Keras Kepala

1050 Kata
Setelah menyelesaikan sarapan pagi, kini Freya dibantu oleh Arsen membawa dua koper yang berisi pakaian, sepatu, dan tas untuk dibawa pindah ke rumah suaminya karena mereka akan tinggal bersama selama mereka terikat dalam pernikahan. Tidak lupa Freya mengunci semua pintu karena rumah itu tidak akan ditempatinya. "Mas, sebulan sekali aku akan datang ke sini ya? Aku enggak mau kalau sampai rumah ini terbengkalai karena enggak keurus," ucap Freya sambil menyeret koper yang ada di tangannya keluar dari rumah. "Kamu kan sedang hamil. Jadi, enggak boleh ya! Tapi kamu tenang aja, saya akan minta pelayan di rumah utama untuk membersihkan rumah ini satu Minggu sekali agar tetap terawat!" jawab Arsen dengan tegas seraya menatap Freya sekilas. "Ya ampun, Mas. Kenapa harus panggil orang segala sih? Aku bisa kok, Mas. Aku ini cuma hamil loh, bukan lumpuh sampai enggak bisa bangun hanya untuk beres-beres rumah." Freya mengajukan protes karena masih sulit menuruti perkataan suaminya. "Freya, apa kamu lupa dengan apa yang saya katakan saat kita makan tadi?" tanya Arsen, menghentikan langkah tepat di samping mobil mewah miliknya. "Nurut sama suami karena apa yang kamu bilang itu demi kebaikanku, kan? Tapi, masalahnya ada saat-saat tertentu aku harus menolak permintaanmu karena aku bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, Mas Arsenio Dharmendra!" jawab Freya sambil tolak pinggang dan menyebut nama lengkap suaminya yang ia ketahui saat ijab qobul kemarin. Arsen pun menggerakkan tangannya. Menyentuh pucuk kepala Freya, kemudian mengusapnya dengan perlahan. "Dasar ya kamu ini keras kepala!" "Biarin! Orang kayak kamu itu memang harus di kerasin biar enggak ngatur-ngatur aku seenaknya!" "Baiklah, kalau itu mau kamu, saya akan lebih keras lagi sampai kamu mau menuruti semua perintah saya!" jawab Arsen dengan menarik sebelah sudut bibirnya hingga menampilkan seringai tipis. "Tapi, Mas ...." "Sudah ya! Masalah ini jangan diteruskan lagi atau urusannya akan panjang. Nanti kita malah semakin lama sampai di rumah saya!" titah Arsen yang langsung menempelkan jari telunjuknya pada permukaan bibir Freya agar wanita itu diam dan tak melanjutkan perkataannya. Seketika Freya pun mencebik kesal. Namun, ia tak punya pilihan selain masuk ke mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh Arsen. "Dasar Om-om, hidupnya selalu banyak aturan." Walaupun hanya berbisik, Arsen masih tetap bisa mendengarnya. "Apa kamu bilang?" "Bilang apa sih, Mas?" "Itu yang barusan kamu bilang pas masuk mobil." "Apa sih? Aku enggak bilang apa-apa." Freya masih kekeh mengelak karena ia malas berdebat dengan Arsen. Perdebatan yang ujung-ujungnya ia akan kalah karena mau bagaimanapun Arsen adalah suaminya, walau ia tahu itu hanya untuk sementara. "Pokoknya saya enggak mau kamu panggil saya Om-om ya!" Setelah mengatakan itu, Arsen pun menutup pintu mobil, lalu mengambil dua koper milik Freya dan memasukannya ke dalam bagasi sebelum duduk di kursi kemudi. Ya, hari ini, pria itu memang sengaja mengendarai mobilnya sendiri tanpa menggunakan sopir pribadi seperti sebelum-sebelumnya karena ia ingin memiliki waktu berdua dengan Freya lebih banyak untuk bisa saling mengenal, entah itu di perjalanan atau saat sedang berdua di rumah. Setelah Arsen menempati kursi kemudinya, pria itu langsung melajukan kendaraannya keluar dari pelataran rumah Freya menuju kediamannya yang berada di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kepergian keduanya disaksikan oleh para tetangga yang sedang berkumpul di posyandu samping rumah Freya. Semua orang mulai membicarakan Arsen yang dikenal sopan dan ramah karena tanpa Freya ketahui saat masih tidur tadi sebenarnya Arsen sudah berpamitan dengan para tetangga untuk membawa istrinya tinggal di rumahnya. Tak hanya berpamitan, Arsen juga membagikan hampers untuk para tetangga yang ia minta bawakan pada asistennya pagi tadi. Freya melihat semua orang memandangi mobil yang melintas di jalanan tersebut, lalu tak lama kemudian, Arsen membuka kaca mobil dan tersenyum ramah menyapa semuanya. "Mas, kamu ngapain sih?" tanya Freya seraya mendaratkan sebuah cubitan tepat di lengan Arsen yang ternyata begitu berotot. Setelah mobil Arsen melesat cukup jauh, barulah pria itu kembali menutup kaca mobil dan menoleh menatap Freya sekilas. "Saya menyapa tetangga kamu, Freya. Lagi pula enggak enak kan kalau mereka senyum ke kita, tapi kitanya malah enggak nyapa sama sekali." "Aku sih males banget nyapa tetangga yang kemarin udah ngancurin mental aku. Kemarin itu aku benar-benar dipermalukan sama mereka loh sampai mereka grebek kamarku, maksa aku juga untuk tes kehamilan dengan test pack, terus kalau ketahuan hamil aku akan diusir dari rumah peninggalan orang tuaku! Belum lagi kemarin mereka udah keterlaluan banget, ngomongin keburukanku di depan banyak orang sampai bawa-bawa ayah ibuku yang sudah lama meninggal!" ucap Freya mengungkapkan rasa kesalnya dengan kedua mata yang tiba-tiba saja mulai berkaca-kaca. "Freya, lupakan kejadian kemarin, ya! Jangan memendamnya, nanti kamu malah sakit hati terus bawaannya. Mulai hari ini, kamu akan aman tinggal sama saya dan enggak akan lagi mendengar hal-hal yang bisa bikin kamu tersinggung," ucap Arsen menyarankan istrinya agar tidak dendam atas kejadian di hari pernikahan mereka. "Mas, kamu dengar ya! Sampai kapan pun aku enggak akan pernah bisa lupa sama kejadian kemarin. Aku bakal terus ingat kalau mereka udah jahat sama aku. Memang sih apa yang ibu-ibu bilang kemarin benar kalau aku hamil di luar nikah, tapi apa mereka tahu kejadian yang sebenarnya? Kenapa mereka sok tahu banget sih, padahal aku sendiri aja enggak tahu karena sama sekali enggak sadar kenapa Elmer bisa menodaiku? Malam itu, aku mabuk untuk pertama kalinya! Jadi, apa mereka pikir aku senakal itu hingga membiarkan tubuhku disentuh oleh Elmer sampai akhirnya aku hamil?" Arsen terdiam. Cerita yang diucapkan Freya membuat dahinya mengerut beberapa detik. Namun, tentu saja itu tak sampai terbaca oleh Freya. "Situasi seperti kemarin memang sulit untuk membuat orang bisa berpikir jernih. Jadi, menurut saya, kamu enggak usah mikirin hal itu lagi, jangan diambil hati!" "Tapi, Mas, aku sama Elmer sebelumnya emang enggak pernah ngelakuin apa-apa. Kita itu pacarannya enggak kelewat batas kok dan kejadian malam itu, aku sendiri enggak pernah menginginkannya. Aku itu berani ngadain pernikahan juga karena Elmer bilang mau tanggung jawab, aku benar-benar enggak tahu kalau dia ternyata bakal ninggalin aku di hari pernikahan kemarin! Kalau aku tahu, pasti aku enggak mau repot-repot nyiapin pernikahan yang hanya membuatku terjebak dengan pilihan yang sulit untuk aku pilih," jawab Freya dengan nada kesal. Kini raut wajahnya berubah sedih saat teringat akan luka yang Elmer tinggalkan. "Jadi, malam itu ternyata Freya masih perawan ...." Di dalam hati, Arsen masih terkejut saat mendengar pengakuan Freya. Ia tidak menyangka di zaman sekarang masih ada seorang wanita yang bisa menjaga kesuciannya, padahal hubungan antara Freya dan Elmer sudah berlangsung selama dua tahun lebih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN