"Mas, kamu pesan sop iga di tempat kemarin lagi?" tanya Freya sesampainya di ruang makan setelah dijemput oleh Arsen di kamar.
"Enggak kok, sop iga pagi ini saya sendiri yang masak, spesial buat kamu. Semoga kamu suka ya dan rasanya pas untuk kamu."
Sontak saja Freya yang mendengar itu sempat menatap penuh ketidakpercayaan. Ia tidak yakin jika pria yang merupakan suaminya bisa memasak.
"Masa sih, Mas? Memangnya kamu bisa masak?"
"Bisa sedikit sih enggak begitu jago kayak chef-chef terkenal. Makanya kamu cobain ya. Kalau bisa habisin makanannya biar kamu kenyang."
Arsen menarik salah satu kursi untuk Freya duduki. Setelah memastikan sang istri duduk dengan nyaman, kemudian ia pun duduk di kursi seberangnya hingga keduanya saling berhadapan.
Walau Freya masih tidak percaya Arsen bisa memasak, tetapi ia coba untuk membuktikan dengan mencicipi sop iga yang katanya dimasak oleh sang suami.
"Kenapa kamu ngeliatin saya kayak gitu sih? Memangnya wajah saya tidak semeyakinkan itu ya? Kok natapnya kayak aneh banget?" Arsen pun bertanya sehingga mengubah cara Freya menatapnya seketika.
"Bukan gitu sih, Mas. Aku cuman enggak percaya aja kamu bisa masak."
"Tenang aja Freya, kamu cicipi dulu sedikit kalau kamu suka kamu boleh lanjut makan, kalau memang kamu enggak suka nanti biar saya pesan makanan untuk kamu di restoran kemarin."
"Ya udah kalau gitu aku coba ya, Mas. Bismillah semoga rasanya enggak aneh." Sebenarnya Freya agak khawatir, namun ia berusaha untuk mencicipi masakan yang sudah dimasak oleh Arsen sebagai bentuk penghargaan atas apa yang sudah suaminya lakukan pagi ini di dapur seorang diri.
Saat suapan pertama masuk ke dalam mulut, Freya sempat terdiam, dan kedua matanya sempat tak berkedip.
"Kenapa? Enggak enak ya? Ya udah enggak apa-apa di muntahin aja." Arsen langsung mengambil beberapa lembar tisu dan menyodorkannya pada Freya.
"Maaf ya kalau rasa masakan saya enggak enak. Saya akan pesenin makanan untuk kamu sekarang. Kamu mau sop iga atau mau ganti menu?" Arsen sempat panik dan merasa tidak enak karena sudah mengecewakan Freya dengan masakannya yang mungkin rasanya kurang pas.
Setelah mengunyah beberapa kali Freya langsung menelan makanan yang berada di dalam mulut, lalu ia berteriak kegirangan membuat Arsen cukup terkejut.
"Sumpah demi apa Mas kalau ini masakan kamu? Kok rasanya bisa seenak ini sih? Lebih enak dari sop iga yang kemarin aku makan." Kedua mata Freya tampak berbinar saat menatap wajah suaminya yang ternyata jago masak.
"Kamu serius, Freya? Jadi kamu suka sama masakan saya?" Arsen bertanya dengan raut wajah tidak percaya begitu mendapat pujian dari sang istri.
"Aku suka banget banget banget, Mas. Sumpah demi apa pun sop iga ini enak banget. Ini tuh sop iga terenak di dunia yang pernah aku cobain." Freya menyodorkan dua jempol di hadapan Arsen, suara wanita itu pun terdengar kegirangan karena dihidangkan makanan yang begitu lezat.
Arsen tersenyum malu-malu mendengar pujian yang dilontarkan oleh Freya. Itu adalah pertama kali Arsen melihat wajah sang istri sebahagia pagi ini. Ia tak menyangka masakannya akan disukai dan membuat Freya ceria.
"Apaan sih kamu Freya, berlebihan banget deh mujinya."
"Aku serius Mas, aku jujur loh ini kasih reviewnya. Aku jadi insecure deh kamu jago masak tapi akunya enggak."
"Eh, kenapa harus insecure? Jangan gitu ah."
"Ya masa aneh aja kalau sampai orang lain tau suami aku bisa masak tapi akunya malah enggak bisa masak sama sekali." Bibir Freya tampak mengerucut karena ia benar-benar merasa malu saat ini sebagai seorang istri.
"Jangan mikirin yang macam-macam dong Freya, lagi pula orang lain enggak akan tahu dan enggak akan cari tahu kamu bisa masak atau enggak. Di sini juga para tetangga semuanya hidup masing-masing kok, enggak ada yang bergosip untuk membicarakan rumah tangga orang lain. Lagian saya enggak akan biarin orang-orang di luar sana berpikiran yang enggak baik tentang kamu. Sudah ya jangan cemberut gitu, mending sekarang dihabisin makanannya."
Freya sedikit merasa lega mendengar jawaban Arsen, lalu ia menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk senyuman manis yang membuat Arsen pun ikut tersenyum.
“Makasih ya Mas kamu enggak mempermasalahkan aku yang belum bisa masak ini. Tapi aku janji, kalau suatu hari nanti aku bisa masak, aku pasti akan rajin-rajin bikin makanan untuk kamu.”
“Ok! Saya yakin kamu pasti bisa. Freya. Saya jadi enggak sabar deh menantikan hari itu. Hari di mana kamu masak makanan untuk saya.” Melihat senyuman Arsen yang terukir sempurna membuat Freya sempat menatap tak berkedip karena begitu kagum dengan ciptaan Tuhan yang begitu sempurna berada tepat di hadapannya saat ini.
***
Pukul 11.30 Freya dan Arsen kini baru saja tiba di sebuah supermarket untuk berbelanja. Tadinya Freya menolak saat diajak pergi oleh Arsen karena khawatir bertemu dengan orang yang dikenalnya, lalu mereka bertanya siapa Arsen, dan mengapa bisa Freya malah menikah dengan pria itu bukannya dengan Elmer.
Freya sudah tidak memiliki energi untuk tenggelam dalam kesedihan, jika ia harus menjelaskan mengapa pernikahannya dengan Elmer bisa batal, itu hanya akan membuatnya kembali terluka, dan akhirnya menangis seperti kemarin.
“Mas, kamu belanjanya jangan lama-lama ya. Kalau udah selesai kita langsung pulang!” ucap Freya memperingati Arsen yang saat ini tengah mendorong sebuah troli belanjaan.
“Freya kenapa harus buru-buru gitu sih, santai aja dong. Mending sekarang kamu pilih mau beli apa aja untuk keperluan kita selama seminggu di rumah.” Arsen menjawab dengan tenang seraya menatap wanita itu penuh kelembutan.
“Aku takut ketemu sama orang yang kenal aku, Mas. Memangnya kamu enggak gimana gitu kalau ketemu orang yang kenal sama kamu?”
“Memangnya saya harus gimana?”
“Ya bingung, masalahnya kamu lagi sama aku. Pasti kan orang yang kenal kamu itu nanya aku ini siapanya kamu.”
“Tinggal saya jawab kalau kamu itu istri saya. Terus kenapa?” Arsen balik bertanya seraya memelankan langkah kakinya untuk mengimbangi Freya.
“Enggak kayak gitu dong, Mas. Kamu enggak lupa kan sama perjanjian kita bahwa kamu enggak boleh bilang sama siapa-siapa kalau aku ini istri kamu apalagi bilang udah nikah.”
“Astaghfirullah, kenapa sih Freya? Memangnya kamu malu banget ya ngakuin saya sebagai suami kamu?”
“Bukan gitu, Mas, kita kan nikah cuma sebentar doang, aku enggak mau sampai merusak reputasi kamu. Biar kalau kita cerai nanti, kamu enggak ketahuan duda karena kita hanya nikah siri jadi enggak diakui secara hukum negara.”
Arsen tertawa kaku mendengar ucapan yang terlontar dari mulut sang istri.
“Kamu fasih banget ya mengatakan semua itu. Tapi terima kasih loh karena kamu sudah mengkhawatirkan saya.”
“Loh, kok kamu nanggepinnya gitu doang, Mas?” tanya Freya bingung dengan kedua alis yang saling bertaut.
“Enggak apa-apa, saya hanya terharu karena kamu ternyata sangat memikirkan kehidupan saya kedepannya. Tapi kamu jangan terlalu khawatir ya, Freya, saya sama sekali tidak masalah kalau satu dunia pun tahu bahwa kamu itu istri saya. Ya udah yuk, kita lanjut belanjanya!” Arsen mengakhiri kalimatnya sambil merangkul bahu Freya sesaat untuk mengajaknya berjalan menuju tempat buah-buahan. Membuat wanita itu menurut tanpa dapat berkata-kata lagi.