Yang bisa Daffa lakukan hanya melihat dari kejauhan putrinya yang tengah demam tinggi karena Kejora menolak keras saat dia mencoba mendekatinya.
Andai saja dia tidak sampai lepas kontrol sampai separah itu mungkin Kejora tak akan sampai seperti ini. Kini penyesalan tinggal lah penyesalan, semua sudah tak bisa diputar dan diulang kembali. Setelah kejadian ini Daffa harus lebih banyak belajar bersabar menghadapi putrinya.
"Ayo masuk, bicara pelan-pelan sama Jora." Vera yang dari tadi mengurus Kejora menarik tangan Daffa agar masuk kedalam kamar yang Kejora tempati.
"Biarin Jora tenang dulu ma, aku nggak mau terlalu paksa dia."
"Ayo dicoba lagi, kamu daddy-nya nggak mungkin Jora lama-lama marah sama kamu."
Daffa tetap menolak, dia tak mau Kejora kembali rewel saat dia mencoba mendekatinya.
Vera mengembuskan nafas berat dan melepaskan tangan Daffa. "Yasudah kamu berangkat ke kafe aja, biar mama yang urus Jora."
"Makasih, ma." Daffa lalu mencium punggung tangan Vera dan memeluknya sebentar sebelum pergi menuju kafe.
"Jangan lupa izin ke guru Kejora kalau hari ini dia nggak masuk."
"Iya ma, nanti aku telfon bu Raline." Setelah itu Daffa berjalan keluar rumah dan mulai memanasi mobilnya.
Sesampainya di kafe Daffa langsung menghubungi Raline untuk izin karena Kejora tidak bisa mengikuti pelajaran seperti biasanya.
Raline memaklumi dan memberikan izin samapai Kejora benar-benar sembuh.
"Bu Raline, apa ada tugas sekolah yang mengharuskan murid membawa foto keluarga?" Tanya Daffa.
"Bukan wajib foto keluarga, saya hanya menyarankan anak-anak. Karena minggu depan anak-anak akan belajar membuat kreasi bingkai foto."
"Bu Raline bisa bantu saya jelasin sama Kejora? dia lagi marah sama saya."
"Jelasin bagaimana, pak?"
"Jadi kemarin Kejora ngambek karena nggak punya foto keluarga, saya sudah coba kasih pengertian buat pakai foto dulu tapi dia tetap nggak mau."
"Baik, saya akan coba ngobrol baik-baik sama Kejora."
"Hari ini bu Raline sibuk? kalau misal nggak, nanti pulang ngajar saya jemput buat ketemu Kejora. Maaf banget bu Raline kalau saya dan Kejora selalu merepotkan bu Raline." Sebenarnya Daffa benar-benar sungkan pada Raline yang selalu dia dan Kejora repotkan.
"Tidak apa-apa pak Daffa, saya tidak merasa direpotkan sama sekali malah saya senang bisa kenal lebih dekat dengan Kejora."
"Terimakasih banyak bu Raline, saya benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara membalas semua kebaikan bu Raline."
Terdengar suara tawa ringan dari Raline. "Yasudah, nanti saya tunggu di sekolah ya."
"Iya bu Raline, sekali lagi saya ucapkan terimakasih."
Raline menjawab dengan sopan dan memutuskan sambungan telfon itu karena jam pembelajaran akan segera dimulai.
Daffa menunjukkan senyum tipis saat sambungan telfonnya terputus. Wajar kalau Kejora sangat menyukai Raline, perempuan itu benar-benar sangat baik dan penuh kasih sayang pada murid-muridnya.
"Ciee ... senyum-senyum sendiri, abis telfonan sama siapa tuh." Goda Dimas yang tiba-tiba sudah duduk dihadapannya.
"Sama gurunya Kejora." Jawabnya dengan nada ketus pada karyawannya yang super julid itu.
"Gurunya Jora atau gebetannya pak bos?"
"Udah, udah! balik kerja sana kalau nggak mau potong gaji."
"Astaga pak bos serem banget sih mainnya potong gaji!"
Daffa terkekeh dan bangkit meninggalkan kursi kafe yang dia tempati.
Daffa masuk kedalam ruangannya untuk membagi gaji para karyawannya karena sebentar lagi tanggal gajian para karyawannya yang berjumlah puluhan.
Beberapa kali Daffa terus memperhatikan jam tangannya agar dia tidak sampai telat menjemput Raline di sekolah dan bertemu Kejora di rumah kakaknya.
Daffa juga memerintah Karyawannya untuk membuatkan makan siang dan desert untuk Raline nanti.
Setelah jam menunjukkan pukul 12 siang Daffa langsung menutup laptop yang tengah dia gunakan dan bersiap untuk menjemput Raline di sekolah.
Daffa turun menuju dapur kafe dan menagih pesanannya pada chef kafe. "Din, mana pesanan saya tadi?"
Dini mengambil dua paperbag yang berisi makan siang dan menu yang lain. Sedangkan satu paperbag lagi berisi beberapa pastry dan kue basah produksi Kejora Bakery cabang Jakarta.
"Setelah ini saya nggak kembali kesini karena Kejora sakit, tolong kondisikan dapur kalau ada stok habis kamu minta sama Dimas."
"Siap pak Daffa."
Daffa mengangguk dan memperhatikan sebentar dapur kafe yang tengah sibuk karena banyak pengunjung yang datang saat jam makan siang. "Yasudah, saya pergi dulu."
Daffa mengendarai mobilnya dengan santay menuju sekolah Kejora yang hanya berjarak beberapa kilo dari kafenya. Sekitar sepuluh menit kemudian mobil sedannya berhenti sempurna tepat di depan sekolah yang sudah sepi.
Daffa lalu menghubungi Raline dan mengabarkan kalau dia sudah berada di depan sekolah.
Tak lama kemudian Raline keluar dari dalam kelas sambil membawa tas kerjanya dan menghampiri Daffa yang sudah keluar dari dalam mobil.
"Siang bu Raline," sapa Daffa dengan sopan.
"Siang juga, pak. Sudah lama menunggu?"
"Baru saja sampai."
Raline mengangguk dan mulai bingung karena Daffa belum mempersilahkan dirinya masuk kedalam mobil.
"Eh, ayo masuk dulu bu." Daffa membukakan pintu mobil untuk Raline lalu mengitari mobil dan duduk dikursi kemudi.
"Kita makan siang disini nggak apa-apa? saya tadi sudah bawakan buat bu Raline."
"Nggak usah repot-repot pak Daffa." Raline terlihat sungkan saat Daffa mengambil 2 box berisi makan siang lengkap dengan desert dan minuman.
"Ini juga ada kue buat bu Raline, produksi Kejora bakery semoga suka."
"Duh saya jadi nggak enak, makasih banyak pak Daffa."
"Iya bu Raline, saya juga terimakasih karena bu Raline sudah mau membantu saya."
Keduanya lalu makan bersama di dalam mobil dan mencoba untuk lebih akrab.
Selesai makan, keduanya berbincang sebentar sebelum melanjutkan perjalanan lagi menuju rumah Deva.
Daffa banyak bertanya tentang kehidupan pribadi Raline dan juga pekerjaan Raline selain menjadi guru TK.
"Bu Raline keberatan nggak kalau saya panggil nama saja? biar lebih santay," ucap Daffa terang-terangan karena umur Raline masih sangat muda dan tidak cocok kalau dia panggil dengan sebutan "ibu".
"Silahkan pak Daffa, saya nggak keberatan sama sekali."
"Okay, kamu juga nggak apa-apa panggil saya nama dan anggap saja kita teman."
Raline hanya tersenyum. "Nggak sopan kalau saya panggil nama, kan umur saya masih dibawah pak Daffa."
"Meskipun saya udah bapak-bapak tapi umur saya masih 26 tahun," ucap Daffa sambil terkekeh.
"Iya kah? memangnya pak Daffa dulu menikah umur berapa?"
"Dua puluh tahun."
"Masih muda banget."
Daffa terkekeh dan mulai menancap gas menuju rumah Deva.
"Kalau boleh saya tau pekerjaan kamu selain jadi guru apa?"
"Random pak, semua saya kerjakan."
Daffa menoleh ke arah Raline sebentar. "Apa aja memangnya?"
"Jadi penulis novel, online shop, kadang juga dapat panggilan dari beberapa wali murid buat les privat."
"Wah produktif sekali, padahal saya pikir jadi guru udah ribet banget."
"Gaji guru honorer nggak seberapa Pak, kalau nggak ada kerjaan lain mana bisa penuhin kebutuhan."
"Betul banget, mumpung masih sendiri banyak-banyak menabung meski pada akhirnya kamu akan dinafkahi nanti."
Raline tertawa dan membenarkan ucapan Daffa.
"Kita mau kemana? sepertinya ini bukan daerah rumah pak Daffa?" Tanya Raline kebingungan saat melewati jalur lain.
"Kejora lagi di rumah kakak saya, nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa kan?"
Raline mengangguk sambil memandang lurus ke depan sampai mobil Daffa mulai memasuki kawasan perumahan dan berhenti di rumah nomor 17.
"Kita sudah sampai, yuk masuk."
Keduanya keluar bersama dari dalam mobil dan segera masuk kedalam rumah.
Daffa menghampiri Dea yang tengah menggendong bayinya dan menyapanya terlebih dahulu.
"Kenalin kak, ini Raline guru Kejora."
Dea tersenyum pada Raline karena dia sudah bertemu kemarin. "Kakak kenal bu Raline Daffa."
"Iya kah?"
"Kemarin Jora telat jadi kakak antar dia sampai kelas terus kenalan sama bu Raline."
Daffa mengangguk paham.
"Bu Raline mau ketemu Kejora ya?" Tanya Dea sambil tersenyum penuh arti melihat Daffa dan Raline yang terlihat cukup akrab lebih dari hubungan wali murid dan guru.
"Iya bu Dea, katanya Kejora lagi sakit ya?"
"Iya bu Raline, pagi tadi Jora mulai demam." Jawab Dea sambil menimang-nimang baby Al yang tengah dia gendong.
"Yasudah ayo kita ketemu Jora dulu, kak aku kedalam dulu ya."
Keduanya berjalan beriringan menuju kamar yang Kejora tempati.
"Kamu masuk aja, saya tunggu disini," ucap Daffa setelah dia membukakan pintu kamar.
"Loh kenapa?"
"Kejora masih marah, makanya saya minta tolong bu Raline buat kasih pengertian Kejora."
"Tapi .... "
"Kamu malu sama mama saya?" Tebak Daffa karena di dalam masih ada mama dan papanya.
"Yasudah, bentar." Daffa masuk dan memanggil mamanya untuk dikenalkan pada Raline
"Mama, kenalin ini Raline guru Kejora."
Raline tersenyum dan menyalami Vera.
"Kejora pasti seneng banget guru favoritnya datang." Vera menyambut hangat Raline dan mengajaknya mendekati Kejora yang masih terbaring lemas di atas ranjang.