Part 5: Ketemu Gebetan

1232 Kata
Ceye yang tersungkur naas di lantai seketika menjerit kesakitan karna kakinya tertekuk kasar. Ana langsung tersadar, baru ingat kalau ada makhluk lain di sisinya. "Eh aduh! Maaf banget Pak!" Ana berjongkok cepat, mencoba membantu Ceye mengambil posisi berdiri. Seperti dugaan, Bosnya ini langsung melotot lebar-lebar. Bahkan rahangnya sudah mengeras membuat Ana jadi menciut ketakutan. "Ana." Wildan tau-tau sudah ada didepan mereka, pemuda berjas putih dengan potongan rambut undercut ini menatap kaget Ana. Dengan kilatan campur penasaran kearah Ceye. "Ini siapa?" Ceye yang melihat pemuda didepannya seketika berdiri tegak, sedikit membusungkan d**a. Tidak lupa memasang wajah ter keren ala dia. Kegantengan nya tak boleh tersaingi! "I-ini Bos aku Mas, kenalin namanya Pak Ceye." Ana agak mendelik saat melihat Ceye belagak cool disebelahnya, belum lagi sok-sokan ngusap jambulnya keatas. Plis deh, kalo mau buang muka jangan ajak-ajak dirinya. "Kenalkan saya Wildan, teman Ana." Wildan mengulurkan tangan sopan dengan eye smile andalannya, pemuda berkulit coklat bersih ini memiliki perawakan yang cukup mumpuni. Ceye berdehem sekali, membalas uluran tangan Wildan dengan gagah. Harus kelihatan gantle pokoknya. "Saya Ceye, Bos Ana." Wildan lumayan kaget, persepsinya tentang Bos Ana selama ini langsung terbantahkan. Ternyata Bos Ana adalah lelaki yang sangat tampan dan keren, bahkan kalau dilihat umurnya lebih muda ketimbang dirinya. "Oh, kenapa kalian ada disini? Apa ada yang sakit?" "Pak Ceye kakinya keseleo Mas, jadi aku anterin ke rumah sakit." Wildan jadi mengerut samar, memperhatikan lamat-lamat keduanya. "Kamu hari minggu tetap masuk kerja, Na?" "EH?!" Ana terlonjak, baru menyadari tentang hal ini. Dengan gugup Ana langsung melirik Ceye, seolah minta pertanggungjawaban. Ceye yang melihat Ana mengerling-ngerling kearahnya pun mengangkat alis. "Mata kamu belekan, ya?" Ceplosnya salah tangkap. Ana spontan mendelik, apalagi saat Wildan ikut memperhatikan wajahnya. Plis deh, ini citra Putri Solo nya bisa hancur! "K-kayaknya aku dan Pak Ceye harus segera balik Mas, masih banyak kerjaan soalnya." "Kerjaan ap-- ADUH!" Wildan tersentak kaget saat mendengar Ceye yang tiba-tiba memekik kesakitan, melihat kondisi yang makin diluar perhitungan Ana buru-buru menarik lengan Ceye. Takut kalau tanduk Ceye muncul disini. "Mas Wildan, aku pamit dulu ya. Dadah!!" Tanpa menunggu respon dari lawannya Ana langsung memapah Ceye, kali ini bahkan sambil tergopoh-gopoh tak mengindahkan segala umpatan Ceye yang dilemparkan padanya. Wildan masih mematung di posisinya, tangannya yang hendak melambai langsung terjatuh begitu saja. Wildan menghela napas, sebelum akhirnya melangkah pergi sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku jas dokternya. *** "Itu tadi siapa? Gebetan kamu?" Ana yang sedang memapah Ceye berhenti, menatap sengit Ceye yang tengah cengar-cengir kearahnya. "Bukan urusan Bapak!" Ketusnya mengelak, kembali melanjutkan langkah. "Wajahnya lumayan sih, tapi masih oke wajah saya lah!" Simpul Ceye masih menyerocos sambil sesekali mengusap jambul rambutnya. Ana sudah bergidik merinding, ingin mengeluarkan semua isi perutnya saat ini juga. "Bapak kok bisa sih jadi orang pede banget?" Tanya Ana sangat geli. Ceye menatap wajah Ana dari samping, bisa melihat wajah sengsara gadis itu yang sedang kepayahan membantunya. "Pede? Saya bukannya pede." "Trus apa dong Pak, geer?" Ceplos Ana masih senewen. "Saya itu bicara FAKTA." Ucap Ceye menekan kata akhir. "Coba sekarang kamu lihat saya baik-baik!" Perintahnya yang sontak membuat Ana menghentikan jalannya dan memperhatikan Ceye lamat-lamat. Rambut putih berjambul, kulit putih bersih, mata belo, hidung bangir, bibir tipis, bahu lebar, tinggi badan diatas rata-rata manusia normal, dan yang paling gak ketinggalan tubuh proporsional yang begitu indah. "Gimana-gimana? Saya ganteng gak?" Tanya Ceye tak sabaran. Ana meneguk ludah pelan, 'lah kok nih orang mendadak jadi ganteng gini ya?!' "Gak tuh, biasa aja." Dusta Ana cuek memalingkan muka. Ceye langsung merengut, Ana adalah cewek satu-satunya yang mengatakan kalau dirinya biasa aja. Coba garis bawahi BIASA SAJA! "Emang apa sih bagusnya si Wildan-wildan itu?!" Ana yang kembali memapah Ceye diam-diam menghela napas pelan. Bagusnya Wildan? "Semuanya." Ceye mengerut, "trus jeleknya saya?" Ana jadi melirik sinis. "Semuanya." Ceye tersedak air liurnya sendiri, jadi kalo dibandingin Wildan dirinya kalah telak gitu?! "Kurang ajar juga ya mulut kamu." Ana melengos, melanjutkan jalannya yang sejak tadi terganggu. "Bapak nanya, saya jawab. Salahnya dimana?!" Dengus Ana sudah mulai enek meladeni omongan tak berguna Ceye. Ceye hanya mengetatkan bibirnya, langsung diam membuat keheningan sempat melanda beberapa saat. "Saya tebak kamu pasti sudah lama suka sama pemuda tadi, tapi dia tidak pernah menotice kamu sama sekali, kan." Tebak Ceye tiba-tiba memanah tepat. Ana tertohok, serasa ditembak telak. "Bapak jangan sotoy deh!" "Dih, kalo saya salah ya santai dong. Gak usah ngegas." Cibir Ceye. Ana melirik enek, sudah muak setengah modar ngeladeni ucapan atasannya. Ceye yang merasa diabaikan pun mendengus, merasa tak ada harga diri didepan bawahannya sendiri. "Kamu tau gak sih kenapa kamu gak pernah dinocite sama tuh orang selama ini." Ucap Ceye begitu mereka sudah duduk anteng di dalam mobil. Ana yang hendak menjalankan mobil langsung menoleh reflek, mengerjap serius ingin tau. "Emangnya kenapa, Pak?" Ceye tersenyum skeptis, menyondongkan tubuh kearah Ana. "Soalnya kamu jeeleek.." Bangsat sekali nih orang! Apalagi Ceye ngucapinnya sambil cengengesan kayak orang gak ada dosa. Ana mengepalkan tangannya, menantang balik tak merasa ciut. "Bapak mau balik ke rumah sakit atau langsung ke pemakaman?" Ana sih ngucapinnya santai, tapi entah kenapa bulu kuduk Ceye langsung berdiri. Berasa ada aura mematikan yang tak main-main dari gadis ini. "Berani kamu nantang saya!" Ceye dengan bibir gemetar sok-sokan membusungkan d**a menantang. Tak lupa mengacungkan jari ke jidat Ana. Ana kembang-kempis, dengan gerakan cepat langsung menginjak kaki keseleo Ceye. "UAAAAAARGHH!!" Ceye menjerit kesetanan, menggeliat-geliat kayak cacing kepanasan. Ana menatap devil Ceye, gadis ini seolah menjelma menjadi malaikat pencabut nyawa. "Ini belum seberapa, rasain lagi!" Lalu Ana kembali menyerang Ceye, tapi kali ini dirinya menendang kaki bengkak Ceye. Ceye makin blingsutan, bahkan sudah hampir menangis kejer-kejer. Melihat gadis didepannya yang sepertinya masih belum selesai menyiksanya, Ceye spontan memeluk erat-erat tubuh Ana. Sekujur tubuh Ceye bahkan sudah gemetaran dan panas dingin. "Udah-udah saya nyerah, kamu menang!" Ucap Ceye dengan keringat mengucur deras. Ana bernapas besar-besar, seperti akan meledak. "Lepasin saya, Bapak tuh selama ini udah keterlaluan sama saya. Bapak kira sa-saya hiks.. hiks.. cewek apaan Pak!" Ceye terlonjak kaget saat mendengar isak tangis Ana, kenapa Ana mendadak jadi sensitif seperti ini. Apakah cewek-cewek akan nangis kalau dikatai jelek? 'Tapi kan emang jelek!' Batin Ceye masih tak tau diri. "L-loh Ana kamu kok nangis sih, kamu gak jadi jelek deh. Sudah-sudah sekarang kamu cantik, buangued!" Sambil menjauhkan diri dan mengacungkan dua jempol tangannya. Ana terisak-isak, tanpa malu mengelap ingus ke dasi panjang milik Ceye membuat pemuda itu terperangah tak percaya. "B-bapak tuh jahat, jelek, tua, gendut, pokoknya saya gak terima kalo Bapak ganteng tapi saya jelek, HUWAA..!!" Tangis Ana makin melengking, membuat Ceye dengan panik membekap mulut Ana dan memepetnya ke jendela mobil. Ana masih belum puas, dia menggigit tangan Ceye membuat pemuda itu menjauh sambil mengaduh ngilu. Ana mengelap kasar wajahnya. "Sa-saya hiks.. tuh udah lama suka sama Mas Wildan, hiks.. tapi kenapa Mas Wildan gak suka sama saya. KENAPA PAK?!" "Ya mana saya tau!" "Saya kur-ang apa Pak?!" Ana mencekram kerah kemeja Ceye kesetanan, sepertinya Ana sudah lupa akan statusnya. "K-kamu kurang cantik, sexy, dan tinggi mungkin." Jawab Ceye takut-takut. Karna cewek-cewek miliknya saja lebih bohay ketimbang Ana. Ana terdiam, membuat Ceye ikut terdiam. Sesaat sebelum tangisan Ana makin melengking hebat, tak lupa mengguncang-guncang tubuh Ceye membuat pemuda itu meringis tatkala pergelangan kakinya tersenggol. "HUWAAA MASA AKU BENERAN JELEK!!!!" Ceklek. Hening. Ana menatap kebelakang punggung Ceye, Ceye memutar badan menghadap pintu penumpang yang baru saja terbuka. "Mbak dan Mas silakan ikut kami ke kantor polisi atas tuduhan tindakan m***m dalam mobil." Ana melongo cengo. "Nani......????"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN