Cahaya lampu putih di langit-langit menyinari wajah pucat Keisya yang terbaring lemah di atas ranjang. Selang infus menempel di tangan mungilnya dan monitor detak jantung terus berdetak pelan, tapi stabil. Di sisi ranjang, Aura duduk dengan tenang, meski di balik ketenangan itu jantungnya terus berdegup kencang. Perlahan, kelopak mata Keisya bergerak, lalu terbuka. "Sayang, apa kamu bisa dengar suara bunda?" tanya Aura seraya memeluk tubuh mungil putrinya, tidak erat, dan sangat perlahan agar tidak membuat tubuh Keisya yang baru pulih kesakitan. Aura benar-benar merasa lega begitu dokter manyampaikan bahwa Keisya sudah siuman dan ia diizinkan untuk masuk, berbincang dengan putrinya yang mulai sadar, walau belum sepenuhnya, dan dokter meminta Aura untuk mengajak Keisya berinteraksi. Ana