebih mementingkan perusahaan dari istrinya,” ucap Aleana sedikit bergurau untuk mengurangi rasa sedih yang ia rasakan ketika mengingat Lutfi. “Perusahaan? Apa dia seorang manajer? Atau direktur?” “Bukan keduanya.” “Lalu?” “Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Aku takut kau akan menyebutku sombong.” “Ya, ampun. Kenapa kau berpikir jauh sekali? Siapa yang akan menyebutmu sombong? Kau ‘kan hanya akan mengatakan fakta. Jawab saja pertanyaanku,” bujuk Caroline. “Suamiku ... dia menjalankan perusahaan Ayah mertuaku,” ucap Aleana. “Menjalankan perusahaan Ayahnya? Berarti dia yang memiliki perusahaan itu?” tanya Caroline. “Tidak sepenuhnya. Walaupun Ayah mertuaku telah meninggal, tapi Ibu mertuaku juga memiliki beberapa saham di sana.” “Kenapa kau ini polos sekali? Walaupun Ibu mertuamu memiliki beberapa saham di sana, tapi yang sekarang menjalankan dan mengurus perusahaan itu adalah suamimu. Yang artinya, perusahaan itu telah diberikan pada suamimu dan secara otomatis telah menjadikan suamimu sebagai pemilik dari perusahaan itu.” “Hm ... Benarkah? Aku tidak tahu. Aku juga tidak terlalu mengerti tentang masalah yang seperti itu. Mau perusahaan itu milik suamiku atau bukan juga tidak masalah.” Sontak Caroline mendengus saat mendengar ucapan Aleana. Namun, ia tak terlalu mengambil pusing tentang hal itu. Ia tak peduli Aleana mengerti atau tidak. Itu sama sekali tak penting baginya. Karena tak lama lagi, ia yang akan menjadi nyonya dari perusahaan itu menggantikan Aleana. “Sudahlah. Aku tidak ingin membahasnya lagi. Kau hanya membuatku emosi,” ujar Caroline yang membuat Aleana terkekeh. “Kalau begitu, sudah berapa lama kalian menikah?” “Kami sudah menikah selama 7 tahun,” jawab Aleana. “7 tahun? Wow! Ternyata pernikahan kalian telah bertahan selama itu,” seru Caroline. “Kalian sudah menikah selama 7 tahun, lalu di mana anak kalian? Bukankah kalian harusnya sudah memiliki anak?” tanyanya yang lagi-lagi sukses membuat Aleana membisu. Dari wajahnya pun, semua orang bisa tahu kalau wanita itu tampak sedih saat ini. “Kenapa? Kalian belum memiliki anak, ya?” tanya Caroline tepat sasaran hingga membuat Aleana semakin sedih. Namun, sebisa mungkin ia tetap memberikan senyuman untuk Caroline. “Iya,” jawab Aleana. “Tidak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan. Bukan hanya kalian di dunia ini yang belum berhasil memiliki anak. Jadi, jangan sedih. Lagi pula, kalian masih memiliki cukup waktu,” ujar Caroline sembari menggenggam sebelah tangan Aleana yang berada di atas meja. “Terima kasih,” ucap Aleana seraya tersenyum tulus. ‘Benar. Jangan terlalu memikirkan masalah itu. Karena sebentar lagi, aku yang akan memberikan anak pada Lutfi. Hanya tinggal menunggu waktu sampai aku berhasil mendapatkan pria itu,’ batin Caroline dengan licik. ------- Untuk kesekian kalinya, Lutfi menolak panggilan yang masuk ke ponselnya. Panggilan yang berasal dari Gilang. Sahabatnya itu bersikeras memaksanya untuk pergi ke party yang teman pria itu adakan malam ini. Padahal ia telah menolaknya berkali-kali. Ia sendiri tak tahu kenapa Gilang bersikeras untuk memaksanya pergi. “Kenapa kau tidak menjawab teleponku?” tanya Gilang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerja Lutfi. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Lutfi balik. “Justru aku yang harusnya bertanya. Kenapa kau masih di sini?” balas Gilang. Pasalnya jam telah menunjukkan pukul 10 malam dan Lutfi masih setia dengan dokumen-dokumen di atas mejanya. “Seperti yang kau lihat. Aku bekerja. Lebih baik kau pergi,” ucap Lutfi acuh. “Sudah kubilang, ‘kan. Kalau kau tidak pergi dengan kakimu sendiri, aku yang akan menjemputmu. Kalau perlu, aku akan menyeretmu,” ujar Gilang. “Jangan memaksaku. Aku sedang tidak ingin pergi ke sana,” ucap Lutfi. “Justru ini saatnya kau pergi. Sudah berapa bulan kau seperti ini? Pergi pagi, pulang larut malam, kau bahkan sudah tidak pernah menyentuh istrimu, menceraikannya pun enggan. Dari pada kau terus seperti itu, lebih baik kau gunakan waktumu dengan baik. Lupakan masalahmu dan bersenang-senanglah,” tutur Gilang. “Pergilah,” pinta Lutfi. “Apa aku perlu menghubungi Aleana sekarang dan mengatakan kalau kau pingsan?” ancam Gilang seraya menggoyang-goyangkan ponselnya dengan senyum licik di wajahnya. Sontak, Lutfi menatap tajam pada sahabatnya itu. Sepertinya, Gilang memang tidak bisa membiarkannya sendiri untuk sejenak. Sampai akhirnya, Lutfi meletakkan pulpennya di atas meja dengan kesal kemudian beranjak dari kursi kebesarannya dan pergi dari sana meninggalkan Gilang yang kini tersenyum penuh kemenangan. Setelah berhasil memaksa Lutfi pergi ke club, tak lama kemudian keduanya telah tiba di tujuan mereka. Lebih tepatnya tujuan Gilang. Red Club. “Ayolah, jangan memasang wajah masam begitu. Sebentar lagi kita akan bersenang-senang,” ucap Gilang seraya merangkul pundak Lutfi masuk ke dalam Club. Sementara itu, Lutfi tetap tak peduli dan terus memasang wajah masam. Untuk kesekian kalinya, dentuman musik DJ yang sangat keras berhasil memekakan telinga Lutfi dan membuat pria itu sedikit tak nyaman. Walaupun ini bukan pertama kalinya ia masuk ke dalam club, tapi ia tetap tak terbiasa dengan suara musik yang terlalu keras. Tak hanya dentuman musik DJ yang menyambut kedua pria itu, tapi juga beberapa orang yang tengah menari dan tak berhenti memanggil Gilang dengan akrab hingga membuat Lutfi bosan. “GILANG!” teriak seorang pria seraya mengangkat sebelah tangannya ketika Lutfi dan Gilang telah melewati ratusan manusia yang menari di dance floor. Tanpa menunggu lama, Gilang langsung menyeretnya menuju sebuah meja yang telah diisi 3 orang pria dan 4 orang wanita berpakaian seksi, serta beberapa botol minuman yang berdiri tegak di atas meja. “Yo, Bro!” sapa Gilang pada ketiga pria tersebut. “Kenalkan, dia Lutfi, sahabatku,” ucap Gilang memperkenalkan. Ketiga pria tersebut lantas menyebut nama masing-masing. Sandi, Angga, dan Kevin. Setelah sesi perkenalan tersebut, Gilang dan Lutfi langsung duduk di sofa dan menuang minuman ke gelas kosong masing-masing. Dan dalam sekali teguk, Lutfi langsung menghabiskan minumannya hingga mendapat sorakan dari teman-teman Gilang. “Ternyata kau kuat minum juga,” ucap Kevin yang diabaikan oleh Lutfi. “Maklumi saja, dia sedang punya masalah,” sahut Gilang yang hanya diangguki oleh Kevin. Sementara itu, Lutfi tetap membisu di tempatnya seraya menatap gelasnya. Sesekali, ia akan menuang minuman jika gelasnya telah kosong dan langsung menghabisinya dalam satu kali teguk. Mengabaikan Gilang dan ketiga temannya yang saat ini tengah bercanda gurau dan menikmati sentuhan lembut dari wanita yang menemani mereka. Setelah hampir setengah jam Lutfi berada di sana, tiba-tiba saja seorang wanita menghampiri pria itu dan duduk di sampingnya. Seorang wanita berpakaian seksi hingga menonjolkan kemolekan tubuhnya. “Hai,” sapa wanita yang tak lain adalah Caroline dengan senyum menggodanya. Namun, Lutfi mengabaikan sapaan Caroline dan hanya fokus pada minumannya. “Biar aku yang tuang,” tawar Caroline seraya mengambil alih botol minuman dari tangan Lutfi. Tak melihat adanya penolakan dari pria itu, ia pun segera menuang minuman ke dalam gelas Lutfi yang telah kosong. Terus seperti itu berulang-ulang kali hingga membuat Lutfi menjadi setengah mabuk. Caroline yang menyadari hal itu pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu dan langsung merapatkan duduknya ke arah Lutfi sampai tubuh keduanya berhasil bersentuhan. Tak hanya itu, Caroline juga mengulurkan tangannya ke bahu Lutfi kemudian mengusapnya dengan sangat lembut. Dengan perlahan, Caroline semakin menempelkan tubuhnya pada Lutfi lalu membisikkan sesuatu pada pria itu dengan nada sensualnya. “Malam ini kau terlihat sangat tampan dan ... seksi.” Sontak, Lutfi yang telah mabuk menolehkan kepalanya pada Caroline yang tengah tersenyum padanya. Namun, tak berapa lama kemudian, Lutfi kembali mengalihkan tatapannya dari Caroline dan langsung meminum minumannya. Caroline pun tak menyerah dan terus membisikkan kalimat-kalimat e****s di telinga Lutfi. “Apa kau ... menginginkan anak?” bisik Caroline yang seketika membuat Lutfi menatapnya hingga membuat Caroline tersenyum miring. Ia lalu memegang dagu Lutfi kemudian mendekatkan wajahnya pada pria itu. “Kalau iya, aku bisa memberikannya padamu,” ucap Caroline seraya menatap bibir Lutfi. Selama beberapa saat, Lutfi dan Caroline hanya terdiam dalam posisi tersebut. Hingga Caroline semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Lutfi dan langsung melumat bibir pria itu. Lutfi yang mendapat ciuman dari Caroline pun tak memberikan tanda penolakan sedikit pun. Sebaliknya, ia justru membalas ciuman itu hingga membuat Caroline tersenyum di tengah ciuman mereka. Ciuman yang semakin lama semakin panas sampai keduanya berhasil dikuasai oleh hasrat yang membara. Dengan berani, Caroline pun pindah ke pangkuan Lutfi seraya memeluk leher pria itu tanpa melepaskan ciumannya. Tangan Lutfi pun tak tinggal diam. Perlahan, pria itu merangkul pinggul Caroline lalu meremas b****g Caroline kemudian membawa sebelah tangannya ke tengkuk wanita itu untuk memperdalam ciuman mereka. Sementara sebelah tangannya lagi berhasil menangkup p******a sintal Caroline yang terasa penuh di tangannya. Meremasnya dengan cukup kuat berkali-kali hingga desahan nikmat berhasil keluar dari bibir merah Caroline. Setelah ciuman mereka terlepas, bibir Lutfi turun ke leher jenjang Caroline. Menjilat, menghisap, dan menggigitnya sampai membuat Caroline tak berhenti mendesah nikmat dia atas pangkuan lutfi. Tak hanya itu, Caroline juga menggoyang-goyangkan pinggulnya hingga ia bisa merasakan milik Lutfi yang mengeras di bawah sana. Dan dengan sengaja semakin menekan tubuhnya ke bawah hingga membuat Lutfi mengeluarkan desahan beratnya. “Hei, kalian berdua! Carilah kamar! Jangan sampai kalian melakukannya di sini!” teriak Gilang seraya tersenyum miring menatap Caroline. ------- Love you guys~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN