Suami yang Baik

1468 Kata
Setelah selesai mandi dan bersiap-siap, Freya pun dengan langkah yang berat keluar dari kamar menuju ruang makan untuk membicarakan soal sarapan bersama suaminya. Namun, ia bingung apa yang akan mereka makan karena ia bangun kesiangan dan tidak begitu pandai dalam hal memasak, kecuali membuat mie dan telur. "Mas, kamu masalah enggak kalau kita sarapan nasi uduk? Atau kamu mau kita sarapan lontong sayur biar aku jalan ke depan untuk beli sarapan kita pagi ini?" tanya Freya memanggil suaminya yang diketahui sudah berada di ruang makan. Arsen yang mendengar itu langsung mengerutkan dahinya. "Apa itu nasi uduk dan lontong sayur?" tanyanya kebingungan karena selama hidup ia memang tidak pernah sarapan menggunakan kedua menu tersebut. Saat Freya hendak menjawabnya, tiba-tiba saja ia terdiam ketika langkahnya tiba di ruang makan yang bersebelahan dengan dapur. Ia tidak percaya saat melihat ada banyak makanan di atas meja. "Mas, siapa yang sudah nyiapin semua makanan ini?" tanya Freya dengan penasaran. "Saya." "Kamu? Maksudnya kamu masak semua makanan ini? Eh, tapi itu enggak mungkin! Apa kamu beli di luar?" tanya Freya dengan raut tidak menyangka di wajahnya. "Ya, tadi saya pesan online karena saya tahu kamu pasti tidak sempat masak, apalagi kamu bangun kesiangan." Freya pun tersenyum mendengar jawaban Arsen yang ternyata cukup pengertian. Lalu, ia memilih untuk langsung duduk di hadapan Arsen yang segera menggeser laptopnya karena sambil menunggu Freya selesai bersiap-siap, pria itu coba mengerjakan beberapa pekerjaannya agar selesai hari ini. "Mas, sebenarnya aku enggak bisa masak sih. Selama ini aku tahunya masak mie atau telur doang. Jadi, kalau aku tinggal di rumahmu, kamu enggak masalah kan aku enggak masak makanan untukmu? Lagi pula kamu bisa pesan online seperti sekarang," ucap Freya yang merasa inilah kesempatannya untuk berkata jujur agar Arsen tidak memperlakukannya seperti pelayan saat tinggal bersama di rumah pria itu. "Apa? Jadi kamu tidak bisa masak?" tanya Arsen yang baru tahu jika wanita yang dinikahinya itu tidak bisa masak hingga secara tiba-tiba terbesit sebuah ide dalam pikirannya. "Iya, Mas? Kenapa? Apa kamu keberatan aku enggak bisa masak?" "Tentu saya keberatan karena saya perlu istri yang bisa memasak. Jadi, karena karena kamu tidak bisa masak, saya akan minta chef keluarga saya datang ke rumah setiap hari Sabtu dan Minggu untuk mengajarimu masak." "Tapi, Mas—" Belum selesai Freya melontarkan protesnya, tiba-tiba Arsen segera menghentikan perkataannya. "Kamu harus nurut sama perkataan saya ya, Freya!" "Ini maksudnya kamu mau jadiin aku pembantu, makanya kamu maksa aku tinggal di rumahmu, Mas?" "Bukan, tidak ada yang minta kamu untuk jadi pembantu di rumah saya, justru saya minta kamu belajar masak itu demi kebaikanmu juga. Sekarang kan kamu sedang hamil, kamu perlu makan makanan yang sehat dan higienis. Jadi, saya pikir kalau kamu bisa masak, kamu bisa membuat apa pun yang kamu inginkan, termasuk makanan untuk bayi kamu nanti. Dan, sebagai seorang suami, saya juga ingin sesekali mencicipi makanan yang dibuat oleh istri saya. Apakah itu sudah cukup jelas?" Wajah Freya merengut seketika, bahkan kini bibirnya mengerucut kesal mendengar Arsen memintanya untuk belajar masak. "Kalau gagal gimana, Mas? Masalahnya aku tuh paling susah menghafal resep masakan! Almarhum ibuku juga dulu sering kok ngajak aku masak, kasih tahu resep-resep gimana caranya buat rendang, opor ayam, sambal ati kentang, tapi otakku susah menghafalnya!" rengek wanita itu dengan wajah memelas. "Jangan kamu pikirkan itu, kamu tuh cukup jalani aja! Sudah ya, kamu enggak perlu khawatir! Pokoknya nanti chef yang mengajarimu akan memberi tahu secara detail supaya kamu lebih mudah paham dan nantinya akan terbiasa masak. Sekarang bisa kita mulai sarapannya? Ini sudah hampir jam 11, tapi kamu belum makan apa pun!" "Hmm, baiklah. Tapi, kalau dalam waktu 3 bulan aku enggak bisa masak juga, belajarnya udahan ya dan jangan paksa aku untuk masak lagi! Lagi pula aku kan jadi istri kamu juga enggak lama-lama kok, cuma sampai bayiku lahir!" pinta Freya yang sudah khawatir jika ia akan gagal seperti yang sudah-sudah. "3 bulan terlalu lama, saya yakin kamu pasti bisa masak banyak jenis makanan setelah 8 kali pertemuan!" jawab Arsen. "Aku enggak ngerti kenapa kamu bisa berpikir seperti itu, tapi ya udah kita lihat aja nanti. Sekarang aku mau makan, bayiku udah kelaparan!" Freya pun segera menyendok nasi ke dalam piring kosong dan mengambil semangkuk sup iga sapi yang aromanya langsung menggugah selera untuk segera menyantapnya. Tidak lupa ia juga mengambil kentang ati balado dan bakwan jagung yang masih terlihat crunchy. Namun, baru satu suapan yang masuk ke mulut Freya, wanita itu langsung melontarkan pujian pada suaminya yang sudah repot-repot memesan sarapan pagi ini. "Mas, sup iganya enak banget loh. Aku suka deh. Makanan yang lain juga enak-enak. Kalau gini sih aku pasti bakalan nambah lagi." Arsen tersenyum tipis mendengar perkataan Freya. "Saya tahu kamu pasti suka, kalau begitu habiskan ya makannya biar kamu kenyang!" "Makasih ya, Mas. Makasih karena kamu udah pesan makanan seenak ini untuk aku," ucap Freya seraya menampilkan senyuman manisnya. Wanita itu seakan melupakan sejenak rasa kesal yang beberapa kali sempat ia rasakan karena sikap Arsen. "Bukan untuk kamu aja, tapi untuk kita berdua." "Oh iya, aku lupa. Setelah sarapan nanti aku mau ketemu tante dan pamanku dulu ya di rumah saudaraku yang enggak jauh dari sini. Aku mau pamitan sebelum pergi ke rumah kamu." "Saya sudah wakilin pamitan sama tante dan paman kamu sebelum mereka pulang ke Padang, saya juga sudah bilang kalau mulai hari ini kamu akan tinggal di rumah saya." Jawaban Arsen membuat Freya terkejut karena baru mengetahui jika tante dan pamannya pulang lebih cepat tanpa sepengetahuannya. "Kok bisa, Mas? Kenapa mereka harus pulang hari ini? Terus kamu ketemu sama mereka di mana dan jam berapa?" tanya Freya secara beruntun. "Tadi mereka datang ke sini saat kamu masih tidur, sekitar jam 6 karena mereka harus sampai di bandara jam 7. Mereka memutuskan pulang lebih cepat karena merasa kamu aman bersama saya." "Ya ampun, aku belum sempat minta maaf karena udah ngerepotin mereka. Pasti mereka pulang hari ini karena kecewa gara-gara masalah kemarin. Mana aku belum sempat beli tiket kepulangan untuk mereka karena aku taunya mereka pulang besok." Tak ingin melihat Freya bersedih dan menyesal, Arsen pun segera menyentuh punggung tangan Freya dengan perlahan. "Jangan pikirkan masalah kemarin lagi ya! Lagi pula saya sudah menjelaskan semuanya sama tante dan paman kamu, saya juga sudah mewakili kamu dengan meminta maaf pada mereka. Jadi, kamu enggak perlu merasa bersalah karena mereka pun sudah memaafkan kamu. Soal tiket kepulangan mereka, saya sudah mengurus semuanya, mereka juga pergi ke bandara diantar sopir saya." Freya sungguh tak menyangka jika Arsen akan sepeduli itu pada apa yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Pria yang tidak terlalu ia kenal, tapi ternyata, Arsen sungguh baik dan terlihat tulus melakukan semuanya. "Ternyata Mas Arsen enggak cuma baik dan peduli sama aku, tapi dia juga peduli sama saudara-saudaraku. Aku baru tau ternyata dia sudah bangun pagi-pagi sekali untuk mengurus semuanya. Apakah dia melakukan semua ini karena enggak mau membebani pikiranku?" batin Freya, mengakhiri kalimatnya dengan sebuah pertanyaan penuh rasa penasaran. Melihat Freya terdiam tanpa kata, Arsen pun berdeham dan mengusap lembut punggung tangan istrinya. "Freya, sekarang lanjutkan makannya ya! Kamu itu jangan terlalu banyak berpikir dan malah membebani pikiranmu! Lebih baik saat ini kamu fokus dengan kandunganmu aja." Takut Freya tak nyaman dengan sentuhannya, Arsen pun segera menarik kembali tangannya untuk menjauh. Kemudian barulah Freya tersenyum menatapnya. "Mas, makasih ya karena kamu sudah banyak bantuin aku. Aku enggak tau kenapa kamu bisa baik banget sama aku, padahal kita tuh kan enggak begitu kenal dekat. Aku juga bingung harus membalas kebaikanmu dengan cara apa," ucap Freya. Kali ini kata-katanya terdengar tulus dari hati. "Mau saya kasih tahu bagaimana caranya biar kamu enggak bingung?" tanya Arsen menawarkan. "Gimana caranya?" "Cukup dengan menjadi istri yang baik untuk saya." Freya terdiam beberapa saat. Hatinya sedikit bergetar. Sambil menatap ragu wajah Arsen yang baru mengatakan hal itu, Freya perlahan mulai tersenyum ragu. Tentu saja ia tidak menyangka apa yang baru saja didengarnya. "Istri yang baik menurut kamu itu gimana, Mas?" tanya Freya penasaran. "Pertama, dengan menuruti perkataan suami karena apa yang saya katakan hari ini ataupun nanti adalah demi kebaikanmu. Kedua, jangan terlalu keras kepala." "Kalau aku menuruti semua perkataanmu, kamu enggak akan melanggar syarat yang semalam aku ajuin, kan?" tanya Freya memastikan. Arsen menggelengkan kepala. "Ok, kalau begitu aku akan belajar untuk menjadi istri yang baik selama kita terikat dalam pernikahan ini. Tapi, Mas, walau sekarang kita adalah suami-istri tolong jangan pernah libatkan perasaan ya, intinya kita jalani ini tanpa melibatkan hati masing-masing karena pada akhirnya kita akan berpisah setelah aku melahirkan anak Elmer!" pinta Freya yang merasa harus mengingatkan Arsen agar selalu tahu batasan di antara mereka. Arsen terdiam. Ia pun berusaha mencerna perkataan Freya dengan baik. Walaupun ia ragu, mau tidak mau Arsen akhirnya menganggukkan kepala untuk mengiyakan peringatan tersebut. "Ya! Kamu enggak perlu khawatir soal itu, Freya." Setelah menjawab perkataan Freya, Arsen menundukkan pandangannya dan kembali melanjutkan aktivitas makannya yang sempat terhenti karena obrolan tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN