Bab 3. Bertemu Kembali

1088 Kata
10 tahun kemudian, di sebuah perusahaan makanan terbesar dan ternama di Indonesia gosip-gosip mulai terdengar. Hampir semua karyawan heboh membicarakan soal presiden direktur baru yang akan menjabat mulai hari ini menggantikan kakeknya. Semua orang hampir penasaran dengan sosoknya karena pria itu sangat misterius dan tidak ada informasi apa pun tentang dirinya di Internet, sangat berbeda dengan cucu-cucu keluarga Salim yang lain karena mereka semua eksis di media dan wajah mereka sering wara-wiri di cover majalah bisnis. Di ruangan aula yang luas dan megah, tampak semua kursi sudah terisi penuh oleh para karyawan yang tidak sabar untuk menyaksikan momen perkenalan presiden direktur mereka yang baru. Para karyawan wanita tampak antusias karena gosip yang beredar mengatakan bahwa cucu tertua di keluarga Salim masih single alias belum menikah seperti cucu-cucu yang lainnya. "Selamat pagi semuanya. Saya Victor Pradana, kepala sekretaris presiden direktur. Saya di sini ingin menyapa semuanya atas permintaan presdir yang berhalangan hadir karena ada hal penting lainnya. Terima kasih kepada semua karyawan yang sudah menyempatkan waktunya untuk hadir di sini, semoga presdir bisa segera menyapa kalian untuk membahas soal pekerjaan di lain waktu, besar harapannya perusahaan semakin sukses dipimpin oleh presdir bersama kita semua. Sekian dan terima kasih." Selesai memberikan sambutan yang benar-benar singkat padat dan jelas, Victor segera menggeser tubuhnya untuk menjauhi podium, lalu ia membungkuk dengan sopan sembari mengulas senyuman. Semua orang hampir mengira jika yang bicara barusan adalah presiden direktur yang baru karena sosoknya begitu sempurna dan sangat tampan. Mereka semakin yakin bahwa presiden direktur jauh lebih tampan jika sekretarisnya saja bak aktor korea di drama-drama. Hampir semua karyawan memberikan tepuk tangan yang meriah dan bersorak gembira begitu Victor melangkah pergi meninggalkan panggung. Tak terkecuali dengan Aura Xandra yang duduk di tengah-tengah aula bersama tim humas lainnya. "Yah, sayang banget ya presdir baru kita nggak datang, malah diwakilin sama sekretarisnya." "Tapi sekretarisnya ganteng juga ya." "Jadi nggak bisa bayangin deh presdir kita seganteng apa. Ah, nggak sabar pengen lihat sosoknya!" Begitulah percakapan tim humas yang Aura dengar dari tempat duduknya. Mereka semua tampak kecewa karena presiden direktur yang baru berhalangan hadir dan malah diwakili oleh sekretarisnya di acara perkenalan pagi itu. Padahal acara pagi itu sangat dinantikan oleh banyak karyawan sejak mendengar desas-desus bahwa cucu dari presiden direktur yang lama akan menggantikan posisi kakeknya. "Kita keluar yuk!" ajak Aura, ia bingung apa yang harus dilakukan karena acara berakhir begitu cepat. "Ih, Ra, ngapain sih buru-buru banget?" protes Winda, salah satu rekan kerja Aura yang terlihat masih betah di tempat duduknya. "Terus mau ngapain di sini? Mau bolos? Aku sih mau balik kerja karena siang nanti harus nemenin direktur ketemu pimpinan toserba. Aku duluan ya kalau kalian masih mau di sini." Aura memilih untuk pamit pergi lebih dulu karena masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum siang nanti pergi mendatangi salah satu toserba yang bekerja sama dengan perusahaan tempat ia bekerja sebagai tim humas. "Kamu nggak penasaran, Ra, sama presiden direktur kita yang baru?" "Ngapain penasaran, dia aja nggak datang." "Ya siapa tau dia tiba-tiba datang ke sini. Mungkin!" ucap Winda yang seakan berharap. "Iya betul banget, bisa jadi dia lagi OTW ke sini, tapi telat!" sahut Jenny, teman karib Winda soal mencari jodoh. "Jangan mengharap yang nggak pasti deh, Win, Jen! Percaya sama aku, dia nggak akan datang. Sudah ah, aku duluan ya!" jawab Aura yang kemudian melenggang pergi. "Ih, nggak asik banget deh kamu, Ra! Aku sumpahin kamu berjodoh sama presdir!" celetuk Winda yang membuat Aura berhenti melangkah dan menoleh pada wanita yang menyumpahinya. "Maksud kamu Pak Baskara?" tanya Aura yang terlihat kesal dan mendengus kasar. "Bukanlah, Pak Baskara kan sudah pensiun, dan digantiin sama cucunya. Memangnya kamu nggak dengar apa yang dibilang pembawa acara tadi, kalau cucu Pak Baskara sudah dilantik di RUPS?" Aura nyengir, ia jadi ketahuan deh kalau tidak memperhatikan saat pembukaan acara berlangsung. "Sepertinya aku kurang fokus, maaf ya!" sahut Aura yang kemudian melanjutkan langkahnya untuk bergegas pergi meninggalkan ruangan aula dan mulai bekerja. Setelah keluar dari aula dan melintasi lobi menuju lift yang akan mengantar Aura ke ruang kerja yang berada di lantai 17, tiba-tiba wanita itu dikejutkan saat melihat kedatangan seorang pria tampan dan berperawakan tinggi melangkah memasuki lobi dengan dikawal ketat oleh tim keamanan. "Firdaus? Kenapa dia ada di sini?" Seketika lidah Aura terasa kelu. Jantungnya berdetak kencang tak beraturan dan tiba-tiba dadanya terasa sesak. Aura menghentikan langkahnya sejak melihat sosok Firdaus memasuki lobi, bahkan perlahan-lahan ia mundur agar keberadaannya tidak terlihat oleh pria itu. Namun siapa sangka, Firdaus menoleh ke arah Aura sekilas, sorot matanya tampak dingin dan tajam saat menatapnya. Seketika bayangan kelam pada malam 10 tahun lalu kembali berkelebat dalam ingatan Aura. Malam di mana Firdaus datang ke rumah bordil untuk membookingnya, merenggut paksa kesucian Aura, dan itu adalah penyebab ia memilih untuk mengakhiri hidup. Namun, siapa sangka takdir berkata lain karena saat Aura membuka mata ternyata ia masih hidup, dan entah bagaimana bisa ia malah berada di rumah sakit. Kesempatan itulah yang Aura manfaatkan untuk melarikan diri dari Alina agar tidak pernah kembali ke rumah bordil yang sudah menghancurkan hidupnya. Aura memejamkan mata, bulir-bulir keringat mulai membasahi dahi, dan ia menekan dadanya kuat-kuat untuk meredakan rasa sakit yang tiba-tiba datang menyapa begitu ia kembali dipertemukan dengan cinta pertamanya di masa lalu setelah 10 tahun berlalu. "Ya Tuhan, semoga dia nggak mengenaliku. Aku nggak tau ada keperluan apa dia di sini, entah dia datang untuk bertemu pimpinan, atau jangan-jangan dia bagian dari perusahaan ini? Nggak! Aku baru pertama kali lihat dia datang ke sini setelah tiga tahun kerja di perusahaan ini, seharusnya dia datang sebagai klien. Ya Tuhan, kenapa aku harus bertemu lagi sama dia?" batin Aura dengan napas yang terengah-engah, lalu ia membuka mata perlahan-lahan, beruntung sosok Firdaus sudah tidak ada di sekitar sana, dan pergi menghilang dari pandangan Aura. Akhirnya wanita itu bisa menghela napas lega walau tubuhnya masih terasa lemas tiba-tiba. Entah apa alasannya, tubuhnya gemetar hebat karena bertemu kembali dengan mantannya. Sang mantan yang sampai detik ini masih ada di hati dan di pikirannya. Bukannya Aura tidak mau melupakan sosok Firdaus, ia sudah berusaha keras, dan berjuang mati-matian, tapi hasilnya nihil. "Kenapa aku harus gugup?" gumam Aura bertanya pada diri sendiri, berusaha mengatur napasnya, dan mendongak untuk mencegah bulir-bulir bening jatuh dari sudut matanya. Ya, entah bagaimana bisa matanya tiba-tiba berair dan ia tidak ingin menangis hanya karena secara tak sengaja bertemu dengan Firdaus. Untuk mengurai perasaan gugupnya, Aura pun kembali melanjutkan langkahnya, kali ini agak tergesa agar bisa secepatnya sampai di ruang kerja. "Semoga aku nggak ketemu lagi sama dia!" batin Aura yang sorot matanya menampilkan ketakutan dan kegelisahan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN