Chapter 5

1869 Kata
Senyap. Gelap. Sendiri. Setelah menangis tersedu-sedu, kini yang Aleana lakukan hanya duduk di lantai sembari bersandar di dinding selama hampir 2 jam. Duduk meringkuk sembari memeluk kedua kakinya. Terlihat sangat menyedihkan. Pipinya memar, serta sudut bibir dengan darah yang mengering. Matanya yang menatap kosong pada lantai terasa bengkak setelah menangis tadi. Wajahnya pun terasa lengket akibat air mata yang memenuhi wajahnya. Meski begitu, pikiran Aleana masih dipenuhi oleh Lutfi. Ia sangat khawatir dengan suaminya. Ada di mana pria itu saat ini? Apa yang pria itu lakukan? Siapa yang menemaninya? Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan suaminya yang tengah menyetir dengan penuh emosi? Sudah beberapa jam berlalu dan suaminya masih juga belum pulang. Beberapa saat kemudian, Aleana akhirnya memutuskan untuk beranjak dari tempatnya. Namun, saat ia hendak berdiri, tiba-tiba saja ia merasakan keram di kedua kakinya hingga membuatnya kembali terjatuh di lantai. Ini adalah akibat dari ia yang duduk terlalu lama dengan kaki yang ditekuk. “Akh!” keluh Aleana. Ia lantas memijat-mijat kedua kakinya dengan pelan dengan sesekali mengeluh sakit sampai tak lama setelahnya, keram di kakinya telah sembuh. Merasa bahwa kedua kakinya telah bisa digerakkan, Aleana akhirnya berdiri dan beranjak dari sana dengan perlahan karena tubuhnya yang terasa sangat lemah. Tak lupa ia membawa beberapa paper bag yang ia bawa pulang tadi. Hasil dari jalan-jalannya bersama Liliana. Aleana melangkah gontai menuju kamarnya kemudian langsung membereskan isi dari paper bag yang berisi satu atasan untuknya dan empat potong kemeja juga kaos untuk Lutfi. Setelah membereskan belanjaannya, Aleana langsung membersihkan dirinya yang terasa lengket. Seusai mandi dan memakai baju tidurnya, Aleana segera mengecek ponselnya. Ia takut jika ada telepon atau pesan yang masuk dari Lutfi dan ia telah melewatkannya. Tapi nyatanya, tak ada satu pun telepon maupun pesan dari pria itu. Memang apa yang ia harapkan? Ia lantas melirik jam yang telah menunjukkan pukul 12.25 malam dan suaminya tak kunjung pulang. Karena cemas pada pria itu, ia pun menelepon Lutfi yang sayangnya tak kunjung dijawab oleh pria itu. Dan bukan hanya sekali, melainkan beberapa kali sampai membuat Aleana semakin khawatir. Ia pun memutuskan untuk mengirim pesan pada pria itu. *** To : Suamiku Tersayang Mas Lutfi di mana? Kenapa belum pulang? *** Setelah mengirim pesan tersebut, Aleana pun mengeringkan rambutnya yang masih basah. Sampai matanya menangkap memar di pipi dan luka di sudut bibirnya melalui pantulan cermin meja rias. Selama beberapa saat, ia hanya menatap luka tersebut sebelum memutuskan untuk mengabaikannya. Berpura-pura seolah tidak ada yang terjadi hari ini. Berpura-pura seolah semuanya baik-baik saja. Seusai mengeringkan rambut, Aleana kembali mengecek ponselnya untuk melihat jika ada pesan balasan dari Lutfi. Dan, zonk. Tak ada pesan balasan sama sekali dari pria itu membuat Aleana menghela napas panjang. Ia lalu melangkahkan kakinya meninggalkan kamar dan turun menuju ruang tamu untuk menunggu kepulangan sang suami. Seperti biasa. Berkali-kali Aleana mengecek ponselnya yang sama sekali tak mendapat telepon maupun pesan dari Lutfi. Pandangannya pun tak lepas dari pintu, berharap bahwa Lutfi akan segera membuka pintu itu. “Kenapa Mas Lutfi belum pulang juga?” gumam Aleana. Ia lalu melirik jam yang kini telah menunjukkan pukul 12.44. “Hoam~” Untuk kesekian kalinya, Aleana menguap seraya menutup mulutnya. Menahan matanya yang telah sangat berat agar tidak terpejam. Mencoba bertahan di tengah kantuk yang menyerangnya dengan ganas. Namun tak lama setelahnya, Aleana menyerah pada rasa kantuknya dan memutuskan untuk berbaring di sofa. Sampai lama-kelamaan matanya mulai terpejam dan masuk ke alam mimpi dengan ponsel yang ia genggam erat di tangannya. ------- Lutfi lantas melirik tangan Caroline yang berada di pundaknya. Setelahnya, tatapan Lutfi beralih pada Caroline yang tengah tersenyum di sampingnya. “Menjauh,” pinta Lutfi dingin. “Apa?” tanya Caroline dengan senyuman yang perlahan mulai luntur. “Menjauh dariku,” pinta Lutfi dingin. Selama beberapa saat, keduanya hanya saling menatap. Lutfi menatap Caroline dengan dingin, sementara wanita itu menatap Lutfi dengan tatapan kagum. Hingga tak lama setelahnya, Caroline akhirnya menarik tangannya dari pundak Lutfi yang membuat pria itu mengalihkan tatapan darinya dan beralih pada minumannya. ‘Pria yang sangat menarik,’ batin Caroline. “Ah! Maaf. Sepertinya aku membuatmu sedikit tidak nyaman,” ucap Caroline basa-basi yang diabaikan oleh Lutfi. “Oh, ya. Apa kamu hanya datang berdua dengan temanmu tadi?” tanyanya lagi yang tetap tak berhasil mendapat perhatian dari Lutfi. Namun begitu, Caroline masih tak menyerah dan tetap berusaha sampai Lutfi mau membuka mulut padanya. “Sepertinya suasana hatimu sedang tidak bagus,” tebaknya. “Kamu bisa menceritakan masalah yang sedang kamu alami padaku. Mungkin saja aku bisa membantumu,” tawarnya dengan suara selembut mungkin. Mencoba untuk membuat Lutfi nyaman padanya. “Benarkah?” tanya Lutfi seraya menatap Caroline setelah berdiam diri cukup lama. ‘Berhasil,’ batin Caroline merasa menang. “Tentu saja. Katakan saja padaku apa yang kau inginkan dan kau akan merasa lebih tenang,” ucap Caroline seraya tersenyum dan semakin merapatkan tubuhnya pada Lutfi. Mencoba menggoda pria itu melalui tubuhnya. “Apa pun?” “Apa pun. Kau hanya perlu mengatakannya,” jawab Caroline dengan tangan yang kembali mendarat di pundak Lutfi. Mengusapnya dengan penuh kelembutan dan sangat menggoda. “Kalau begitu menjauhlah dariku,” pinta Lutfi. “Apa?” “Menjauh dariku. Mendengar suaramu membuatku muak,” tukas Lutfi kemudian meminum minumannya membuat Caroline sedikit mengerutkan keningnya. Akan tetapi, ia menghiraukan ucapan Lutfi dan terus mengusap pundak pria itu. “Tenanglah. Aku hanya ingin membantumu,” bisik Caroline. “Jika aku pergi, kau akan semakin sedih.” “Lebih baik, lupakan semua masalah yang kau hadapi sejenak dan bermainlah denganku. Aku yakin, suasana hatimu pasti akan kembali bagus,” bujuknya. Sebelah tangannya yang lain lantas terulur ke d**a Lutfi. Mengusapnya sebentar dan mulai membuka kancing kemeja pria itu. Sampai Lutfi menahan lengannya dengan cukup erat. Ia lantas melayangkan tatapan tajamnya pada Caroline sebelum menghempas tangan wanita itu dengan kasar. Setelahnya, Lutfi meminum minumannya hingga tandas kemudian langsung beranjak dari sana. Meninggalkan Caroline yang masih menatap kepergiannya sampai menghilang di kerumunan para pengunjung lain. Seulas senyum miring lantas tersungging di bibir merah Caroline, “Menarik. Sangat menarik.” “Hei!” sapa Gilang yang kembali menghampiri Caroline. “Ke mana Lutfi?” “Dia sudah pulang,” jawab Caroline dengan tatapan penuh arti. “Apa? Pulang?” tanya Gilang yang diangguki oleh Caroline. “Dasar pria itu.” “Hei! Apa kau bisa duduk di sini sebentar?” tanya Caroline seraya menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Gilang lantas menaikkan sebelah alisnya mendengar permintaan Caroline. “Ada yang ingin kutanyakan padamu,” ucap Caroline seraya tersenyum menggoda pada Gilang. Jenis senyuman yang tak mungkin ia tolak. ------- Brak! Lutfi membuka pintu rumah dengan cukup keras hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Kemudian, kembali menutupnya dan menimbulkan suara yang tak kalah keras dari sebelumnya. Padahal ia tak terlalu mabuk malam ini. Tapi, kenapa reaksinya sampai seperti ini? Ia lalu melangkah dengan setengah gontai ke dalam rumah dan untuk kesekian kalinya, ia menemukan Aleana tertidur sambil meringkuk di atas sofa sembari menunggu kepulangannya. Wajah wanita itu terlihat sembab. Sangat jelas bahwa Aleana baru saja menangis. Yah ... Wajar jika wanita itu menangis setelah mendapat perlakuan kasar darinya. Mata Lutfi lantas terkunci pada memar di pipi dan luka di sudut bibir wanita itu. Seketika, tangannya terkepal erat menahan amarah yang tiba-tiba menyergap dirinya. Sampai rasa penyesalan yang tiba-tiba menyelimuti dirinya. Ia baru menyadari apa yang telah ia lakukan setelah melihat wanita yang tengah terbaring lemah di atas sofa di hadapannya. Namun anehnya, seberapa besar pun kesalahan yang ia lakukan pada Aleana, wanita itu terus saja mendekat padanya. Tak peduli seberapa banyak luka yang ia torehkan di hatinya, Aleana akan tetap memaafkan apa yang ia lakukan. Dan dengan bodohnya, Aleana masih rela menunggunya yang pulang larut malam seperti ini. Sendirian meringkuk di sofa dan diserang hawa dingin. Ia tak tahu lagi kenapa wanita di hadapannya ini selalu memperlakukannya dengan sangat baik sampai seperti ini. Mungkin inilah penyebab yang membuatnya memperlakukan Aleana dengan buruk. Wanita itu terlalu dan akan selalu memperlakukannya dengan baik. Sementara dirinya? Yang ia berikan hanyalah caci maki dan hinaan. Betapa tak tahu dirinya ia. “Sial!” maki Lutfi. Hingga tanpa aba-aba, air matanya lolos begitu saja dari matanya. Namun, ia segera menyeka air mata di pipinya ketika melihat ada pergerakan kecil dari Aleana. Sampai tak lama kemudian, Aleana membuka matanya dengan perlahan dan menemukan suami yang ia tunggu telah pulang. Dengan perlahan, Aleana pun mengubah posisinya menjadi duduk. “Mas Lutfi sudah pulang?” tanya Aleana dengan suara seraknya seraya tersenyum. “Kenapa kau tidur di sini?” tanya Lutfi dingin. “Alea menunggu Mas Lutfi pulang. Mas juga tidak menjawab telepon dan membalas pesan Alea. Alea takut kalau terjadi sesuatu sama Mas,” jawab Aleana membuat Lutfi terdiam sejenak. “Mulai besok jangan menungguku pulang lagi,” pinta Lutfi kemudian beranjak menuju kamar hingga membuat Aleana bingung. Biasanya, Lutfi akan langsung berteriak dan memakinya ketika pria itu pulang. Walaupun nada bicaranya tetap dingin dan ketus seperti biasa. Ia bahkan bisa mencium aroma alkohol dari Lutfi seperti biasanya. Tapi, kenapa malam ini pria itu bersikap sedikit berbeda? Seketika, seulas senyum menghiasi wajah Aleana. Apakah ini pertanda bahwa hubungan mereka akan kembali seperti dulu lagi? Apa Lutfi akan bersikap manis padanya lagi? Apa Lutfi akan menatapnya penuh cinta lagi? Apa Lutfi akan menyentuh dengan hangat lagi? Apa mereka benar-benar akan kembali seperti dulu lagi? Kehidupan rumah tangga yang penuh cinta dan kasih sayang. Kehidupan rumah yang sangat penuh tawa dan kehangatan. Kehidupan rumah tangga yang dipenuhi oleh hal-hal manis yang sangat Aleana rindukan. Wajah Aleana sontak memerah dengan jantung yang berdegup kencang dengan hanya membayangkan hal itu. Ia tahu kalau saat ini ia hanya tengah memberi harapan pada dirinya sendiri. Ia pun tak ingin berharap banyak. Tapi, jika perkiraannya memang benar, tentu saja ia akan merasa sangat bahagia. Akhirnya, semua permohonannya selama ini akan segera terkabul. Ia tak bisa membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi. Ia bahkan sampai menutup mulutnya karena tak bisa menahan perasaan bahagia yang ia rasakan saat ini. Tak lama setelahnya, Aleana memutuskan untuk beranjak dari sana dan menyusul Lutfi yang kini telah berada di kamar dengan perasaan berbunga-bunga. ------- Caroline beranjak turun dari tempat tidur tubuh polosnya, kemudian segera memakai pakaiannya yang tergelatak di lantai. Seusai memakai pakaiannya, ia lantas mengemasi barang-barangnya yang juga tergelatak di lantai. Sesaat, matanya melirik jam yang telah menunjukkan pukul 04.46 subuh. Setelahnya, Caroline melangkah keluar dari kamar hotel tersebut. Namun, sebelum benar-benar keluar dari sana, ia kembali berbalik dan melihat pria yang baru saja menghabiskan malam dengannya masih tertidur pulas dengan tubuh polos yang terbalut selimut. Seulas senyum miring lantas terukir di wajahnya dan langsung pergi dari sana. Di sepanjang langkahnya untuk keluar dari hotel tersebut, Caroline terlebih dahulu memesan taksi yang kini telah menunggunya di depan lobi. Begitu melihat taksi tersebut, ia pun segera masuk ke dalam. Tak lama setelahnya, mobil yang ia tumpangi langsung melaju meninggalkan pelataran hotel tersebut. Di dalam perjalanan pulangnya, tak sekali pun senyum miring di bibir Caroline luntur. Ia tak bisa berhenti memikirkan pria yang ia temui semalam. Pria pertama yang berani menolak pesona dan kemolekan tubuhnya. Ia pun telah memutuskan untuk menjadikan pria itu sebagai targetnya. Dan ia tak akan pernah melepaskan pria yang telah menjadi targetnya lepas begitu saja sampai ia mendapatkannya dan pria itu benar-benar berada dalam genggaman tangannya. ------- Love you guys~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN