Kinara kembali ke meja dengan dua gelas coklat hangat di tangannya. Lalu dia letakkan di atas meja, satu di depannya, satu lagi di depan Anggara. “Diminum, Om,” tawarnya dengan nada lembut. Anggara mengangguk. “Terima kasih,” jawabnya. Namun tidak juga dia minum, masih terus sesekali menoleh ke arah kaca jendela. Dia pikir, kenapa Kaluna pergi cukup lama padahal hanya ke kamar mandi, yang dia tahu letaknya tidak jauh dari restoran. “Om, ayo dong diminum! Kan sudah capek-capek aku ambilkan.” Kinara tidak sabar. Dia juga takut Anggara justru akan berdiri dan menyusul Kaluna. Rencananya dengan Nayaka harus berhasil, pikirnya. “Hmm?” Kening Anggara mengernyit. Dia melirik sebentar ke arah gelas minuman. Bola matanya agak memicing. Curiga kenapa Kinara begitu memaksa. Anggara bukanlah seora

