Malam itu terasa begitu panjang bagi Firdaus, ia tidak bisa tidur walau lelah menyelimuti hati, dan pikirannya. Semakin malam hujan turun kian deras, memukul kaca jendela ruang kerja dengan suara lirih yang berulang, seperti mengingatkannya pada setiap kata yang keluar dari bibir Aura tadi. Kata-kata yang lembut tapi tajam, dan kini menancap di dadanya seperti duri. "Setelah aku melahirkan nanti, ceraikan aku ya, Mas." Kalimat itu berputar di kepalanya tanpa jeda. Ia tak tahu harus bagaimana. Semua yang selama ini ia pikir masih bisa diperbaiki, ternyata sudah hancur tanpa sadar. Firdaus duduk sendirian di ruang kerja. Di depannya sebuah figura berisi foto pernikahan mereka terpajang, foto yang dulu selalu membuatnya tersenyum, kini terasa seperti ironi. Di foto itu Aura tersenyum bah

