Pilihan Starla

2018 Kata
Starla menatap ke arah gerakan tangan Gibran yang tengah membuka kode appartemennya tanpa berpikir mungkin saja dirinya akan tahu dan mencuri sesuatu. Sebelum masuk, Gibran menoleh ke arah Starla yang tentu saja menatap ke arahnya dengan mata yang terbuka lebar, terlihat sedikit imut dan menggemaskan. "Ayo masuk." Ajak Gibran yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Starla. Starla terbengong-bengong saat melihat keadaan appartemen Gibran yang terlihat sangat rapi dan juga sangat mewah. "Bran," panggil Starla yang langsung saja membuat Gibran menoleh. "Apa?" Tanya Gibran penasaran. "Nanti kalau kamu mau nikahin aku beliin rumah yang bagus kayak gini ya?" Lanjut Starla seraya menatap genit ke arah Gibran. "Iya," jawab Gibran singkat yang langsung saja membuat Starla tersenyum tipis saat mendengarnya. "Terus jatah bulanannya juga harus banyak, setidaknya tiap bulan harus beli barang branded yang mahal dan tentunya edisi terbatas." Lanjut Starla lagi yang langsung saja membuat Gibran menggelengkan kepalanya pelan. "Apalagi?" Tanya Gibran lagi yang langsung saja membuat Starla tertawa dengan girang, lihat saja kedua tangannya yang sudah beradu jotos dengan angin. "Terus nanti aku nggak mau kalau pernikahan kita di umbar, aku mau pernikahan kita cuma kita yang tahu, orang tua kamu juga nggak boleh tahu." Jawab Starla tanpa ragu sedikitpun. "Lagian siapa yang ada niatan nikahin kamu, udah jangan ngayal tinggi-tinggi, jatuhnya sakit." Balas Gibran yang langsung saja meninggalkan Starla dan berjalan ke arah dapur. "Sial*n, aku pikir beneran, Ya Tuhan, luluhkanlah hati dedek Gibran pada Starla agar Starla juga kaya, jika tidak bisa tolong pikirkan sekali lagi." Doa Starla yang tentu saja terlihat sangat serius. "Tuhan, jangan kabulkan doanya, Gibran nggak mau hidup sama pembuat onar seperti dia." Balas Gibran yang baru saja keluar dari dapur dengan membawa baskom dan sejumlah es. "Udah, sini duduk dulu." Pinta Gibran seraya menunjuk sofa yang ada di dekat keduanya. Starla pun menurut dan duduk di atas sofa, membiarkan Gibran yang saat ini tengah duduk di lantai dan memegangi kakinya yang entah sejak kapan sudah membengkak seperti itu. "Lain kali, kalau ada masalah pikirin diri sendiri dulu, jangan ceroboh kayak gini." Kata Gibran seraya mengompres kaki Starla dengan es batu. Terlihat sekali Starla yang langsung mellow saat melihatnya, sudah lama sekali ada seseorang yang memperhatikannya seperti ini. "Kamu itu wanita, entah jelek ataupun cantik, tetep aja harus jaga diri dengan baik." Lanjut Gibran lagi masih fokus dengan kaki Starla. "Gibran ayo menikah, pokoknya harus nggak boleh di tunda-tunda lagi." Teriak Starla antusias. Gibran menatap ke arah Starla dengan tatapan datar, lihat saja tingkah wanita itu yang sangat menggelikan. "Kamu lebih tua." Balas Gibran yang langsung saja menusuk hati Starla. "Aku bisa jadi bunda kamu." Jawab Starla antusias. Gibran terdiam, gerakan tangannya pun seketika terhenti setelah mendengar kata bunda di sebutkan, sudah sangat lama sekali dirinya tak pernah mendengar panggilan itu lagi di dalam keluarganya, setahun sekali Gibran akan mengenang panggilan itu dengan sangat buruk. "Kamu nggak akan mampu." Balas Gibran dengan suara pelan, tangannya kembali bergerak untuk meneruskan kegiatannya. "Aku mampu, aku bisa menjadi siapapun yang kamu inginkan, aku bisa menjadi ayah kamu ataupun bunda kamu." Lanjut Starla dengan percaya diri. "Buktikan padaku nanti, aku akan menikah denganmu jika semua itu benar-benar terbukti, aku akan menuruti semua keinginanmu, termasuk menyembunyikan pernikahan kita dari keluargaku." Balas Gibran yang akhirnya berdiri dan berjalan meninggalkan Starla tanpa sepatah kata pun. Starla terdiam, tatapannya ia fokuskan pada punggung Gibran yang mulai menjauh, katakan saja dirinya terlalu nekat hingga membuka kembali masalalu anak itu, tapi tetap saja, Gibran butuh bangkit dari tempatnya. Starla berjalan ke arah dapur, membuka kulkas yang isinya sangat lengkap, ada buah-buahan, sayur dan berbagai makanan kaleng di dalamnya. Starla mengambil dua bungkus mie instan, saat ini dirinya benar-benar lapar dan yang lebih menyakitkan lagi dirinya tak bisa memasak apapun. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya mie instan pun jadi, Starla tersenyum lebar saat melihat kepulan uap yang ada di dalam mangkok, benar-benar membuat perutnya keroncongan. Gibran berjalan ke arah dapur setelah mengganti setelan bajunya menjadi baju rumahan, sebenarnya Gibran sedari tadi mencari keberadaan Starla dan pikirannya tertuju ke arah dapur saat mencium aroma mie instan. "Kalau makan yang bener, wanita itu kalau makan sambil duduk, jangan berdiri nanti sama kayak hewan." Kritik Gibran yang langsung saja membuat Starla menoleh dan menatap ke arah Gibran dengan kesal. Sedari tadi laki-laki itu hanya mengkritiknya, bahkan tak ada satupun kelakuannya yang benar. "Jangan makan mie instan terus, nggak baik." Lanjut Gibran seraya mengambil mangkok milik Starla dan membuang isinya ke dalam tempat sampah. Starla melongo melihatnya, demi Tuhan, mie instan adalah makanan terenak saat kepepet, dan laki-laki itu malah membuangnya seenak jidat? "Woy, lo sebenarnya orang bukan sih? Di luaran sana banyak yang kelaparan dan Lo malah buang-buang makanan seenaknya." Kesal Starla yang langsung saja membuat Gibran menggelengkan kepalanya pelan. "Siapa yang kelaparan? Kamu kumpulin deh nanti biar aku yang nyumbang makanan sehat dan bergizi." Balas Gibran tanpa takut. Starla membuka mulutnya lebar, benar-benar tak mengerti lagi dengan pikiran laki-laki di depannya. "Tapi aku lapar Bran, kamu ngerti arti lapar nggak sih?" Kesal Starla yang langsung saja membuat Gibran terdiam. "Sana balik ke ruang tengah, nyalain tv di sebelah sofa ada almari, di sana ada banyak camilan, makan itu dulu aku masakin bentar." Jawab Gibran seraya mendorong tubuh Starla untuk pergi meninggalkan dapur. Diam-diam Starla pun melarikan kakinya ke arah ruang tengah, tentu saja perutnya berontak saat mendengar kata-kata berbagai camilan yang tersedia. Benar-benar seperti surga, berbeda sekali dengan rumah ayahnya yang bagaikan neraka. Starla langsung saja membuka almari dan berteriak pelan saat berbagai snack dan jajanan lainnya tertata rapi di dalamnya, tanpa sungkan Starla pun mengambil banyak makanan yang ingin ia makan, seperti perintah Gibran tadi, Starla memakan snacknya sambil menonton tv, coba saja dari dulu dirinya punya kenalan seperti Gibran, dirinya benar-benar yakin tak akan merasa kelaparan ataupun kekurangan uang, yah meskipun selama ini Kenzo juga banyak membantunya sih. Suara ponsel yang terdengar membuat Starla menoleh, menatap ke arah ponsel Gibran yang ada di atas meja, bibirnya bergumam pelan membaca nama yang tertera di atas layar. "Bran, Ara telpon." Teriak Starla dengan keras. Gibran pun hanya menoleh sekilas dan meneruskan kegiatannya, mengabaikan teriakan Starla yang sudah seperti toa masjid. Starla pun memilih mengambil ponselnya, ia lupa mengabari Kenzo perihal masalahnya yang sudah terselesaikan. Saat tangannya ingin menekan icon hijau, tampilan nama Kenzo yang menghubunginya membuat Starla tersenyum tipis dan mengangkatnya dengan cepat. "Halo," kata Starla dengan antusias "Baik, bener-bener baik, Gibran bilang nggak perlu ganti rugi." Jawab Starla saat Kenzo bertanya perihal perhiasan yang tadi ia hancurkan. "Aku ada di rumah Gibran, ah bukan tapi appartemen." Jawab Starla lagi saat Kenzo menanyakan keberadaannya. Starla mematikan ponselnya setelah suara Kenzo yang mengatakan ingin menyusulnya, tentu saja laki-laki itu akan menyusulnya seperti biasanya. Tanpa terasa setengah jam berlalu dengan cepat, Starla masih asik menatap layar tv sembari memakan camilannya, lihat saja, sudah ada enam bungkus snack yang terbuka dan menyisakan plastiknya saja. Gibran keluar dan menggelengkan kepalanya pelan saat melihat mejanya penuh dengan sampah Starla, dirinya benar-benar tak yakin kenapa wanita seperti itu bisa hidup dengan nyaman. "Sudah kenyang?" Tanya Gibran sembari membereskan sampah plastik sisa Starla. Starla menggeleng pelan dan tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi. Gibran pun kembali ke dalam dan mengambil masakannya, tentu saja dirinya hanya membuat makanan kaleng dan juga capcay saus tiram, jangan lupakan dengan telur mata sapi andalannya. "Jadi gini ya rasanya punya suami kayak Gibran." Gumam Starla yang langsung saja membuat Gibran menggelengkan kepalanya pelan, tak percaya kata-kata itu muncul dari bibir wanita yang lebih tua darinya itu. Setelah mengambil dua piring yang berisi nasi, Gibran pun duduk di sofa, menggeser salah satu nasi ke arah Starla yang membuka matanya lebar karena senang. Cup. Kecupan singkat dari Starla yang berlangsung tiba-tiba di pipi Gibran langsung saja membuat Gibran terdiam dan kembali berdiri seraya membawa piringnya, Gibran memilih duduk di sebrang wanita itu daripada harus duduk di sampingnya dan mendapatkan serangan mendadak seperti itu. "Ucapan terima kasih karena sudah sabar menyiapkan semua untukku." Kata Starla tanpa canggung sedikitpun. Gibran terdiam dan memilih untuk melanjutkan makannya, tangannya mulai bergerak ingin mengambil lauk pauk, tapi gerakannya kalah cepat dengan tangan Starla yang sudah mengambilkan beberapa makanan di atas piringnya. Gibran pun tak ambil pusing dan memakan makanannya dengan cepat, mengabaikan Starla yang sedari tadi sibuk mengomentari masakannya yang ternyata cocok di lidah wanita itu. "Oh ya, tadi pacar kamu telpon." Kata Starla yang masih tak bisa diam saat makan. "Aku nggak punya pacar." Jawab Gibran pelan. "Bohong banget, tenang saja, meskipun kita nikah nanti kamu bebas kok punya istri lain ataupun pacar lainnya." Kata Starla yang langsung saja membuat Gibran terdiam dan menatap ke arah Starla dengan tatapan dalam. Mana ada ada wanita yang akan mengatakan hal seperti itu dengan mudah? Seolah-olah tak ada perasaan apapun di dalam hatinya. "Nanti, kalau pacar kamu atau istri kamu yang lain tahu dan nggak suka sama hubungan kita, kita bisa akhiri kok, asal kamu kasih uang tunjangan, setidaknya cukuplah buat hidup sebelum dapat incaran baru." Lanjut Starla lagi. Suara bell pintu yang terdengar membuat Gibran berdiri dan mengabaikan semua kata-kata Starla yang tak bisa ia lupakan, tentu saja dirinya ingat apa yang di katakan wanita itu saat ada di atap kantornya, dirinya benar-benar tak menyangka jika wanita itu benar-benar akan melakukan semua itu. "Starla abis Lo apain?" tanya Kenzo langsung setelah pintu berhasil terbuka. "Makan," jawab Gibran sedikit tak suka pada sikap Kenzo yang sedikit menyebalkan, memangnya dirinya apa sampai harus di todong pertanyaan seperti itu. "Starla, kapan-kapan jangan kesini sendirian." Kata Kenzo yang langsung saja duduk di samping Starla. Starla hanya melirik pelan ke arah Kenzo dan memilih berdiri dan duduk di samping Gibran, Gibran hanya menoleh sebentar dan melanjutkan makanannya, tak ingin terlibat akan drama yang akan di tampilkan oleh keduanya. Kenzo pun menatap tak terima ke arah Gibran, dari semua cowok kenapa harus Gibran? "Bran, mending kita lurusin sekarang deh, Lo bilang sama Starla kalau Lo nggak suka sama sejenisnya." Kata Kenzo yang langsung saja membuat Gibran tertawa pelan. "Kenapa harus?" Tanya Gibran yang tentu saja langsung membuat Kenzo kesal saat mendengarnya. "Gimana nggak harus? Dia itu inceran gue dari dulu, dan Lo main terobos aja. Ya gue kagak terima lah." Jawab Kenzo dengan nada menggebu-gebu. "Ganti rugi dulu deh buat yang tadi, dia bilang sebagai ganti ruginya mau jadi istri boongan gue." Kata Gibran yang langsung saja membuat Kenzo terdiam, kali ini tatapannya ia tujukan ke arah Starla yang masih saja asik memakan makanannya. Gibran memilih bangkit dan membawa piring kosongnya ke belakang, meninggalkan Starla dan Kenzo yang mungkin saja akan membuat suasana appartemennya semakin riuh. "Apa yang dia janjikan sampai-sampai kamu mau nikah sama dia?" Suara Kenzo yang terdengar membuat Gibran menghela nafasnya berat, sebenarnya ia tahu kenapa dirinya tak terlalu cocok dengan laki-laki itu, tapi tetap saja, dirinya tak bisa menghindari Kenzo, karena di semua hari buruknya ada Kenzo yang selalu membantu orang tuanya untuk mencari keberadaannya. Ia tak marah pada Kenzo, ia malah berterima kasih, karena saat dirinya belum sadar, dirinya tak akan mampu untuk menghadapi kenyataan. "Dia bilang akan bawa aku pindah dari rumah ayah, selain itu dia juga ngasih banyak tunjangan buat hidup aku." Jawab Starla pelan. "Starla," panggil Kenzo sedikit kuwalahan. Tentu saja, jika sudah membahas harta benda, dirinya benar-benar tak bisa berbuat apa-apa, semua miliknya masih menjadi milik orang tuanya, berbeda dengan Gibran yang sudah memiliki semuanya atas namanya. "Kamu nggak bisa lihat ketulusanku?" Tanya Kenzo dengan pelan. Starla menghentikan makannya dan menatap Kenzo dengan datar. "Aku tahu," jawab Starla singkat. "Terus kenapa?" Tanya Kenzo lagi dengan emosional. "Kenapa? Jangan tanya Ken, kamu harusnya juga sadar, kamu pikir aku akan mau menikah dengan laki-laki sepertimu? Yang setiap malamnya selalu ganti-ganti wanita untuk melakukan hubungan itu. Kamu laki-laki baik, tapi aku nggak suka sama sifat kamu yang itu." Jawab Starla yang langsung saja tepat sasaran. "Aku bisa perbaiki," balas Kenzo lagi. "Kamu lupa? Setiap kali aku menegur kamu terus saja menjawab hal itu adalah hal yang wajar karena kamu mempunyai kebutuhan seperti itu, jadi jangan berpikir kamu akan berubah." Kata Starla seraya berdiri dan membawa piringnya ke belakang. Starla terdiam saat melihat Gibran bersandar di pintu dapur dan sedari tadi mengamati dirinya yang tengah beradu cakap dengan Kenzo, benar-benar si*l. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN