Mau tidak mau karena tidak punya pilihan lain akhirnya Freya terpaksa harus melangkah keluar dan mengambil pakaiannya sendiri sembari mengumpat dalam hati.
"Mas, kamu sudah tutup mata, kan?" tanya Freya memastikan dengan sebelah tangan yang mengepal.
"Sudah! Kamu enggak perlu takut, saya enggak akan ngintip kok!"
Mendengar jawaban itu barulah Freya berani melangkah keluar dari kamar mandi, langkah pertama yang dilakukannya adalah mencari keberadaan Arsen yang ternyata tengah duduk di tepi ranjang dan sengaja membelakangi lemari pakaian Freya untuk menjaga pandangannya. Hal itu membuat Freya tenang dan leluasa untuk segera melangkah menuju lemari.
"Mas, jangan buka mata sebelum aku kasih tahu ya! Kalau sampai kamu berani buka mata, aku benar-benar akan teriak biar semua orang tahu kalau kamu itu pria m***m!" ucap Freya mengultimatum sambil berusaha buru-buru mengenakan pakaian yang sudah diambilnya.
"Coba aja kalau kamu berani! Lagi pula kalau kamu teriak, orang akan berpikir jika kita sedang berhubungan karena ini kan malam pengantin kita!" jawab Arsen yang ada benarnya, membuat Freya semakin kesal karena sudah asal bicara tanpa memikirkan konsekuensinya.
Freya pun hanya mendengus tanpa mengatakan apa-apa. Lalu, ia segera mengancingkan piyama tidurnya dan menggantungkan handuk yang basah di tempatnya. Setelah itu Freya bergegas melangkah menuju ranjang, mengambil bantal dan selimut kemudian dibawa ke sofa yang tidak terlalu besar karena wanita itu berniat akan tidur di sana.
Arsen yang menyadari jika Freya sudah selesai mengenakan pakaian segera membalikkan tubuhnya, menatap Freya yang sudah bersiap-siap hendak merebahkan tubuh di sofa berwarna biru muda tersebut.
"Hei, siapa yang suruh kamu tidur di sana?" tanya Arsen membuat Freya langsung menoleh padanya.
"Inisiatif aku sendiri, lagian kasur aku sudah dikuasai sama kamu jadi aku memutuskan tidur di sini dan ngalah sama yang tua!"
"Siapa yang kamu bilang tua, Freya? Usia saya baru 32 tahun, menurut saya belum pantas kamu sebut tua!"
Freya terkejut mendengar Arsen menyebutkan usianya. Dia sungguh tidak menyangka akan menikah dengan seorang pria yang usianya selisih 11 tahun darinya. Pria yang biasa ia panggil dengan sebutan om-om.
"Kenapa kamu syok begitu?" tanya Arsen penasaran karena melihat raut wajah Freya saat ini.
"Karena aku enggak nyangka akan menikah dengan om-om seperti kamu."
"Freya, jaga ucapanmu! Saya ini belum tua dan belum jadi om-om!" tegas Arsen menatap istrinya dengan sorot mata yang tajam.
"Ya ampun, Mas, harusnya kamu terima kenyataan dong kalau kamu itu memang udah om-om. Usiaku baru 21 tahun dan terpaksa menikah dengan om-om yang usianya udah 32 tahun. Itu artinya, usia kita jaraknya 11 tahun. Apa itu namanya kamu enggak tua?!" jawab Freya terdengar sewot.
Arsen pun kini benar-benar merasa tersinggung mendengarnya. Pria itu segera melangkah menghampiri Freya dan berdiri di hadapannya dengan kedua tangan yang bersedekap.
"Harus berapa kali saya bilang kalau saya ini belum tua, Freya? Kamu aja yang terlalu muda. Sekarang jangan mengalihkan topik pembicaraan kita lagi, cepat kamu naik ke atas ranjang dan berhenti bicara! Bukankah kamu lelah setelah seharian berdiri di pelaminan? Jadi, lebih baik cepat tidur di ranjang!" titah Arsen dengan tegas.
"Enggak! Aku enggak mau tidur satu ranjang sama kamu!"
"Kamu lupa dengan syarat yang saya katakan tadi?" tanya Arsen dengan kedua mata yang melotot.
"Mas, masalahnya syarat yang tadi kamu ajukan benar-benar enggak masuk logika. Aku tuh enggak mau kita bersentuhan, tapi kamu malah ngajak aku tidur satu ranjang!"
"Bisa, Freya! Sini biar saya kasih tahu caranya!" Arsen pun dengan cepat mengambil kembali bantal dan selimut yang Freya bawa ke sofa, lalu meletakkannya di atas ranjang. Kemudian pria itu langsung meraih pergelangan tangan Freya dan menariknya untuk diajak ke ranjang.
"Mas lepasin! Kamu ini apa-apaan sih!" protes Freya yang merasa tidak suka pergelangan tangannya digenggam oleh Arsen. Namun, Arsen tidak mendengarkannya sama sekali dan tetap menariknya, lalu mendorong tubuh Freya dengan perlahan hingga berbaring di permukaan ranjang.
"Nah, kamu tidur di sebelah sini, saya di sini!" titah Arsen memberi tahu sembari merebahkan tubuhnya di sebelah Freya. "Bantal guling ini akan menjadi pembatas antara kita berdua. Puas?!" lanjutnya menegaskan sambil menunjukkan bantal guling yang berada di tengah-tengah mereka.
Freya akhirnya tersenyum lega setelah mendengar penjelasan Arsen, setidaknya selama mereka tidur di ranjang yang sama akan ada bantal guling yang menjadi pembatas keduanya agar tidak saling bersentuhan.
"Ok, tapi kamu harus janji dulu sama aku enggak akan macam-macam selama aku tidur! Kalau kamu sampai berani melanggar janjimu, kita akan tidur beda kamar. Setuju?" tanya Freya sembari mengulurkan tangannya di hadapan Arsen.
Tanpa berpikir dua kali Arsen pun langsung menjabat tangan Freya dan mengangguk singkat. "Siapa takut? Lagi pula saya bukan pria m***m seperti yang kamu pikirkan!"
Setelah mendengar jawaban itu Freya kembali melepaskan tangannya, kemudian ia memutar tubuhnya agar membelakangi Arsen dan dapat tidur dengan nyaman. Sementara Arsen tetap pada posisinya dan mulai memejamkan mata, walau pria itu sebenarnya belum mengantuk.
"Ya Allah, walau ada banyak sekali masalah yang terjadi hari ini, tapi aku berhasil melaluinya karena kedatangan dia telah menyelamatkanku dan menyelesaikan semua masalah yang terjadi," batin Freya masih merasa bersyukur atas apa yang berhasil ia lalui, walau ia sempat ingin menyerah dan berpikir tidak akan kuat menghadapi semua yang terjadi.
***
Keesokan harinya, tepat pukul 10 pagi, Freya bangun terlalu siang tak seperti biasanya. Ya, semalam ia memang sangat gelisah hingga tidak bisa tidur dan matanya benar-benar bisa terpejam setelah selesai salat subuh. Tentu saja alasannya karena Arsen. Freya merasa canggung karena tidak bisa tidur satu ranjang dengan pria asing yang tidak dikenalnya.
"Mungkin ini akan jadi malam pertama yang terburuk sepanjang sejarah pernikahan. Dan, sialnya, kenapa harus aku yang mengalaminya? Tidur dengan pria asing yang tidak aku cintai di malam pertamaku," gerutu Freya sambil mengedarkan pandangan mencari keberadaan pria yang semalam terlihat pulas tertidur di sebelahnya. Namun, begitu terbangun ia sudah tidak menemukan Arsen di atas ranjang.
"Apa jangan-jangan dia sudah pergi? Ah, syukurlah kalau dia benar-benar sudah pergi meninggalkan rumah ini. Jadi, sekarang aku bebas!" ucap Freya yang mengulas senyuman di kedua sudut bibirnya.
Setelah baru saja merasa lebih tenang, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan sosok pria yang diharapkannya pergi ternyata masih ada di rumahnya. Tak hanya itu, Arsen bahkan mulai melangkah masuk sambil tersenyum tipis menatap wajah Freya yang manis saat baru bangun tidur.
"Kenapa kamu masih ada di rumah ini, Mas?" tanya Freya menatap tidak suka keberadaan Arsen.
"Ya, memangnya kenapa? Apa kamu mengharapkan saya pergi dari sini?" tanya balik Arsen yang seakan dapat menebak pikiran Freya saat ini.
"Oh, benar sih. Aku pikir kamu sudah kembali ke rumahmu atau mungkin pergi ke perusahaan untuk bekerja," jawab Freya sembari menggaruk kepalanya.
"Mana mungkin saya kembali ke rumah tidak bersamamu, mulai hari ini kan kamu akan tinggal di rumah saya. Apa kamu lupa?"
Freya semakin kencang menggaruk kepalanya mendengar perkataan Arsen yang mengingatkannya tentang persyaratan mereka semalam.
"Sebenarnya aku enggak lupa sih, Mas. Aku cuma malas aja mengingatnya. Memangnya kenapa sih kalau kita tinggal di rumah masing-masing aja? Kamu di rumahmu, aku di rumahku sendiri!" Freya tak tinggal diam, ia mulai melancarkan protes agar tidak harus tinggal bersama dengan pria yang membuatnya merasa tidak bebas.
"Jawabannya sederhana, sekarang itu kita sudah menjadi suami istri jadi memang seharusnya kita tinggal bersama!"
Freya tersenyum dengan sangat terpaksa mendengar jawaban Arsen, ia tidak tahu lagi harus mengajukan protes bagaimana karena ternyata Arsen selalu memiliki jawaban yang tidak bisa untuk ia bantah.
"Apa ada lagi yang mau kamu tanyakan? Kalau tidak, lebih baik sekarang kamu mandi, lalu sarapan karena setelah itu kita akan langsung berangkat ke rumah saya!" titah Arsen, tanpa menunggu jawaban dari Freya ia pun kembali melangkah keluar dari kamar karena masih ada sesuatu yang harus diselesaikannya.
Sementara Freya menggertakkan giginya dengan kasar sambil menendang selimut yang menutupi tubuhnya hingga teronggok di permukaan lantai.
"Dasar suami menyebalkan! Baru sehari jadi suami aja sudah berani memerintahku seperti itu, apalagi sebulan! Pokoknya aku enggak boleh ditindas seenaknya sama dia, kalau dia berani nyuruh-nyuruh aku di rumahnya aku benar-benar akan langsung kabur dan nggak mau lagi tinggal sama dia!" gerutu Freya yang mengomel sambil melangkah menuju kamar mandi. Kali ini ia tidak lupa mengambil pakaian lebih dulu agar kejadian kemarin tidak terulang kembali.
Sementara itu, di ruang makan yang tidak terlalu luas tampak Arsen tengah menyiapkan sarapan untuknya dan juga Freya. Ya, pria itu sengaja memesan makanan dari salah satu restoran agar istrinya tidak perlu repot-repot memasak untuk sarapan mereka. Bahkan Arsen begitu pengertian dengan menyiapkan makanan sehat untuk Freya yang tengah hamil agar bayinya tumbuh kembang dengan baik.
"Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk menebus kesalahannya," batin Arsen, tiba-tiba teringat akan seseorang yang baru saja meninggalkannya beberapa Minggu lalu.