Setelah negosiasi yang cukup alot dengan Arsen, akhirnya pria itu tetap kekeh melarang Freya kembali bekerja. Alasannya adalah karena wanita itu sedang hamil dan Arsen tidak ingin jika rutinitas dan pekerjaan yang dilakukan Freya bisa mempengaruhi kandungannya.
"Mas, coba pikirkan lagi! Kalau terus-terusan di rumah, aku bisa bosan, Mas." Dari saat menaiki anak tangga sampai tiba di depan kamar Arsen, Freya terus merengek tanpa kenal lelah.
"Kalau untuk masalah ini tidak ada negosiasi, Freya. Kamu enggak boleh kerja! Lagi pula kalau kamu bosan, ya kamu bisa jalan-jalan ke mal untuk sekadar makan siang atau belanja apa pun yang kamu suka. Jadi, enggak perlu kamu keluar rumah hanya untuk bekerja!"
"Tapi, Mas, buat ngelakuin semua yang kamu bilang itu harus pakai uang, sementara tabunganku udah habis untuk biaya pernikahan kemarin. Aku tuh benar-benar ngerasa dibodohi sama Elmer. Dia bilang segala biaya pernikahan akan dia ganti setelah kami menikah, tapi nyatanya, dia malah kabur tanpa ada kabar sama sekali."
Mendengar perkataan Freya, kedua alis Arsen saling bertaut dalam. Pria itu menatap heran penuh tanda tanya. "Kamu yakin? Apa Elmer tidak memberikan biaya pernikahan sepersen pun sama kamu?"
"Enggak, Mas. Beneran aku enggak bohong."
Arsen seperti terkejut saat mendengar jawaban Freya. Pria itu pun kembali melangkah masuk ke kamarnya. Kamar yang mulai hari ini akan ditempati oleh Freya juga sebagai istrinya.
"Mas, gimana? Masa kamu enggak mau ngizinin aku? Aku janji akan menjaga kandunganku ini baik-baik, walau aku bekerja." Tangan Freya menyentuh pundak Arsen. Menghentikan langkah pria itu yang langsung berbalik menghadapnya.
"Sudah berapa kali saya bilang, Freya. Sekali enggak tetap enggak." Arsen terlihat mengambil dompet yang ada di saku celana bagian belakang. Membuka dompet itu, lalu mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam dan menyodorkannya pada Freya.
"Ambil ini! Ini kartu kredit saya. Kamu bebas menggunakan ini untuk beli apa saja yang kamu mau. Kamu enggak usah lagi punya keinginan untuk tetap bekerja hanya demi mendapatkan uang karena semua kebutuhan hidup kamu, saya yang akan menanggung semuanya. Kamu paham!"
Freya mengambil kartu itu sambil terus melihat Arsen yang kemudian berlalu pergi darinya.
"Dasar, om-om! Pikirannya tuh kolot banget deh. Masa orang hamil enggak boleh kerja." Freya hanya bisa menggerutu. Sejenak melihat kembali kartu yang kini ada di tangannya. "Dulu saat aku masih kerja, aku iri banget lihat temanku dikasih kartu ini sama pacarnya. Sekarang, kenapa aku ngerasa enggak bahagia ya? Mungkin ... karena dia bukan pria yang aku cintai." Freya hanya bisa menggelengkan kepala. Lalu, ia kembali melangkah sambil menarik koper miliknya yang tadi Arsen tinggalkan di depan pintu kamar.
***
Malam hari pun tiba. Setelah selesai memindahkan semua pakaian dari dalam koper ke sebuah lemari besar yang ada di kamar Arsen, Freya tampak membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Sejak masuk kamar, Freya langsung terkesan dengan kamar yang saat ini menjadi kamarnya juga. Ya, walau Freya tahu itu hanya sementara karena pernikahannya dengan Arsen hanya sampai anak dalam kandungannya lahir. Bahkan Freya masih punya pikiran untuk kembali pada Elmer sekalipun pria itu meninggalkannya begitu saja di hari pernikahan. Entah kenapa Freya masih berkeyakinan bahwa Elmer bisa melakukan semua itu pasti ada alasannya. Sejauh yang Freya kenal, Elmer adalah pria baik dan sama sekali tidak pernah membohonginya.
"Elmer di mana ya sekarang? Kata Indah, dia ketemu di bandara, memangnya dia mau pergi ke mana ya? Apa mungkin Indah tahu ke mana Elmer pergi?" Tanpa berlama-lama, Freya langsung mengambil ponsel miliknya yang ada di atas nakas. Lalu, ia mulai mengirim pesan pada teman dekatnya itu.
Freya: Indah, waktu ketemu di bandara sama Elmer, kamu tahu enggak dia akan pergi ke mana?
Pesan pun terkirim. Namun, hingga 10 menit, Indah masih belum juga membalas pesan itu.
"Apa Indah udah tidur ya?" tanya Freya masih menunggu balasan sambil terus menatap layar pada ponselnya. Sejenak ia melihat waktu pada jam dinding yang menunjukkan pukul 8 malam.
Tiba-tiba suara Arsen yang baru keluar dari kamar mandi terdengar mengejutkan Freya.
"Kamu nunggu chat dari siapa sih? Kok sampai dilihatin begitu HP-nya?" Masih mengusap rambut basahnya dengan handuk yang melingkar pada pundak, Arsen bertanya sambil mendekati Freya.
Freya pun menoleh. Menatap tubuh Arsen yang masih bertelanjang d**a dan hanya mengenakan celana pendek hitam.
"Astaghfirullah Mas, stop! Jangan dekat-dekat aku! Kamu pakai baju dulu dong, Mas, aku bisa dosa lihat kamu telanjang kayak gitu, kita ini bukan mahram!" Freya menutup mata dengan kedua tangannya setelah beberapa saat sempat termangu menatap tubuh berotot Arsen yang proposional.
Arsen mulai tertawa. Membuat Freya kebingungan. Namun, ia tetap menutup kedua matanya karena tak ingin melihat tubuh polos Arsen.
"Kok kamu malah ketawa sih, Mas!"
"Jelaslah saya ketawa, apa kamu lupa kalau kita ini sudah menikah? Kita itu sekarang suami-istri. Jadi, sekalipun saya tidak berpakaian, tidak masalah jika kamu melihatnya dan begitu juga sebaliknya."
"Bodoh! Bodoh! Kenapa aku bodoh banget sih, kenapa aku lupa kalau Mas Arsen itu udah jadi suamiku?!" batin wanita itu merutuki dirinya sendiri.
"Tapi, Mas, ingat perjanjian kita! Kamu enggak boleh macam-macam ya sama aku!" Freya tak bosan-bosannya mengingatkan Arsen khawatir pria itu khilaf melakukan hal yang tidak seharusnya terjadi.
"Lagian juga siapa yang mau macam-macam. Udah ah, saya mau tidur!" Arsen meletakkan handuk pada tempatnya, lalu mulai merebahkan tubuhnya tanpa memedulikan Freya yang masih menutup mata.
"Mas, kamu udah pakai baju, kan?" tanya Freya yang masih belum berani membuka mata. Ia hanya merasakan jika saat ini Arsen sudah naik ke atas ranjang dan masuk ke dalam selimut.
"Sudah, Freya!"
Freya pun mulai membuka matanya. Bersamaan dengan itu, notifikasi pesan w******p terdengar dari ponselnya.
"Itu pasti Indah." Dugaan Freya salah, ternyata pesan itu dari Nilam, tantenya.
Nilam: Freya, kamu baik-baik ya sama Arsen. Menurut Tante, dia itu pria yang baik, malah jauh lebih baik dari Elmer. Kamu beruntung lho Freya dapatin suami seperti Arsen. Pokoknya di sini Tante akan selalu doain semoga kamu langgeng sama Arsen.
Setelah membaca pesan itu, Freya sejenak melihat Arsen yang sudah memejamkan kedua matanya.
"Sayangnya aku tidak mencintainya, Tante. Sampai saat ini, aku masih mencintai Elmer dan aku juga masih berharap dia kembali sama aku. Mau bagaimanapun, anak yang aku kandung ini adalah anak Elmer. Jadi, aku harus tetap berusaha mencarinya. Di mana pun dia, aku yakin suatu saat pasti bisa bertemu lagi dengannya." Freya tak membiarkan harapan itu padam. Ia masih meyakini semuanya dalam hati, walau saat ini, ia sama sekali tidak punya petunjuk untuk mulai mencari keberadaan Elmer.