Starla Si Pembuat Onar

2223 Kata
Sebulan berlalu begitu cepat, sejak hari itu Starla tak pernah bertemu lagi dengan Gibran, selain itu keduanya juga tak pernah berkomunikasi lagi karena memang tak ada yang berniat untuk bertukar kabar meskipun memiliki kontaknya. Seperti yang sudah di beritahukan oleh Ken, hari ini adalah hari pengambilan gambar, biasanya Starla mengatasi semuanya sendiri tapi kali ini semuanya di sediakan oleh pihak perusahaan karena dari yang Starla dengar, Gibran merupakan sosok orang yang sangat pemilih. Starla memasuki mobil Ken dengan gaya elegannya, wajahnya sudah kembali cantik karena bantuan uang dari Gibran, bahkan sisa uangnya pun bisa ia gunakan untuk menyewa sebuah kontrakan yang menjadi tempat tinggal barunya. Tentu saja dirinya memilih kabur setelah kembali mendapatkan kekerasan dari ibu tirinya, yang lebih parah lagi ayahnya pun ikut andil menamparnya karena malam itu tak pulang ke rumah. Alasan ayahnya marah karena sebenarnya malam itu ada pertemuan keluarga besar dan dirinya malah tak pulang dan di tuduh menginap di hotel seperti yang di laporkan oleh adik tirinya. Selama sebulan hidup Starla mulai baik-baik saja, toh selama ini dia tak terlalu mengharapkan kasih sayang dari siapapun, apalagi dirinya tahu bagaimana sifat ayahnya yang tak akan pernah mampu melwan istrinya. "Sudah siap?" Pertanyaan yang terdengar dari Ken langsung saja membuat Starla menoleh dan tersenyum dengan lebar, tak lupa kepalanya yang mengangguk setelah selesai melepaskan kacamatanya. Ken pun melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan, sudah lama sekali dirinya tak bersapa ria bersama Starla seperti ini. "Apa tempatnya nyaman? Sepertinya sangat sempit." Tanya Ken basa-basi. "Lumayan lah, apalagi harganya standar." Jawab Starla yang tentu saja langsung tahu ke mana arah pembicaraan Ken. "Ayo menikah, nanti kan kamu nggak perlu susah-susah gini lagi." Ajak Ken yang langsung saja membuat Starla menoleh dan tertawa dengan kencang, membuat Ken hanya bisa mendengus saat melihatnya. "Gini-gini aku juga punya kriteria kali Ken, setidaknya kalau dia nggak perjaka ya harus yang banyak duit, kamu aja kalau uangnya kalau udah di sita jadi gembel, gimana aku mau." Jawab Starla yang langsung saja membuat Kenzo kesal saat mendengarnya. "Suka banget sama duit." Dengus Ken yang langsung saja membuat Starla menghentikan tawanya. "Tentu saja, selain cinta duit memang paling penting, jaman sekarang nggak ada duit nggak bisa makan, apalagi hidup di tempat seperti ini, apa-apa mahal." Balas Starla yang langsung saja membuat Ken terdiam mendengarnya. Andai saja ayahnya tak terlalu ketat padanya tentu saja dirinya tak akan seperti ini, masalahnya dirinya jua sangat menyesal karena dulu meminta mamanya untuk tak hamil lagi, coba saja dirinya punya saudara sudah pasti orang tuanya tak akan fokus mengawasinya seperti ini. "Oh ya, tadi ada pemberitahuan dari Gibran, katanya dia nggak bisa datang, jadi sebisa mungkin kamu harus tampil sempurna, kalau nggak bakal di ulang lagi." Kata Ken memberitahu. Starla terdiam, sebenarnya semalam dirinya sempat bertukar kabar dengn Gibran meskipun hanya singkat di mana laki-laki itu menyuruhnya berusaha jika mau menikah dengan laki-laki itu, dan tak ada bahasan lain selain itu. "Gibran asetnya banyak?" Tanya Starla yang langsung saja membuat Ken menoleh. "Kamu mau jadiin dia incaran? Kan udah aku bilangin dia nggak suka sama perempuan." Tanya Kenzo yang langsung saja tak terima, setidaknya saingannya janganlah sesempurna Gibran. "Aku tanya apa kamu jawabnya apa." Dengus Starla pelan. "Aku nggak terima kalau harus bersaing sama Gibran." Kata Ken terus terang. "Mau di bandingin dari sudut manapun, aku ada jauh di bawahnya." Lanjut Ken yang langsung saja membuat Starla tertawa pelan. "Tau kok, dari tampang aja udah kalah jauh." Balas Starla tanpa ampun. Kenzo mengerucutkan bibirnya kesal, tak seperti wanita biasanya yang akan selalu memuji ketampanannya, Starla benar-benar menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang laki-laki yang ingin di akui tampan. "Dari peninggalan orang tuanya sih banyak ya, belum lagi dengan warisan dari neneknya itu, belum juga tabungan bundanya, banyak banget kalau di totalin, hanya saja Gibran orangnya nggak pernah pamer." Kata Kenzo mulai menghitung-hitung aset yang di miliki oleh Gibran. "Peninggalan orang tuanya?" Tanya Starla sedikit bingung. "Ah, Gibran itu anak yatim piatu, dan mamanya saat ini itu sebenarnya adik dari ayah kandungnya." Jawab Kenzo menjelaskan. Starla mulai terdiam, puzzle yang ia simpan saat ini mulai ia satukan, dan kesimpulan pun mulai ia ciptakan meskipun tak berani menerangkannya. "Hidup dia tuh gimana ya? Penuh perjuangan banget, orang tuanya meninggal secara beruntun dan itupun jarak waktunya sangat singkat. Kamu bayangin deh, sebagai seorang anak yang waktu itu baru berusia 6 tahun dan sudah di tinggalkan kedua orang tuanya, apa yang ia rasakan?" Lanjut Kenzo yang langsung saja membuat Starla menelan ludahnya kasar. Sepertinya ia tak berani menggali lebih jauh kisah Gibran, dirinya tak mampu untuk membayangkannya sendirian. "Dulu aku benci sama dia, karena dia merebut bundaku yang sebenarnya ibu kandungnya, dulu papa akan menikahi bundanya Gibran, tapi nggak jadi karena Gibran kembali." Jelas Kenzo lagi. "Sudah mau sampai kan?" Tanya Starla tiba-tiba, seperti yang ia katakan ia tak akan mampu menggali lebih dalam informasi tentang Gibran, karena dirinya menginginkan uangnya dan dirinya akan mundur jika tahu masalalu pahit laki-laki itu. "Hem, di depan sana." Jawab Kenzo seraya menatap ke arah Starla dengan bingung, tak seperti biasanya. Starla yang biasanya kepo akan sesuatu dan terus mendesak ingin tahu tiba-tiba saja mengalihkan pembicaraan dan semua itu tentang Gibran. Starla memakai kacamatanya kembali dan bergerak menuruni mobil setelah mobil yang di tumpanginya sudah berhenti di parkiran. Di susuk oleh Kenzo yang langsung saja mempercepat langkahnya untuk mengejar langkah Starla. "Bajunya nggak kependekan?" Tanya Kenzo yang langsung saja membuat Starla menoleh dan menggeleng dengan cepat. "Standar ini mah, kemarin ada yang lebih pendek lagi." Jawab Starla tanpa gugup. "Wajah aman?" Tanya Kenzo lagi. Starla menjawab dengan kode oke dari jemari lentiknya, benar-benar terlihat seperti seorang Dewi. Kenzo berdecak pelan, kenapa juga Starla terlihat sangat cantik di luaran seperti ini, kalau banyak yang naksir kan dirinya yang makin repot karena bnyak saingan. "Ruangannya nanti akan beda-beda, perhiasannya pun juga beda-beda," lanjut Kenzo memberitahu. "Aku naik dulu, kamu tolong belikan minuman ya, di jamin berjalan lancar dan juga tak akan ada kendala." Kata Starla dengan percaya diri. Kenzo pun hany bisa mengangguk pelan dan menuruti semua permintaan Starla, katakan saja dirinya sudah menjadi babu wanita itu. Starla memasuki ruang pemotretan khusus untuknya dengan langkah elegannya, tentu saja ada staf yang memeriksanya terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam. Starla menatap sekitar dengan takjub, benar-benar sangat bersih dan juga luas, sangat sayang sekali jika ruangan sebesar itu hanya di jadikan menjadi sebuah studio foto saja. "Kita rapikan make up-nya ya mbak," kata salah satu staf yang langsung saja membuat Starla mengangguk dan terdiam, menikmati sapaan-sapaan alat make up yang mengenai wajahnya. Setelah beberapa menit di habiskan untuk make up, Starla pun kembali di minta untuk berganti pakaian, padahal menurutnya pakaiannya juga lumayan. Tak ingin pusing, Starla pun menurut dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih elegan dan juga sangat mewah. Dress tanpa lengan yang panjang mencapai bawah memperlihatkan kulit atasnya yang putih, Starla pun sedikit tak nyaman saat mengingat di bagian punggungnya ada bekas luka pukulan yang mungkin saja terlihat. "Kita tutup pakai make up ya mbak bekas lukanya?" Tanya Staf yang tadi membantunya memakai dress yang sudah di siapkan. Starla mengangguk pelan, tentu saja sebagai sesama wanita dirinya malu karena tak mampu menjaga kemulusan kulit tubuhnya, apalagi profesinya yang saat ini membutuhkan semua itu. Satu jam di habiskan Starla untuk siap-siap, Kenzo pun terlihat terpana saat melihat Starla keluar dari ruang ganti yang ada di satu ruangan dengan ruang make up. Starla terlihat cantik natural dan sedikit seksi karena dress yang di kenakan wanita itu memperlihatkan leher Starla seperti itu. Rambut Starla sudah di tata sedemikian rupa, hingga membuat leher wanita itu terbuka lebar-lebar. Salah satu staf berjalan ke arah Starla dengan sekotak set perhiasan yang sudah di siapkan, Starla pun terkejut saat melihat kilauan perhiasan yang membuatnya terpana itu, namun dalam hati Starla mencibir karena perhiasan itu hanyalah imitasi, tak mungkin juga perusahaan besar dan terkenal menggunakan barang asli untuk hal seperti ini. Kilatan cahaya foto dan juga suara jepretan terdengar beberapa kali, Starla yang sudah terbiasa menjalani pekerjaannya tentu saja meringankan pihak fotografer untuk mengatur gaya yang sudah berhasil di kuasai oleh Starla dengan sempurna. Satu jam, semuanya pun selesai dan akhirnya Starla bisa bernafas lega, tangannya yang gatel mulai melepas semua perhiasan yang di pakainya, dan tentu saja seperti kebiasaannya, Starla sengaja menjatuhkan kalung indah yang tadi di pakainya dengan ekspresi pura-pura terkejut. Semua staf khawatir saat melihatnya, bersamaan dengan riuhnya yang terjadi pintu pun terbuka dari luar, memperlihatkan sosok Gibran yang berdiri gagah dengan stelan kantornya. "Starla, ini barang asli." Kata Kenzo dengan panik. Starla pun ingin menangis saat mendengarnya, tatapan matanya tertuju pada serpihan perhiasan yang sudah berceceran di bawah sana, di mana para staf yang mulai untuk membereskan semuanya. "Ada apa?" Pertanyaan yang terdengar dari suara Gibran membuat semua orang menoleh, tak terkecuali dengan Kenzo dan juga Starla. "Habislah," gumam Kenzo yang langsung saja membuat Starla ingin menangis saat mendengarnya. "Perhiasannya hancur pak, mbak Starla tak sengaja menjatuhkannya." Lapor salah satu staf yang langsung saja membuat Starla menundukkan wajahnya dalam. "Berapa kerugiannya?" Tanya Gibran yang langsung saja membuat semua orang terdiam. "Hampir satu milyar." Jawab salah satu staf yang langsung saja membuat Starla mendongakkan kepalanya karena terkejut. Tatapannya ia arahkan ke arah Gibran dan juga serpihan berlian yang ada di bawah sana, habis sudah hidupnya, apa yang akan ia jual untuk mengganti uang sebanyak itu? "Bukankah sedikit tak masuk akal? Itu kan cuma kalung dan kenapa harganya bisa semahal itu?" Tanya Starla dengan tergagap, tentu saja saat ini hatinya tak tenang memikirkan uang sebanyak itu hancur di tangannya. Kenzo menyenggol lengan Starla cukup keras, bisa-bisanya Starla mempertanyakan hal itu, bisa gila dirinya jika di laporkan ke polisi. "Bukankah seharusnya ada salah satu staf yang bertugas untuk membantu memasang dan juga melepaskannya? Kenapa jadi pihak model yang menjatuhkan?" Pertanyaan yang di lontarkan Gibran membuat semua orang terdiam, tentu saja Starla tak terbiasa dengan staf yang membantunya seperti ini, dan semua ini benar-benar kesalahannya. "Saya minta maaf, saya akan mengganti kerugiannya." Kata Starla yang langsung saja menjatuhkan tubuhnya dan berlutut di bawah. "Berdiri, atau kamu juga akan mengganti baju yang kamu pakai itu." Kata Gibran yang langsung saja membuat Kenzo bergerak membantu Starla untuk berdiri. "Dalam dua hari, serahkan hasilnya padaku." Kata Gibran yang langsung saja melangkahkan kakinya ke arah pintu. "Aku akan mati kan? Demi Tuhan ginjalku, jantungku, apakah akan terjual semuanya?" Tanya Starla dengan suara paniknya. Tatapannya ia arahkan ke arah para staf yang menundukkan kepalanya. "Aku harus bicara sama dia kan Ken? Negoisasi? Toh dari awal tak ada yang memberitahu jika semua yang di pakai untuk pemotretan adalah barang asli." Kata Starla lagi. Kenzo memijat kepalanya pelan, semua ini adalah salahnya, dirinya yang sudah hafal dengan tabiat Starla tapi lupa memberitahu jika hal-hal yang di pakai Gibran adalah barang asli. Starla berlari ke arah pintu, dirinya harus mengejar Gibran sebelum laki-laki itu pergi jauh, dirinya harus bicara dan menjelaskan semuanya, tak mungkin juga dirinya membiarkan jantung bundanya di korbankan untuk menebus kemalangannya sendiri. Kenzo pun tak bisa mengikuti karena dirinya harus membereskan semuanya, belum lagi dirinya juga harus mengawasi modelnya yang lain, salahkan saja kenapa Gibran tiba-tiba datang di waktu yang tidak tepat. Starla berlari dengan hak tingginya, bodo amat dengan kakinya yang akan membengkak nantinya, yang paling penting dirinya harus mendapatkan Gibran yang ada di depan sana. Gibran memasuki mobilnya dengan gerakan santainya, di bunyikan mesin mobilnya hingga akhirnya pintu samping kemudinya terbuka dan menampilkan Starla yang terlihat ngos-ngosan. Starla mengambil botol air yang ada di dalam mobil, di mana botol itu sudah tak penuh lagi, Starla meminumnya tanpa berpikir jijik atau apapun, karena yang paling penting adalah tenggorokannya yang sudah terasa sangat kering dan buruh siraman air. Gibran menjalankan mobilnya dengan kecepatan rata-rata, sesekali tatapannya ia arahkan ke arah Starla yang saat ini tengah melepas sepatunya dan memijit kakinya pelan. "Udah tahu pakai hak tinggi, bisa-bisanya lari." Gumam Gibran yang langsung saja membuat Starla menoleh dengan kesal. "Semua ini kan gara-gara kamu, kenapa nggak bilang kalau sampel yang di gunakan asli? Duit sebanyak itu aku dapat dari mana." Kesal Starla yang langsung saja membuat Gibran menggelengkan kepalanya pelan. "Uang yang kemarin aja belum aku balikin, mau nangis rasanya." Lanjut Starla yang langsung saja mengusap sudut matanya pelan. Gibran terdiam dan memilih untuk fokus pada kemudinya, membiarkan Starla menangis dengan pelan karena memikirkan nasibnya. Gibran mengulurkan tisu ke arah Starla yang langsung saja di terima oleh wanita itu. "Baru juga bernapas lega karena akhirnya bisa keluar rumah, kenapa malah jadi seperti ini." Gerutu Starla di tengah tangisnya. "Jantung juga aku dapat dari bunda, masak mau aku jual, hiks." Lanjut Starla lagi diikuti oleh suara ingusnya. "Aku nggak nuntut ganti rugi kok, lagian dari awal itu nggak ada niatan buat diperjualbelikan." Kata Gibran pelan. "Kalau gini kan aku akan mati." Lanjut Starla masih belum sadar dengan apa yang di katakan oleh Gibran. "Bentar," kata Starla yang akhirnya sadar dan langsung saja menatap ke arah Gibran. "Sumpah? Kamu benar-benar nggak nuntut apa-apa?" Tanya Starla dengan suara keras. Gibran menghentikan laju mobilnya dan menatap ke arah Starla yang terlihat lucu dengan wajahnya yang penuh dengan air mata. "Iya, nggak perlu ganti rugi, awalnya juga mau di jadiin pajangan kok." Jawab Gibran yang langsung saja bergerak turun dari mobil, meninggalkan Starla yang masih terbengong-bengong di dalam mobil. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN